A. Pengertian
Kata wakaf berasal dari
bahasa Arab “waqafa” yang berarti menahan atau berhenti. Kata al-Waqf dalam
bahasa Arab mengandung beberapa pengertian, yaitu menahan harta untuk
diwakafkan. Secara syariah, wakaf berarti menahan harta dan memberikan hartanya
di jalan Allah(Sabiq, 2008).
B. Jenis Wakaf
Berdasarkan
Peruntukan
1. Wakaf
Ahli (Wakaf Dzuri). Wakaf jenis ini
kadang juga disebut wakaf ‘alal audad,
yaitu wakaf yang diperuntukan baagi kepentingan dan jaminan sosial dalam
lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri. Wakaf ahli ini adalah
suatu hal yang baik karena pewakaf akan mendapat dua kebaikan, yaitu kebaikan
dari amal ibadah wakafnya, juga dai silaturahmi terhadap keluarga. Akan tetapi,
wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, akibat terbatasnya pihak-pihak yang
dapat mengambil manfaat darinya.
2. Wakaf
Khairi (Kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau
kemasyarakatan. Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan
masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, pantti asuhan anak yatim dan lain
sebagainya. Wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan
jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang dapat mengambil
manfaat darinya. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai denga tuuan wakaf itu sendiri secara umum.
Berdasarkan
Jenis Harta
Dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2000
tentang wakaf, dilihat dari jenis wakaf yang diwakafkan, wakaf terdiri atas:
1.
Benda tidak bergerak, yang kemudian
dapat dibagi menjadi:
a. Hak
atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terdiri atas:
1) Hak
milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar
2) Hak
atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
3) Hak
guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada di atas tanah negara
hak guna banguna atau hak pakai yang berada diatas tanah haak pengelolaan atau
hak milik pribadi yang harus mendapat
izin tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.
b. Bangunan
atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
c. Tanaman
dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
d. Hak
milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
e. Benda
tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan peraturan
perundang-undangan
2.
Benda bergerak selain uang terdiri atas:
a. Benda
digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan atau karena
ketetapan undang-undang
b. Benda
bergerak terbagi dalam benda bergerak
yang dapat dihabiskan dan tidak sapat dihabiskan karena pemakaian
c. Benda
bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakafkan, kecuali
air dan bahan bakar minyak yang
persediaannya berkelanjutan.
d. Benda
bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan, meliputi: kapal, pesawat
terbang, kendaraan bermotor, mesin atau peralatan industry, logam, dan batu
mulia.
e. Benda
bergerak selain uang karena peraturan perundang-undangan yang dapat diwakafkan
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip yariah sebagai berikut:
1)
Surat berharga yang berupa: saham, Surat
Utang Negara, obligasi, dan surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan
uang
2)
Hak atas kekayaan intelektual: hak
cipta, hak merk, hak paten, hak desain
industri, hak rahasia dagang, hak sirkuit terpadu, hak perlindungan varietas
tanaman, hak lainnya
3)
Hak atas benda bergerak lainnya yang
berupa: hak sewa, hak pakai hasil atasbenda bergerak, perikatan, tuntutan atas
jumlah uang yang dapat ditagih atas
benda bergerak
3.
Benda bergerak berupa uang yang
merupakan inovasi dalam keuangan publik islam, karena jarang ditemukan pada
fikih klasik. Wakaf tunai membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi
di bidang keagamaan, pendidikan dan pelayanan sosial, karena lebih fleksibel
pengelolaannya. Pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf tunai tersebut
dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang yang berbeda seperti pemeliharaan
harta-harta wakaf itu sendiri
Dasar hukum wakaf tunai:
“dan
para sahabat kita berbeda pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan
dinar. Orang yang membolehkan mempersewakan dirham dan dirham membolehkan
berwakaf dengannya dan yang tidak
memperbolehkan mempersewakan tidak mewakafkannya.”
(Hr. Imam Nawawi)
Berdasarkan
beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI melalui komisi fatwa
mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang
yang intinya berisi sebagai berikut:
a.
Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan oleh
seseorang , kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai
b.
Termasuk ke dalam pengertian uang adalah
surat-surat berharga
c.
Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
d.
Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan
digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan
secara syar’i
e.
Nilai pokok wakaf uang harus dijamin
kelestariannya, tidak boleh dijua, dihibahkan, dan atau diwariskan
Berdasarkan waktu
1. Muabbad,
yaitu wakaf yang diberikan untuk selamanya
2. Mu’aqqot,
yaitu wakaf yan diberikan dalam jangka waktu tertentu
Berdasarkan penggunaan harta yang diwakafkan
1. Mubasyir/dzati
yaitu harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat dan bisa digunakan secara langsung seperti
madrasah dan rumah sakit.
