Saturday 26 April 2014

Pengungkapan Penuh Laporan Keuangan

A.    Pengertian Pengungkapan
Pengungkapan merupakan suatu alat yang penting untuk mengurangi asimetri informasi antara manajer dengan pemilik perusahaan. Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statement keuangan.

Evans (2003) dalam Suwardjono (2005) mengartikan pengungkapan sebagai berikut:
“Disclosure means supplying information in the financial statement, including the statements themselves, the notes to the statements, and the supplementary disclosures associated with the statements. It does not extend to public or private statement made by management or information provided outside the financial statement”.

Pengungkapan disusun bukan tanpa maksud. Adapun tujuan dari pengungkapan menurut Suwardjono yaitu sebagai berikut :
1.         Tujuan Melindungi
       Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih sehingga pemakai yang masih awam perlu dilindungi dengan mengungkapkan informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya. Dengan kata lain pengungkapan dimaksudkan untuk melindungi perlakuan manajemen yang mungkin kurang adil dan kurang terbuka.
2.         Tujuan Informatif
       Pengungkapan diarahkan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai tersebut. Tujuan ini biasanya melandasi penyusunan standar akuntansi untuk menentukan tingkat pengungkapan.
3.         Tujuan Kebutuhan Khusus
       Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan pengawasan, informasi tertentu harus disampaikan kepada badan pengawas berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang memuat pengungkapan secara rinci.

Menurut Hendriksen dan Breda terdapat tiga tingkatan pengungkapan yaitu :
1.      Pengungkapan Cukup
Adalah pengungkapan yang diwajibkan oleh standar akuntansi yang berlaku
2.      Pengungkapan Wajar
Adalah pengungkapan cukup ditambah dengan informasi yang dapat berpengaruh pada kewajaran laporan keuangan
3.      Pengungkapan Penuh
Pengungkapan penuh mengacu pada seluruh informasi yang diberikan oleh perusahaan, baik informasi keuangan maupun nonkeuangan. Pengungkapan penuh tidak hanya meliputi laporan keuangan tetapi juga mencakup informasi-informasi lainnya yang diberikan oleh manajemen. Pengungkapan penuh menyiratkan penyajian sekuruh informasi yang relevan.

B.     Prinsip Pengungkapan Penuh
FASB Concept Statement No. 1 menyatakan bahwa beberapa informasi yang bermanfaat lebih baik disajikan dalam laporan keuangan, dan beberapa lainnya lebih baik disajikan dengan menggunakan media pelaporan keuangan selain laporan keuangan. Sebagai contoh, meskipun laba dan arus kas telah tersedia dalam laporan keuangan, namun para investor mungkin lebih baik melihat perbandingan hal itu dengan perusahaan lain dalam industri yang sama, yang bisa ditemui pada artikel berita atau laporan perusahaan perantara (broker).

Pengungkapan penuh mengharuskan laporan keuangan dirancang dan disusun untuk menggambarkan secara akurat kejadian-kejadian ekonomi yang telah memengaruhi perusahaan selama periode berjalan dan supaya mengandung informasi yang berguna sehingga tidak menyesatkan bagi investor kebanyakan. Prinsip pengungkapan penuh mengimplikasikan bahwa tidak ada informasi atau kepentingan bagi kebanyakan investor yang akan dihilangkan atau disembunyikan.

Menurut Skinner, subyek pengungkapan penuh meliputi:
1.      Rincian dari kebijakan dan metode akuntansi
2.      Informasi tambahan untuk membantu dalam analisis investasi atau untuk mengidentifikasi hak dari berbagai pihak yang memiliki klaim atas entitas.
3.      Perubahan dari tahun sebelumnya dalam kebijakan akuntansi atau metode penerapannya dan dampak dari perubahan semacam itu,
4.      Aktiva, kewajiban,biaya dan pendapatan yang dihasilkan dari transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan pengendalian atau dengan direktur atau   pejabat yang memiliki hubungan istimewa dengan entitas pelaporan tersebut,
5.      Aktiva, kewajiban, dan kewajiban kontinjen,
6.      Transaksi keuangan atau non operasi lainnya yang terjadi setelah tanggal neraca yang memiliki dampak material terhadap posisi keuangan entitas tersebut sebagaimana diindikasikan dalam laporan akhir tahun.