2. Istitsmary,
yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal dalam produksi
barab-barang dn pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun kemudian hasilnya
diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.
C. Sasaran dan Tujuan Wakaf
Wakaf memiliki sasaran
khusus yang sspesifik, yaitu:
1.
Semangat keagamaan
Allah berfirman: “dan carilah wasilah (sarana) untuk menuju kepadanya.” (QS.5:35). Sasaran wakaf ini berperan sebagai
sarana untuk mewujudkan sesuatu yang diniatkan oleh seorang pewakaf. Dengan
wakaf, pewakaf berniat untuk mendapatkan
rida Allah dan kesinambungan pahalla
yaitu selama harta yang diwakafkan memberi manfaat sekalipun ia telah meninggal
dunia.
2.
Semangat sosial
Sasaran ini diarahkan pada altivitas
kebajikan, didasarkan pada kesadaran manusia untuk berpartisipasi dalam
kegiatan bermasyarakat. Sehingga, wakaf yang dikeluarkan merupakan bukti
partisipasi dalam pembangunan masyarakat.
3.
Motivasi keluarga
Motivasi ini menjadikan wakaf sebagai
sarana mewujudkan rasa tanggun jawab kepada keluarga, terutama sebagai
jaminan hidup di masa depan.
4.
Dorongan kondisional
Terjadi jika seseorang yang ditinggalkan
keluarganya, sehingga tidak ada yang
akan menanggungnya. Atau seorang perantau yang jauh meningglakan keluarga.
Dengan wakaf, pewakaf bisa menyaluran haartanya dengan baik, sehingga tidak kuatir terjadi pemborosan atau
kepunahan kekayaan
5.
Dorongan naluri
Naluri manusia memang tidak ingin lepas
dari kepemilikannya. Setiap orang cenderung ingin menjaga peninggalan harta
orang tua atau kakeknya dari kehancuran
atau kemusnahan. Dengan wakaf, maka dia akan terdorong membatasi
pembelanjaan. Dengan berniat wakaf kepada seseorang atau lembaga tertentu, dia bisa menyaurkan hartanya dengan baik,
sehingga tidak kuatir terjadi pemborosan atau kepunahan kekayaan
D. Dasar Syariah
Sumber Hukum
1. Al-Qur’an
:
“...perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”(QS.22:77)
“kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahui.”(QS 3.92)
2. As-Sunah:
Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya
Rasulullah SAW, bersabda: “apbila anak Adam (manusia) meniggal dunia, maka
putuslah amalnya, kecuali tiga perkara:
shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, doa
anak saleh yang mendoakan orang tuanya.”
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Bhukari, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah SAW, bersabda: “Barang
siapa mewakafkan seekor kuda di jalan Allah dengan penuh keimanan dan
keikhlasan maka makannya, fesesnya dan air seninya itu menjadi amal kebaikan
dan timbangan di hari kiamat.”
E. Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun wakaf ada 4 (Depag,
2006), yaitu:
1. Pelaku
terdiri atas orang yang mewakafkan harta (wakil/pewakaf). Namun, ada pihakyang
memiki peran penting walaupun diluar rukun wakaf yaitu pihak yang diberi wakaf
untuk mengelola wakaf yang disebut nazhir
2. Barang
atau harta yang diwakafkan (mauquf bih)
3. Peruntukan
wakaf (mauquf ‘alaih)
4. Shighat
(pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta
bendanya termasuk penetapan jangka waktu dan peruntukan)
F. Pewakaf
Pewakaf disyaratkan memiliki
keccakapan hukum atau kamalul ahliyah (legally competent) dalam membelanjakan
hartanya. Kecakapan bertindak di sini
meliputi empat kriteria, yaitu:
a. Merdeka,
wakaf yang dilakukan oleh seorang budak tidak sah karena tidak memiliki hak
pribadi, sedankan wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan hak
milik itu kepada orang lain.
b. Berakal
sehat, wakaf yang dilakukan oleh seorang gila, lemah mental atau berubah akal
karena masalah usia, sakit atau kecelakaan tidak sah hukumnya, sebab ia tidak
mampu dan tida cakap melakukan akad serta tindakan lainnya.
c. Dewasa
(baligh), wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa hukumnya tidak sah
karena ia dipandang tidakk cakap
melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.
d. Tidak
berada di bawah pengampuan. Tujuan dari pengampuan ialah untuk menjaga harta supaya tidak habis
dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar
tidak menjadi beban orang lain. Orang yang berada di bawah pengampuan dipandang
tidak cakap untuk berbuat kebaikan, maka wakaf yang dilakukannya hukumannya
tidak sah. Wakaf juga harus didasarkan kemauan sendiri, bukan atas tekanan atau
paksaan dari pihak mana pun.
Namun ada kalanya seorang yang mewakafkan hartanya,
tetapi wakaf tersebut tidak langsung terlaksana, dan pelaksanaannya dikaitkan
dengan kerelaan orang lain. Ada beberapa hukum wakaf yang berkaitan dengan
masalah ini:
1.) Orang yang mempunyai utang, maka wakafnya ada
3 macam:
a.)
Jika ia berada di bawah pengampuan
karena utang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya, sedang utangnya
meliputi seluruh harta yang dimiliki, hukum wakafnya sah. Tetapi pelaksanaannya
tergantung pada kerelaan para kreditor
b.)
Jika ia berada di bawah pengampuan
karena utang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya ketika sedang menderita sakit parah, wakafnya
sah. Akan tetapi pelaksanaannya bergantung pada kerelaan para kreditor
c.)
Jika ia tidak di bawah pengampuan karena
utang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya ketika dalam keadaan
sehat, maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan, baik
utangnya meliputi seluruh harta
yang dimiliki atau hanya sebagian saja.
2.) Apabila
pewakaf mewakafkan hartanya ketika sedang sakit parah dan ketika mewakafkan
hartanya tersebut dia mamsih cakap untuk melakukan perbuatan baik , maka
wakafnya sah dan dapat dilaksanakan selama dia masih hidup. Hal ini karena
penyakitnya tidak bisa dipastikan
sebagai penyakit kematian. Jika kemudian pewakaf meninggal karena penyakit
yang dideritanya, maka
hukum wakafnya sebagai berikut:
a.)
Jika dia meninggal sebagai debitor, maka
hukum wakafnya seperti yang telah diutarakan dalam butir (1) di atas
b.)
Jika dia meninggal tidak sebagai
debitor, maka hukum wakaf yang terjadi ketika dia sedang sakit keras seperti
wasiat. Yaitu jika diberi wakaf buan ahi warisnya dan harta yang diwakafkan
tidak lebih dari 1/3 hartanya, maka
wakaf terlaksana hanya sebatas sepertiga hartanya saja, jika harta yang diwakafkan lebih dari 1/3 maka kelebihan
dari 1/3 tsb bergantung pada kerelaan ahli waris sebagai pemilik harta tsb
Nazhir atau
pengelola wakaf sebagai pihak yang
diberi amanat untuk mengelola wakaf memiliki syarat: muslim, berakal,
dewasa, adil, dan cakap hukum.
G. Mauquf Bih (Harta yang Diwakafkan)
Dalam UU no.41/2004
dinyatakan tidak ada pembatasan jumlah harta yang diwakafkan. Namun
terkait dengan hukum wasiat, makak sangat relevan bahwa pembatasan wakaf adalah
1/3 dari jumlah harta yang dimiliki. Tujuannya adalah untuk kesejahteraan
anggota keluarga pewakaf. Syarat sahnya harta wakaf ialah:
a. Harta
yang diwakafkan harus merupakan harta
benda yang bernilai (mutaqawwam). Mutaqawwam ialah segala sesuatu yang
dapat disimpan dan halal digunakan dalamkeadaan normal dan memiliki nilai harga
b. Harta
yang akan diwakafkan harus jelas sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan
c. Milik
pewakaf secara penuh
d. Harta
tersebut bukan milik bersama dan terpisah
e. Syarat-syarat
yang ditetapkan pewakaf terkait harta wakaf
H. Syarat Mauquf’alaih
Yang dimaksud mauquf’alaih adlah tujuan/peruntukan wakaf.
Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan
syariat islam. Ada perbedaan pendapat dari para fuqaha terkait dengan syarat
peruntukan wakaf yaitu:
a. Mazhab
Hanafi; mensyaratkan agar peruntukan wakaf ditujukan untuk ibadah dan syiar
islam menurut pandangan islam dan keyakinan pewakaf
b. Mazhab
Maliki; ,mensyaratkan agar peruntukan wakaf untuk ibadat menurut pandangan
pewakaf
c. Mazhab
Syafi’i dan Hambali; mensyaratkan agar peruntukan wakaf adalah ibadah menurut
pandangan islam saja tanpa memandang keyakinan pewakaf
I. Syarat Shighat (ikrar wakaf)
Pengertian shighat adalah segala ucapan, tulisan atau
isyarat dari orang yang berwakaf untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa
yang diinginkannya. Namun, shighat cukup dengan pernyataan/ikrar atau
penyerahan dari pewakaf tanpa memerlukkan
wabul dari penerima wakaf.