Prinsip pengungkapan penuh mencakup:
1.      Prinsip Konservatisme
Prinsip konservatisme (conservatism principle) adalah suatu prinsip pengecualian atau modifikasi dalam hal bahwa prinsip tersebut bertindak sebagai batasan terhadap penyajian data akuntansi yang relevan dan andal.Prinsip konservatisme mengharuskan bahwa akuntan menampilkan sikap pesimistis secara umum ketika memilih teknik akuntansi untuk pelaporan keuangan. Konservatisme adalah nilai yang dijunjung tinggi di masa lalu dibandingkan di masa ini. Nilai tersebut mengarah pada provinsi atau kewajiban atau keduanya yang arbitrer dan tidak konsisten. Konservatisme saat ini lebih dipandang sebagai pedoman untuk diikuti dalam situasi luar biasa, dan bukan sebagai aturan umum untuk diterapkan secara kaku dalam semua situasi.
2.      Prinsip materialitas
Prinsip materialitas (materiality principle) adalah suatu prinsip pengecualian atau modifikasi. Prinsip tersebut menganggap bahwa transaksi dan memiliki kejadian dampak ekonomi yang tidak signifikan dapat ditangani dengan sangat cepat, tanpa memperdulikan apakah hal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau tidak. Materialitas berfungsi sebagai pedoman implisit bagi akuntan dalam hal apa yang sebaiknya diungkapkan dalam laporan keuangan, sehingga memungkinkan akuntan tersebut untuk memutuskan apa yang tidak penting atau apa yang tidak jadi masalah berdasarkan biaya pencatatan, akurasi laporan keuangan, dan relevansi bagi pengguna.
3.      Prinsip Keseragaman dan komparabilitas
Tujuan yang diinginkan adalah untuk mencapai komparabilitas laporan keuangan dengan mengurangi keragaman yang diciptakan oleh penggunaan prosedur akuntansi yang berbeda oleh perusahaan-perusahaan yang berbeda. Dukungan utama untuk Keseragaman (uniformity) adalah klaim bahwa hal itu akan:
a)      Mengurangi keragaman penggunaan prosedur akuntansi dan ketidakcukupan praktik-praktik akuntansi.
b)      Memungkinkan perbandingan yang berarti atas laporan keuangan dari perusahaan yang berbeda.
c)      Memperbaiki kepercayaan pengguna dalam laporan keuangan.
d)     Mengarah pada intervensi dan peraturan pemerintah mengenai praktik akuntansi.
Dukungan utama untuk fleksibilitas (flexibility) adalah klaim bahwa:
a)      Penggunaan prosedur akuntansi yang seragam untuk mencerminkan transaksi yang sama yang terjadi dalam banyak kasus memiliki risiko menyembunyikan perbedaan yang penting antar kasus.
b)      Perbedaan dalam situasi atau variable situasi membutuhkan perlakuan yang berbeda, sehingga pelaporan eprusahaan dapat menanggapi situasi dimana transaksi dan kejadian terjadi. Kedua prinsip tersebut gagal karenaposisi ekstrem mereka terhadap masalah pelaporan keuangan.

4.      Ketetapan waktu dari laba dan konservatisme akuntansi
Ketetapan waktu dari laba akuntansi (timelines of accounting earnings) telah didefinisikan sebagai sejauh mana laba akuntansi periode sekarang memasukkan laba ekonomi periode sekarang. Sementara laba ekonomi (economic income) dan laba akuntansi (accounting income) yang dijumlahkan selama umur dari perusahaan adalah identik,keduanya berbeda dalam jangka pendek.

C.    Catatan atas Laporan Keuangan
Dalam Pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 1 tentang penyajian laporan keuangan, paragraph 70 mengatakan:
Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan rugi laba, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta informasi tambahan seperti kewajiban kontijensi dan komitmen. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
Catatan merupakan alat akuntan untuk merinci atau menjelaskan pos-pos yang disajikan dalam batang tubuh laporan keuangan. Informasi yang berkaitan dengan pos-pos spesifik dari laporan keuangan dapat dijelaskan dalam istilah kualitatif, dan data pelengkap yang bersifat kuantitatif dapat disediakan untuk memperluas informasi dalam laporan keuangan. Pembatasan yang dikenakan oleh lembaga pengaturan keuangan atau perjanjian kontraktual dasar juga dapat dijelaskan dalam catatan. Walaupun catatan dapat bersifat teknis dan sulit dipahami, namun hal itu memberikan informasi yang bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan.
Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:
1.      Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan ditetapkan terhadap peristiwa dan transaksi penting.
2.      Informasi yang disajikan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas.
3.      Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
Semakin lengkap informsi yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan (full disclosure) maka pembaca laporan keuangan akan semakin mengerti kinerja keuangan perusahaan.