Pernyataan dalm bentuk ijab harus dilakukan karena wakaf adalah
melepaskan hak milik atas suatu benda dan manfaatnya atau dari manfaatnya saja
dan mengalihkannya kepada pihak lain. Ijab pewakaf mengungkapkan dengan jelas
keinginan peruntukan wakaf dari pewakaf.
Adapun lafal shighat wakaf
ada dua macam, yaitu:
a. Lafal
yang jelas (Sharih)
b. Lafal
kiasan (Kinayah)
Syarat sahnya shighat ijab,
baik berupa ucapan maupun tulisan ialah:
a. Shighat harus munajah. Maksudnya ialah shighat
menunjukan terjadi dan terlaksananya wakaf ketika setelah shighat ijab
diucapkan atau ditulis. Shighat harus singkat, tidak bertele-tele, jelas, dan
tegas
b. Shighat
tidak diikuti syarat batil (palsu). Maksudnya
ialah syarat yang menodai dasar
atau meniadakan hukum wakaf
c. Shighat
tidak mengandung suatu pengertian untuk
mencabut kembali wakaf yang sudah dilakukan
J. Pengelola Wakaf
Pengertian pengelola wakaf adalah pihak yang
menerima harta benda wakaf dari pewakaf
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi pengelola
wakaf sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengelola harta wakaf,
mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Hal-hal yang wajib dilakukan
oleh pengelola wakaf yaitu:
a. Melakukan
pengelolaan dan pemeliharaan barang yang diwakafkan
b. Melaksanakan
syarat dari pewakaf
c. Membela
dan mempertahankan kepentingan wakaf
d. Melunasi
utang wakaf dengan menggunakan pendapatan atau hasil produksi harta wakaf tsb
e. Menunaikan
hak-hak mustahik dari harta wakaf, tanpa menundanya, kecuali terjadi sesuatu
yang mengakibatkan pembagian tsb tertunda.
Hal-hal yang boleh dilakukan pengelola
wakaf, yaitu:
a.
Menyewakan harta wakaf
b.
Menanami tanahh wakaf
c.
Membangun pemukiman di atas tanah wakaf
d.
Mengubah kondisi harta wakaf menjadi
lebih baik
Hal-hal yang
tidak boleh dilakukan pengelola wakaf:
a.
Tidak melakukan dominasi atas harta wakaf
b.
Tidak boleh berutang atas nama wakaf
c.
Tidak boleh menggadaikan harta wakaf
d.
Tidak boleh mengizinkan seseorang
menggunakan harta wakaf tanppa bayaran
e.
Tidak boleh meminjamkan harta wakaf
kepada pihak yang tidak termasuk golongan peruntukan wakaf
K. Akuntansi lembaga wakaf
Secara umum, lembaga wakaf dibentuk atau didirikan untuk
mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat maksimalnya dapat
dicapai untuk kesejahteraan umat umumnya, dan menolong mereka yang kurang mampu
khususnya. Hingga saat ini belum ada PSAK yang mengatur tentang akuntansi
lembaga wakaf. Namun merujuk pada akuntansi konvensional serta praktik dari
lembaga wakaf yang telah beroperasi di Indonesia saat ini, maka perlakuan
akuntansi untuk zakat, infak/sedekah dengan wakaf tidak akan berbeda jauh. Hal
ini disebabkan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah harus dilakukan
pencatatannya secara terpisah atas setiap dana yang diterima.
L. Masalah pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf
Pada umumnya masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan
baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun disyariatkannya
wakaf. Selain itu, masih cukupp banyak masyarakat yang memahami bahwa benda
yang dapat diwakafkan hanyalah benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan,
dll. Dengan demikian peruntukannya pun
menjadi sangat terbatas, seperti untuk masjid, mushalla, rumah yatim piatu,
madrasah, sekolah dan sejenisnya. Sehingga perlu disosialisasikan kepada
masyarakat perlunya dikembangkkan wakaf
benda bergerak.
M. Pengelolaan dan Manajemen Wakaf
Pengelolaan dan manajemen wakaf yang lemah dapat
mengakibatkan pengelolaan harta wakaf tidak optimal, harta wakaf terlantar,
bahkkan harta wakaf dapat hilang. Untuk mengatasi masalah ini, paradigmma baru
dalam pengelolaan wakaf harus diterapkan. Wakaf harus dikelola secara produktif
dengan menggunakan manajemen modern. Untuk mmengelola wakaf secara produktif,
ada beberapa hal yang harus dilakukan. Selain perumusan konsepsi fikih wakaf
dan peraturan perundang-undangan, pengelola wakaf juga harus dibina dan dilatih
mmenjadi pengelola wakaf profesional untuk dapat mengembangkan harta yang
dikelolanya, apalagi jika harta wakaf tersebut menyangkut dengan uang.
A. Pengertian
Kata wakaf berasal dari
bahasa Arab “waqafa” yang berarti menahan atau berhenti. Kata al-Waqf dalam
bahasa Arab mengandung beberapa pengertian, yaitu menahan harta untuk
diwakafkan. Secara syariah, wakaf berarti menahan harta dan memberikan hartanya
di jalan Allah(Sabiq, 2008).
B. Jenis Wakaf
Berdasarkan
Peruntukan
1. Wakaf
Ahli (Wakaf Dzuri). Wakaf jenis ini
kadang juga disebut wakaf ‘alal audad,
yaitu wakaf yang diperuntukan baagi kepentingan dan jaminan sosial dalam
lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri. Wakaf ahli ini adalah
suatu hal yang baik karena pewakaf akan mendapat dua kebaikan, yaitu kebaikan
dari amal ibadah wakafnya, juga dai silaturahmi terhadap keluarga. Akan tetapi,
wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, akibat terbatasnya pihak-pihak yang
dapat mengambil manfaat darinya.
2. Wakaf
Khairi (Kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau
kemasyarakatan. Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan
masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, pantti asuhan anak yatim dan lain
sebagainya. Wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan
jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang dapat mengambil
manfaat darinya. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai denga tuuan wakaf itu sendiri secara umum.
Berdasarkan
Jenis Harta
Dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2000
tentang wakaf, dilihat dari jenis wakaf yang diwakafkan, wakaf terdiri atas:
1.
Benda tidak bergerak, yang kemudian
dapat dibagi menjadi:
a. Hak
atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terdiri atas:
1) Hak
milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar
2) Hak
atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
3) Hak
guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada di atas tanah negara
hak guna banguna atau hak pakai yang berada diatas tanah haak pengelolaan atau
hak milik pribadi yang harus mendapat
izin tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.
b. Bangunan
atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
c. Tanaman
dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
d. Hak
milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
e. Benda
tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan peraturan
perundang-undangan
2.
Benda bergerak selain uang terdiri atas:
a. Benda
digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan atau karena
ketetapan undang-undang
b. Benda
bergerak terbagi dalam benda bergerak
yang dapat dihabiskan dan tidak sapat dihabiskan karena pemakaian
c. Benda
bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakafkan, kecuali
air dan bahan bakar minyak yang
persediaannya berkelanjutan.
d. Benda
bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan, meliputi: kapal, pesawat
terbang, kendaraan bermotor, mesin atau peralatan industry, logam, dan batu
mulia.
e. Benda
bergerak selain uang karena peraturan perundang-undangan yang dapat diwakafkan
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip yariah sebagai berikut:
1)
Surat berharga yang berupa: saham, Surat
Utang Negara, obligasi, dan surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan
uang
2)
Hak atas kekayaan intelektual: hak
cipta, hak merk, hak paten, hak desain
industri, hak rahasia dagang, hak sirkuit terpadu, hak perlindungan varietas
tanaman, hak lainnya
3)
Hak atas benda bergerak lainnya yang
berupa: hak sewa, hak pakai hasil atasbenda bergerak, perikatan, tuntutan atas
jumlah uang yang dapat ditagih atas
benda bergerak
3.
Benda bergerak berupa uang yang
merupakan inovasi dalam keuangan publik islam, karena jarang ditemukan pada
fikih klasik. Wakaf tunai membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi
di bidang keagamaan, pendidikan dan pelayanan sosial, karena lebih fleksibel
pengelolaannya. Pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf tunai tersebut
dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang yang berbeda seperti pemeliharaan
harta-harta wakaf itu sendiri
Dasar hukum wakaf tunai:
“dan
para sahabat kita berbeda pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan
dinar. Orang yang membolehkan mempersewakan dirham dan dirham membolehkan
berwakaf dengannya dan yang tidak
memperbolehkan mempersewakan tidak mewakafkannya.”
(Hr. Imam Nawawi)
Berdasarkan
beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI melalui komisi fatwa
mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang
yang intinya berisi sebagai berikut:
a.
Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan oleh
seseorang , kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai
b.
Termasuk ke dalam pengertian uang adalah
surat-surat berharga
c.
Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
d.
Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan
digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan
secara syar’i
e.
Nilai pokok wakaf uang harus dijamin
kelestariannya, tidak boleh dijua, dihibahkan, dan atau diwariskan
Berdasarkan waktu
1. Muabbad,
yaitu wakaf yang diberikan untuk selamanya
2. Mu’aqqot,
yaitu wakaf yan diberikan dalam jangka waktu tertentu
Berdasarkan penggunaan harta yang diwakafkan
1. Mubasyir/dzati
yaitu harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat dan bisa digunakan secara langsung seperti
madrasah dan rumah sakit.