D.    Masalah Pengungkapan
Berbagai hal menjadi pertimbangan penyusun standar atau badan pengawas untuk menentukan seberapa banyak informasi harus diungkapkan. Kendala pada umumnya timbul dari sisi perusahaan.
            Salah satu hal yang menentukan keluasan dan kerincian pengungkapan adalah tujuan pengungkapan. Tujuan perlindungan atau protektif biasanya menuntut pengungkapan yang lebih luas dan lebih rinci. Pengungkapan yang lebih luas biasanya terkendala oleh keengganan perusahaan untuk menyediakan informasi.
            Biaya penyediaan informasi harus lebih kecil dari keuntungan informasi yang disediakan. Kendala kriteria ini adalah kesulitan menentukan manfaat informasi meskipun sampai tingkat tertentu biaya tersebut sangat tidak berarti (mendekati nol). Oleh karena itu, kriteria ini akhirnya tidak pernah menjadi pertimbangan.
            Bila biaya penyediaan suatu informasi dapat diabaikan, persoalannya adalah perlukah informasi tersebut diungkapkan. Dalam hal ini, kelebihan infomasi (information overload) harus menjadi pertimbangan. Kelebihan informasi adalah penyediaan informasi yang melebihi kemampuan pemakai untuk mencernanya secara efektif. Hal ini berlawanan dengan konsep yang mengatakan bahwa makin banyak informasi makin baik. Makin banyak informasi tidak selalu lebih baik kalau pemakai tidak dapat mengolah dan memanfaatkan informasi sesuai dengan kebutuhannya.
            Meskipun biaya penyediaan informasi dapat diabaikan dari segi administratif, informasi tertentu sangat berharga bagi perusahaan dalam kondisi persaingan. Pengungkapan informasi dapat menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan dibanding pesaing dan hal inilah yang menjadi biaya pengungkapan bagi perusahaan sehingga perusahaan enggan untuk mengungkapkan informasi privatnya. Penyusun standar perlu mempertimbangkan hal ini dalam menetapkan tingkat pengungkapan.
            Bagi penyusun standar, pengungkapan wajib harus dipertimbangkan atas dasar apakah informasi yang sama sebenarnya dapat diperoleh pemakai dari sumber selain yang disediakan melalui pelaporan keuangan atau laporan tahunan.
            Terdapat pihak yang menentang sama sekali gagasan tentang pengungkapan. Mereka berpendapat bahwa pengungkapan sama saja mengakui bahwa penyusun standar tidak mengetahui dengan pasti kebutuhan pemakai sehingga pangungkapan akan bersifat coba-coba dan akan menjadi mahal bagi penyedia informasi. Oleh karena itu, pihak ini sangat mendesak untuk dilakukannya penelitian untuk mengidentifikasi kebutuhan yang sesungguhnya dari para pemakai. Dengan demikian, dapat diketahui apa saja yang perlu dan tidak perlu diungkapkan.

E.     Isu – Isu terkini mengenai pengungkapan penuh
Saat ini banyak hal-hal yang mulai diungkapkan oleh suatu perusahaan karena adanya faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut berasal dari stakeholder seperti konsumen, investor, kreditur, pemerintah, dan lain sebagainya. Kebijakan pemerintah merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perusahaan. Contoh dari kebijakan pemerintah itu sendiri misalnya kewajiban perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan sebagai wujud tanggung jawab sosial.


Banyak perusahaan berlomba-lomba untuk menunjukkan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat yang biasanya diungkapkan dalam laporan tahunan. Hal ini dilakukan selain memenuhi tuntutan kebijakan pemerintah juga untuk menarik stakeholder terutama stockholder sebagai wujud bahwa perusahaan memenuhi kebijakan pemerintah sehingga menarik investor untuk menginvestasikan dananya.