2. Istitsmary,
yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal dalam produksi
barab-barang dn pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun kemudian hasilnya
diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.
C. Sasaran dan Tujuan Wakaf
Wakaf memiliki sasaran
khusus yang sspesifik, yaitu:
1.
Semangat keagamaan
Allah berfirman: “dan carilah wasilah (sarana) untuk menuju kepadanya.” (QS.5:35). Sasaran wakaf ini berperan sebagai
sarana untuk mewujudkan sesuatu yang diniatkan oleh seorang pewakaf. Dengan
wakaf, pewakaf berniat untuk mendapatkan
rida Allah dan kesinambungan pahalla
yaitu selama harta yang diwakafkan memberi manfaat sekalipun ia telah meninggal
dunia.
2.
Semangat sosial
Sasaran ini diarahkan pada altivitas
kebajikan, didasarkan pada kesadaran manusia untuk berpartisipasi dalam
kegiatan bermasyarakat. Sehingga, wakaf yang dikeluarkan merupakan bukti
partisipasi dalam pembangunan masyarakat.
3.
Motivasi keluarga
Motivasi ini menjadikan wakaf sebagai
sarana mewujudkan rasa tanggun jawab kepada keluarga, terutama sebagai
jaminan hidup di masa depan.
4.
Dorongan kondisional
Terjadi jika seseorang yang ditinggalkan
keluarganya, sehingga tidak ada yang
akan menanggungnya. Atau seorang perantau yang jauh meningglakan keluarga.
Dengan wakaf, pewakaf bisa menyaluran haartanya dengan baik, sehingga tidak kuatir terjadi pemborosan atau
kepunahan kekayaan
5.
Dorongan naluri
Naluri manusia memang tidak ingin lepas
dari kepemilikannya. Setiap orang cenderung ingin menjaga peninggalan harta
orang tua atau kakeknya dari kehancuran
atau kemusnahan. Dengan wakaf, maka dia akan terdorong membatasi
pembelanjaan. Dengan berniat wakaf kepada seseorang atau lembaga tertentu, dia bisa menyaurkan hartanya dengan baik,
sehingga tidak kuatir terjadi pemborosan atau kepunahan kekayaan
D. Dasar Syariah
Sumber Hukum
1. Al-Qur’an
:
“...perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”(QS.22:77)
“kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahui.”(QS 3.92)
2. As-Sunah:
Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya
Rasulullah SAW, bersabda: “apbila anak Adam (manusia) meniggal dunia, maka
putuslah amalnya, kecuali tiga perkara:
shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, doa
anak saleh yang mendoakan orang tuanya.”
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Bhukari, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah SAW, bersabda: “Barang
siapa mewakafkan seekor kuda di jalan Allah dengan penuh keimanan dan
keikhlasan maka makannya, fesesnya dan air seninya itu menjadi amal kebaikan
dan timbangan di hari kiamat.”
E. Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun wakaf ada 4 (Depag,
2006), yaitu:
1. Pelaku
terdiri atas orang yang mewakafkan harta (wakil/pewakaf). Namun, ada pihakyang
memiki peran penting walaupun diluar rukun wakaf yaitu pihak yang diberi wakaf
untuk mengelola wakaf yang disebut nazhir
2. Barang
atau harta yang diwakafkan (mauquf bih)
3. Peruntukan
wakaf (mauquf ‘alaih)
4. Shighat
(pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta
bendanya termasuk penetapan jangka waktu dan peruntukan)
F. Pewakaf
Pewakaf disyaratkan memiliki
keccakapan hukum atau kamalul ahliyah (legally competent) dalam membelanjakan
hartanya. Kecakapan bertindak di sini
meliputi empat kriteria, yaitu:
a. Merdeka,
wakaf yang dilakukan oleh seorang budak tidak sah karena tidak memiliki hak
pribadi, sedankan wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan hak
milik itu kepada orang lain.
b. Berakal
sehat, wakaf yang dilakukan oleh seorang gila, lemah mental atau berubah akal
karena masalah usia, sakit atau kecelakaan tidak sah hukumnya, sebab ia tidak
mampu dan tida cakap melakukan akad serta tindakan lainnya.
c. Dewasa
(baligh), wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa hukumnya tidak sah
karena ia dipandang tidakk cakap
melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.
d. Tidak
berada di bawah pengampuan. Tujuan dari pengampuan ialah untuk menjaga harta supaya tidak habis
dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar
tidak menjadi beban orang lain. Orang yang berada di bawah pengampuan dipandang
tidak cakap untuk berbuat kebaikan, maka wakaf yang dilakukannya hukumannya
tidak sah. Wakaf juga harus didasarkan kemauan sendiri, bukan atas tekanan atau
paksaan dari pihak mana pun.
Namun ada kalanya seorang yang mewakafkan hartanya,
tetapi wakaf tersebut tidak langsung terlaksana, dan pelaksanaannya dikaitkan
dengan kerelaan orang lain. Ada beberapa hukum wakaf yang berkaitan dengan
masalah ini:
1.) Orang yang mempunyai utang, maka wakafnya ada
3 macam:
a.)
Jika ia berada di bawah pengampuan
karena utang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya, sedang utangnya
meliputi seluruh harta yang dimiliki, hukum wakafnya sah. Tetapi pelaksanaannya
tergantung pada kerelaan para kreditor
b.)
Jika ia berada di bawah pengampuan
karena utang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya ketika sedang menderita sakit parah, wakafnya
sah. Akan tetapi pelaksanaannya bergantung pada kerelaan para kreditor
c.)
Jika ia tidak di bawah pengampuan karena
utang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya ketika dalam keadaan
sehat, maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan, baik
utangnya meliputi seluruh harta
yang dimiliki atau hanya sebagian saja.
2.) Apabila
pewakaf mewakafkan hartanya ketika sedang sakit parah dan ketika mewakafkan
hartanya tersebut dia mamsih cakap untuk melakukan perbuatan baik , maka
wakafnya sah dan dapat dilaksanakan selama dia masih hidup. Hal ini karena
penyakitnya tidak bisa dipastikan
sebagai penyakit kematian. Jika kemudian pewakaf meninggal karena penyakit
yang dideritanya, maka
hukum wakafnya sebagai berikut:
a.)
Jika dia meninggal sebagai debitor, maka
hukum wakafnya seperti yang telah diutarakan dalam butir (1) di atas
b.)
Jika dia meninggal tidak sebagai
debitor, maka hukum wakaf yang terjadi ketika dia sedang sakit keras seperti
wasiat. Yaitu jika diberi wakaf buan ahi warisnya dan harta yang diwakafkan
tidak lebih dari 1/3 hartanya, maka
wakaf terlaksana hanya sebatas sepertiga hartanya saja, jika harta yang diwakafkan lebih dari 1/3 maka kelebihan
dari 1/3 tsb bergantung pada kerelaan ahli waris sebagai pemilik harta tsb
Nazhir atau
pengelola wakaf sebagai pihak yang
diberi amanat untuk mengelola wakaf memiliki syarat: muslim, berakal,
dewasa, adil, dan cakap hukum.
G. Mauquf Bih (Harta yang Diwakafkan)
Dalam UU no.41/2004
dinyatakan tidak ada pembatasan jumlah harta yang diwakafkan. Namun
terkait dengan hukum wasiat, makak sangat relevan bahwa pembatasan wakaf adalah
1/3 dari jumlah harta yang dimiliki. Tujuannya adalah untuk kesejahteraan
anggota keluarga pewakaf. Syarat sahnya harta wakaf ialah:
a. Harta
yang diwakafkan harus merupakan harta
benda yang bernilai (mutaqawwam). Mutaqawwam ialah segala sesuatu yang
dapat disimpan dan halal digunakan dalamkeadaan normal dan memiliki nilai harga
b. Harta
yang akan diwakafkan harus jelas sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan
c. Milik
pewakaf secara penuh
d. Harta
tersebut bukan milik bersama dan terpisah
e. Syarat-syarat
yang ditetapkan pewakaf terkait harta wakaf
H. Syarat Mauquf’alaih
Yang dimaksud mauquf’alaih adlah tujuan/peruntukan wakaf.
Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan
syariat islam. Ada perbedaan pendapat dari para fuqaha terkait dengan syarat
peruntukan wakaf yaitu:
a. Mazhab
Hanafi; mensyaratkan agar peruntukan wakaf ditujukan untuk ibadah dan syiar
islam menurut pandangan islam dan keyakinan pewakaf
b. Mazhab
Maliki; ,mensyaratkan agar peruntukan wakaf untuk ibadat menurut pandangan
pewakaf
c. Mazhab
Syafi’i dan Hambali; mensyaratkan agar peruntukan wakaf adalah ibadah menurut
pandangan islam saja tanpa memandang keyakinan pewakaf
I. Syarat Shighat (ikrar wakaf)
Pengertian shighat adalah segala ucapan, tulisan atau
isyarat dari orang yang berwakaf untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa
yang diinginkannya. Namun, shighat cukup dengan pernyataan/ikrar atau
penyerahan dari pewakaf tanpa memerlukkan
wabul dari penerima wakaf.