Thursday 24 April 2014

Identitas Nasional

A.    Pengertian Identitas Nasional
Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa didunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan,sifat,ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut.Berdasarkan hakikat pengertian identitas nasional sebagaimana di jelaskan di atas maka identitas nasional suatu Bangsa tidak dapat di pisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut dengan kepribadian suatu bangsa.
Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya,sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu kesatuan nasional.
Beberapa bentuk identitas nasional indonesia adalah :
a.       Pancasila sebagai dasar falsafah negara
b.      Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional atau bahasa persatuan
c.       Bendera merah putih sebagai bendera negara
d.      Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya
e.       Lambang Negara yaitu Garuda Pancasila
f.       Semboyan Negara yaitu Bhineka Tunggl Ika
g.      Konstitusi negara yaitu UUD 1945
h.      Bentuk Negara kesatuan Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat
i.        Konsepsi wawasan nusantara
j.        Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional

B.     Faktor-faktor yang Mendukung Kelahiran Identitas Nasional
Kelahiran identitas nasional suatu bangsa memilki sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh factor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional tersebut. Adapun factor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi :
1.      factor objektif, yaitu meliputi faktor geografis, ekologis, dan demografis
2.      factor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimilki bangsa Indonesia.
Robert de Ventos mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis antara empat faktor penting, yaitu factor primer, faktor pendorong, faktor penarik, dan faktor reaktif.
Faktor pertama, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya. Bagi bangsa Indonesia yang tersusun atas berbagai macam etnis, bahasa, agama, wilayah serta bahasa daerah, merupakan suatu kesatuan meskipun berbeda-beda dengan kekhasan masing-masing.
Faktor kedua, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan bernegara. Dalam hubungan ini bagu suatu bangsa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan negara dan bangsanya juga merupakan suatu identitas nasional yang dinamis.
Faktor ketiga, meliputi kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional. Bagi bangsa Indonesia unsur bahasa telah merupakan bahasa persatauan dan kesatuan nasional sehingga bahasa Indonesia dipilih sebagai bahasa resmi negara dan bangsa Indonesia.
Faktor keempat, meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif melalui memori kolektif rakyat. Bangsa Indonesia yang hampir tiga setengah abad dikuasai oleh bangsa lain sangat dominan dalam mewujudkan faktor keempat melalui memori kolektif rakyat Indonesia.
Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia sebagai berikut
1.      Adanya persamaan nasib , yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa asing lebih kurang selama 350 tahun
2.      Adanya keinginan bersama untuk merdeka , melepaskan diri dari belenggu penjajahan
3.      Adanya kesatuan tempat tinggal , yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke
4.      Adanya cita-cita, tujuan dan visi bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa







C.    Karakteristik Identitas Nasional
Bangsa memiliki 2 konsep, yaitu Cultural Unitiy dan Political Unitiy, maka identitas juga terdiri dari dua, yaitu identitas identitas suku kebangsaan dan kebangsaan.
1.      Identitas Cultural Unity atau Identitas kesukubangsaan
Cultural Unity merujuk pada bangsa dalam pengertian kebudayaan atau bangsa dalam arti sosiologis antropoligis. Cultural unitiy disatukan oleh adanya kesamaan ras, suku, agama, adat dan budaya, keturunan dan daerah asal. Unsur-unsur ini menjadi identitas kelompok bangsa yang bersangkutan sehingga bisa dibedakan dengan bangsa lain.
Identitas yang dimiliki oleh sebuah cultural unity kurag lebih bersifat ascribtife (sudah ada sejak lahir), bersifat alamiah / bawaan, primer dan etnik. Identitas kesukubangsaan dapat diketahui dari sisi budaya orang yang bersangkutan.
Setiap anggota cultur unity memiliki kesetiaan atau loyalitas pada identitasnya. Misalnya, setia pada suku, agama, budaya, kerabat, daerah asal dan bahasanya. Identitas ini sering disebut sebagai identitas kelompok atau identitas primordial. Dalam hal ini loyalitas pada primodialnya memiliki ikatan emosional yang kuat serta melahirkan solidaritas erat.
2.      Identitas Political Unity atau Idrntitas Kebangsaan
Political Unity merujuk pada bangsa dalam pengertian politik, yaitu bangsa-negara. Kesamaan primordial dapat saja menciptakan bangsa tersebut untuk bernegara namun dewasa ini negara yang relatif homogen yang hanya terdiri dari satu bangsa tidak banyak terjadi. Negara baru perlu menciotakan identitas yang baru pula untuk bangsanya yang di sebut juga sebagai identitas nasional.
 Kebangsaan merupakan kesepakatan dari banyak bangsa didalamnya. Identitas kebangsaan bersifat buatan, sekunder, etis dan nasional. Beberapa bentuk identitas nasional adalah bahasa nasional, lambang nasional, semboyan nasional, bendera nasional dan ideologi nasional.
Ø  Unsur- Unsur Karakteristik Bangsa :
a.       Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.




b.      Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
c.       Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
d.      Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.

D.    Perwujudan Identitas Nasional
Sejarah Jati Diri Bangsa Indonesia
a.       Masa Kejayaan Nusantara (sebelum masa pergerakan nasional) 1293-1478
A.    Sriwijaya
 Berhasil menguasai wilayah Indonesia
 Masa dimulainya pelatakan dasar-dasar kebudayaan dan peradaban manusia
B.     Majapahit
Patih Gajah Mada : “Tan Mukti Palapa lamung durung Purna Hmusthi Nuswantara”
→ Tidak akan makan buah palapa sebelum dapat mempersatukan Nusantara
→ Tidak akan menikah sebelum berhasil “Indonesia Merdeka”
b.      Perlawanan Patiunus dalam Perjuangan menentang penjajahan 1512-1513
c.       Perang Aceh dalam perjuangan menentang perjuangan 1873-1907
d.      Budi Oetomo Berbasis Sub Kultur Jawa 1908, pergerakan dan kebangkitan Nasional yang menumbuhkan jiwa kebangsaan (Nasional dan Patriotisme)


e.       Sumpah Pemuda 1928, yang isinya :
·      Bertanah air satu, Tanah Air Indonesia
·      Berbangsa satu, Bangsa Indonesia
·      Berbahasa satu, Bahasa Indonesia
Sumpah Pemuda ini menumbuhkan jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia tetap berkeyakinan bahwa semangat Sumpah Pemuda tersebut tetap significan dan relevan hingga waktu sekarang dan yang akan datang.
f.       Pada masa Proklamasi 17-8-1945, yang merupakan :
·      Titik kulminasi perjuangan Bangsa Indonesia
·      Untuk membebaskan diri  dari  cengkraman penjajah
·      Menjadi momen kemerdekaan
·      The Declaration of Indonesian
·      Independence ke seluruh dunia
Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah mempunyai jiwa dan semangat kejuangan, cinta tanah air, patriotisme, nasionalisme,persatun dan kesatuan, pantang mundur, pantang menyerah, merdeka atau mati, gotong royong, rela berkorban, sebagai wujud jati diri bangsa Indonesia.
g.      Manusia Indonesia yang di pengaruhi lingkungan fisik dan demografis,serta system nilai yang diwarisi dari zaman ke zaman.
h.      Pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha,di lanjutkan dengan kebudayaan Islam dan Barat,saling berinteraksi dengan nilia-nilai local. Pergulatan nilai itu membentuk karakter manusia Indonesia yang bergerak dinamik.

E.      Keterkaitan Identitas Nasional dengan Globalisasi
Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif. Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan. Di era globalisasi, pergaulan antarbangsa semakin ketat. Batas antarnegara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses akulturasi, saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara budaya masing-masing
Konsekuensi dan implikasinya adalah identitas nasional juga sesuatu yang terbuka, dinamis, dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan funsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat kita menyadarkan bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam Pembukaan, khususnya dalam Pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu : “Pemerintah memajukan Kebudayan Nasional Indonesia“ yang diberi penjelasan : Kebudayan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat ebagi puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia “.
Dengan demikian secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk membina dan mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya, terlepas dari apa dan bagaimana kebudayaan itu dipahami yang dalam khasanah ilmiah terdapat tidak kurang dari 166 definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952 Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
Ø  Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
a.       Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
b.      Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
c.       Berkembangnya turisme dan pariwisata.
d.        Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
e.       Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
f.       Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
Munculnya arus globalisme yang dalam hal ini bagi sebuah Negara yang sedang berkembang akan mengancam eksistensinya sebagai sebuah bangsa. Sebagai bangsa yang masih dalam tahap berkembang kita memang tidak suka dengan globalisasi tetapi kita tidak bisa menghindarinya. Globalisasi harus kita jalani ibarat kita menaklukan seekor kuda liar kita yang berhasil menunggangi kuda tersebut atau kuda tersebut yang malah menunggangi kita. Mampu tidaknya kita menjawab tantangan globalisasi adalah bagaimana kita bisa memahami dan malaksanakan Pancasila dalam setiap kita berpikir dan bertindak.
Persolan utama Indonesia dalam mengarungi lautan Global ini adalah masih banyaknya kemiskinan, kebodohan dan kesenjangan sosial yang masih lebar. Dari beberapa persoalan diatas apabila kita mampu memaknai kembali Pancasila dan kemudian dimulai dari diri kita masing-masing untuk bisa menjalankan dalam kehidupan sehari-hari, maka globalisasi akan dapat kita arungi dan keutuhan NKRI masih bisa terjaga.

F.     Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memilki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala bangsa Indonesia berkembang menujufase nasionalisme modern, diletakanlan prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam filsafat hidup berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa yang diangkat dari filsafat hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat Negara yaitu Pancasila. Jadi, filsafat suatu bangsa dan Negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber pada kepribadiannya sendiri. Dapat pula dikatakan pula bahwa pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa. Jadi, filsafat pancasila itu bukan muncul secara tiba-tiba dan dipaksakan suatu rezim atau penguasa melainkan melalui suatu historis yang cukup panjang. Sejarah budaya bangsa sebagai akar Identitas Nasional.

G.    Penyimpangan Identitas Nasional
v  Geografis :
a.       Kurangnya kekuatan maritime yang memadai
b.      Pertahanan laut dan udara masih belum di kembangkan dengan optimal
Akibatnya wilayah yang jauh di pinggir perbatasan merasa di perhatikan dan dijaga dari kemungkinan datangnya ancaman luar
c.       Kebanyakan daerah perbatasan mengalami kelambanan dalam pembangunan infrakstruktural transportasi dan komunikasi sehingga mereka kurang berinteraksi dengan wilayah lin di tanah air,bahkan mereka lebih dekat dengan negara tetangga.
v  Kondisi geografis yang senjang juga terlihat mencolok antara wilayah pedesaan dengan wilayah perkotaan. Warga pedesaan merasa tertinggal dan tidak di perhatikan di bandingkan dengan warga di perkotaan. Muncul berbagai masalah social akibat ketimpangan pembangunan anatar daerah, dan proses urbanisasi yang tak berencana.

v  Demografis :
a.       Terjadinya kesenjangan antara generasi tua dengan generasi muda dalam memandang persoalan bangsa dan menghadapi tantangan hidup.
v  Sosial dan Budaya :
a.       Perasaan senasib-sepenanggungan semakin mencair
b.      Kristalisasi nilai kebangsaan mengalami keretakan di sana-sini
c.       Banyaknya pejabat yang menuntut hak-hak istimewa bagi kepentingan pribadinya, meskipun hak-hak dasar rakyat pada umumnya belum terpenuhi. Sikap itu pada gilirannya membuahkan tragedi pemerintahan yang lamban di tengah desakan kepentingan umum akibat bencana yang terjadi dimana-mana dan kondisi social ekonomi yang diterpa krisis dari waktu ke waktu
d.      Lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman
Gejala tersebut dapat di lihat dari menguatnya orientasi dalam kelompok, etnik, dan agama yang berpotensi menimbulkan konflik social dan bahkan disintegrasi bangsa. Masalah ini juga semakin serius akibat dari makin terbatasnya ruang public yang dapat diakses dan dikelola bersama masyarakat yang multikultur untuk penyaluran aspirasi. Dewasa ini muncul kecenderungan pengalihan ruang publik ke ruang privat karena desakan ekonomi.
e.       Kurangnya kemampuan bangsa dalam mengelola kekayaan budaya yang kasat mata (tangible) dan yang yang tidak kasat mata (intangible)
Dalam era otonomi daerah, pengelolaan kekayaan budaya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Kualitas pengelolaan yang rendah tidak hanya disebabkan oleh kapasitas fiskal, namun juga pemahaman, apresiasi, kesadaran, dan komitmen pemerintah daerah terhadap kekayaan budaya. Pengelolaan kekayaan budaya ini juga masih belum sepenuhnya menerapkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Sementara itu, apresiasi dan kecintaan masyarakat terhadap budaya dan produk dalam negeri masih rendah, antara lain karena keterbatasan informasi.




f.       Terjadinya krisis jati diri (identitas) nasional
Nilai – nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan keramahtamahan sosial yang pernah di anggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa indonesia, makin pudar bersamaan dengan menguatnya nilai – nilai materialisme. Demikian pula kebanggaan atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa indonesia secara baik dan benar, semakin terkikis oleh nilai – nilai yang dianggap lebih superior. Identitas nasional meluntur oleh cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, serta tidak mampunya bangsa indonesia mengadopsi budaya global yang lebih relevan bagi upaya pembangunan bangsa dan karakter bangsa (nation and character building).



DAFTAR PUSTAKA