Pernyataan dalm bentuk ijab harus dilakukan karena wakaf adalah
melepaskan hak milik atas suatu benda dan manfaatnya atau dari manfaatnya saja
dan mengalihkannya kepada pihak lain. Ijab pewakaf mengungkapkan dengan jelas
keinginan peruntukan wakaf dari pewakaf.
Adapun lafal shighat wakaf
ada dua macam, yaitu:
a. Lafal
yang jelas (Sharih)
b. Lafal
kiasan (Kinayah)
Syarat sahnya shighat ijab,
baik berupa ucapan maupun tulisan ialah:
a. Shighat harus munajah. Maksudnya ialah shighat
menunjukan terjadi dan terlaksananya wakaf ketika setelah shighat ijab
diucapkan atau ditulis. Shighat harus singkat, tidak bertele-tele, jelas, dan
tegas
b. Shighat
tidak diikuti syarat batil (palsu). Maksudnya
ialah syarat yang menodai dasar
atau meniadakan hukum wakaf
c. Shighat
tidak mengandung suatu pengertian untuk
mencabut kembali wakaf yang sudah dilakukan
J. Pengelola Wakaf
Pengertian pengelola wakaf adalah pihak yang
menerima harta benda wakaf dari pewakaf
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi pengelola
wakaf sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengelola harta wakaf,
mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Hal-hal yang wajib dilakukan
oleh pengelola wakaf yaitu:
a. Melakukan
pengelolaan dan pemeliharaan barang yang diwakafkan
b. Melaksanakan
syarat dari pewakaf
c. Membela
dan mempertahankan kepentingan wakaf
d. Melunasi
utang wakaf dengan menggunakan pendapatan atau hasil produksi harta wakaf tsb
e. Menunaikan
hak-hak mustahik dari harta wakaf, tanpa menundanya, kecuali terjadi sesuatu
yang mengakibatkan pembagian tsb tertunda.
Hal-hal yang boleh dilakukan pengelola
wakaf, yaitu:
a.
Menyewakan harta wakaf
b.
Menanami tanahh wakaf
c.
Membangun pemukiman di atas tanah wakaf
d.
Mengubah kondisi harta wakaf menjadi
lebih baik
Hal-hal yang
tidak boleh dilakukan pengelola wakaf:
a.
Tidak melakukan dominasi atas harta wakaf
b.
Tidak boleh berutang atas nama wakaf
c.
Tidak boleh menggadaikan harta wakaf
d.
Tidak boleh mengizinkan seseorang
menggunakan harta wakaf tanppa bayaran
e.
Tidak boleh meminjamkan harta wakaf
kepada pihak yang tidak termasuk golongan peruntukan wakaf
K. Akuntansi lembaga wakaf
Secara umum, lembaga wakaf dibentuk atau didirikan untuk
mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat maksimalnya dapat
dicapai untuk kesejahteraan umat umumnya, dan menolong mereka yang kurang mampu
khususnya. Hingga saat ini belum ada PSAK yang mengatur tentang akuntansi
lembaga wakaf. Namun merujuk pada akuntansi konvensional serta praktik dari
lembaga wakaf yang telah beroperasi di Indonesia saat ini, maka perlakuan
akuntansi untuk zakat, infak/sedekah dengan wakaf tidak akan berbeda jauh. Hal
ini disebabkan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah harus dilakukan
pencatatannya secara terpisah atas setiap dana yang diterima.
L. Masalah pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf
Pada umumnya masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan
baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun disyariatkannya
wakaf. Selain itu, masih cukupp banyak masyarakat yang memahami bahwa benda
yang dapat diwakafkan hanyalah benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan,
dll. Dengan demikian peruntukannya pun
menjadi sangat terbatas, seperti untuk masjid, mushalla, rumah yatim piatu,
madrasah, sekolah dan sejenisnya. Sehingga perlu disosialisasikan kepada
masyarakat perlunya dikembangkkan wakaf
benda bergerak.
M. Pengelolaan dan Manajemen Wakaf
Pengelolaan dan manajemen wakaf yang lemah dapat
mengakibatkan pengelolaan harta wakaf tidak optimal, harta wakaf terlantar,
bahkkan harta wakaf dapat hilang. Untuk mengatasi masalah ini, paradigmma baru
dalam pengelolaan wakaf harus diterapkan. Wakaf harus dikelola secara produktif
dengan menggunakan manajemen modern. Untuk mmengelola wakaf secara produktif,
ada beberapa hal yang harus dilakukan. Selain perumusan konsepsi fikih wakaf
dan peraturan perundang-undangan, pengelola wakaf juga harus dibina dan dilatih
mmenjadi pengelola wakaf profesional untuk dapat mengembangkan harta yang
dikelolanya, apalagi jika harta wakaf tersebut menyangkut dengan uang.
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda...