Monday, 21 April 2014

Wakaf dalam Akuntansi Syariah



A. Pengertian
Kata wakaf berasal dari bahasa Arab “waqafa” yang berarti menahan atau berhenti. Kata al-Waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian, yaitu menahan harta untuk diwakafkan. Secara syariah, wakaf berarti menahan harta dan memberikan hartanya di jalan Allah(Sabiq, 2008).

B. Jenis Wakaf
Berdasarkan Peruntukan
1.    Wakaf Ahli (Wakaf Dzuri). Wakaf jenis  ini kadang juga disebut wakaf ‘alal audad, yaitu wakaf yang diperuntukan baagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri. Wakaf ahli ini adalah suatu hal yang baik karena pewakaf akan mendapat dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga dai silaturahmi terhadap keluarga. Akan tetapi, wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, akibat terbatasnya pihak-pihak yang dapat mengambil  manfaat darinya.
2.    Wakaf Khairi (Kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau kemasyarakatan. Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, pantti asuhan anak yatim dan lain sebagainya. Wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang dapat mengambil manfaat darinya. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai denga  tuuan wakaf itu sendiri secara umum.





Berdasarkan Jenis Harta
Dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2000 tentang wakaf, dilihat dari jenis wakaf yang diwakafkan, wakaf terdiri atas:
1.         Benda tidak bergerak, yang kemudian dapat dibagi menjadi:
a.    Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terdiri atas:
1)   Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar
2)   Hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3)   Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada di atas tanah negara hak guna banguna atau hak pakai yang berada diatas tanah haak pengelolaan atau hak milik  pribadi yang harus mendapat izin tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.
b.    Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
c.    Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
d.   Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
e.    Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan


2.        Benda bergerak selain uang terdiri atas:
a.    Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat  berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang
b.    Benda bergerak terbagi dalam  benda bergerak yang dapat dihabiskan dan tidak sapat dihabiskan karena pemakaian
c.    Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakafkan, kecuali air dan bahan bakar minyak  yang persediaannya berkelanjutan.
d.   Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan, meliputi: kapal, pesawat terbang, kendaraan bermotor, mesin atau peralatan industry, logam, dan batu mulia.
e.    Benda bergerak selain uang karena peraturan perundang-undangan yang dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip yariah sebagai berikut:
1)        Surat berharga yang berupa: saham, Surat Utang Negara, obligasi, dan surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang
2)        Hak atas kekayaan intelektual: hak cipta, hak merk,  hak paten, hak desain industri, hak rahasia dagang, hak sirkuit terpadu, hak perlindungan varietas tanaman, hak lainnya
3)        Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa: hak sewa, hak pakai hasil atasbenda bergerak, perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas  benda bergerak
3.         Benda bergerak berupa uang yang merupakan inovasi dalam keuangan publik islam, karena jarang ditemukan pada fikih klasik. Wakaf tunai membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi di bidang keagamaan, pendidikan dan pelayanan sosial, karena lebih fleksibel pengelolaannya. Pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf tunai tersebut dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang yang berbeda seperti pemeliharaan harta-harta wakaf itu sendiri

Dasar hukum wakaf tunai:
“dan para sahabat kita berbeda pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang membolehkan mempersewakan dirham dan dirham membolehkan berwakaf dengannya dan  yang tidak memperbolehkan mempersewakan tidak mewakafkannya.”
(Hr. Imam Nawawi)
            Berdasarkan beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI melalui komisi fatwa mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang  yang intinya berisi sebagai berikut:
a.          Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang , kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai
b.        Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga
c.         Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
d.        Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal  yang dibolehkan secara  syar’i
e.         Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijua, dihibahkan, dan atau diwariskan


Berdasarkan waktu
1.    Muabbad, yaitu wakaf yang diberikan untuk selamanya
2.    Mu’aqqot, yaitu wakaf yan diberikan dalam jangka waktu tertentu

Berdasarkan penggunaan harta yang diwakafkan
1.    Mubasyir/dzati yaitu harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat  dan bisa digunakan secara langsung seperti madrasah dan rumah sakit.
2.    Istitsmary, yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal dalam produksi barab-barang dn pelayanan yang dibolehkan syara’  dalam bentuk apapun kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.
C. Sasaran dan Tujuan Wakaf
Wakaf memiliki sasaran khusus yang sspesifik,  yaitu:
1.        Semangat keagamaan
Allah berfirman: “dan carilah wasilah (sarana) untuk menuju kepadanya.”  (QS.5:35). Sasaran wakaf ini berperan sebagai sarana untuk mewujudkan sesuatu yang diniatkan oleh seorang pewakaf. Dengan wakaf,  pewakaf berniat untuk mendapatkan rida  Allah dan kesinambungan pahalla yaitu selama harta yang diwakafkan memberi manfaat sekalipun ia telah meninggal dunia.
2.        Semangat sosial
Sasaran ini diarahkan pada altivitas kebajikan, didasarkan pada kesadaran manusia untuk berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat. Sehingga, wakaf yang dikeluarkan merupakan bukti partisipasi dalam pembangunan masyarakat.

3.        Motivasi keluarga
Motivasi ini menjadikan wakaf sebagai sarana mewujudkan rasa tanggun jawab kepada keluarga, terutama sebagai jaminan  hidup di masa  depan.
4.        Dorongan kondisional
Terjadi jika seseorang yang ditinggalkan keluarganya, sehingga tidak ada  yang akan menanggungnya. Atau seorang perantau yang jauh meningglakan keluarga. Dengan wakaf, pewakaf bisa menyaluran haartanya dengan baik, sehingga  tidak kuatir terjadi pemborosan atau kepunahan kekayaan
5.        Dorongan naluri
Naluri manusia memang tidak ingin lepas dari kepemilikannya. Setiap orang cenderung ingin menjaga peninggalan harta orang tua atau kakeknya dari kehancuran  atau kemusnahan. Dengan wakaf, maka dia akan terdorong membatasi pembelanjaan. Dengan berniat wakaf kepada seseorang atau  lembaga tertentu,  dia bisa menyaurkan hartanya dengan baik, sehingga tidak kuatir terjadi pemborosan atau kepunahan kekayaan

D. Dasar Syariah
Sumber Hukum
1.      Al-Qur’an :
“...perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”(QS.22:77)
“kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang  kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui.”(QS 3.92)
2.      As-Sunah:
Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda: “apbila  anak Adam (manusia) meniggal  dunia, maka  putuslah amalnya, kecuali  tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, doa  anak saleh yang mendoakan orang tuanya.”
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Bhukari, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW, bersabda: “Barang siapa mewakafkan seekor kuda di jalan Allah dengan penuh keimanan dan keikhlasan maka makannya, fesesnya dan air seninya itu menjadi amal kebaikan dan timbangan di hari kiamat.”
E. Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun wakaf ada 4 (Depag, 2006), yaitu:
1.      Pelaku terdiri atas orang yang mewakafkan harta (wakil/pewakaf). Namun, ada pihakyang memiki peran penting walaupun diluar rukun wakaf yaitu pihak yang diberi wakaf untuk mengelola wakaf yang disebut nazhir
2.      Barang atau harta yang diwakafkan (mauquf bih)
3.      Peruntukan wakaf (mauquf ‘alaih)
4.      Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya termasuk penetapan jangka waktu dan peruntukan)




F. Pewakaf
Pewakaf disyaratkan memiliki keccakapan hukum atau kamalul ahliyah (legally competent) dalam membelanjakan hartanya.  Kecakapan bertindak di sini meliputi empat kriteria, yaitu:
a.       Merdeka, wakaf yang dilakukan oleh seorang budak tidak sah karena tidak memiliki hak pribadi, sedankan wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan hak milik itu kepada orang lain.
b.      Berakal sehat, wakaf yang dilakukan oleh seorang gila, lemah mental atau berubah akal karena masalah usia, sakit atau kecelakaan tidak sah hukumnya, sebab ia tidak mampu dan tida cakap melakukan akad serta tindakan lainnya.
c.       Dewasa (baligh), wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa hukumnya tidak sah karena ia dipandang tidakk  cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.
d.      Tidak berada di bawah pengampuan. Tujuan dari pengampuan  ialah untuk menjaga harta supaya tidak habis dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi beban orang lain. Orang yang berada di bawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan, maka wakaf yang dilakukannya hukumannya tidak sah. Wakaf juga harus didasarkan kemauan sendiri, bukan atas tekanan atau paksaan dari  pihak mana  pun.

Namun ada kalanya seorang yang mewakafkan hartanya, tetapi wakaf tersebut tidak langsung terlaksana, dan pelaksanaannya dikaitkan dengan kerelaan orang lain. Ada beberapa hukum wakaf yang berkaitan dengan masalah ini:
1.)     Orang yang mempunyai utang, maka wakafnya ada 3 macam:
a.)    Jika ia berada di bawah pengampuan karena utang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya, sedang utangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki, hukum wakafnya sah. Tetapi pelaksanaannya tergantung pada kerelaan para kreditor
b.)    Jika ia berada di bawah pengampuan karena utang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya  ketika sedang menderita sakit parah, wakafnya sah. Akan tetapi pelaksanaannya bergantung pada kerelaan para kreditor
c.)    Jika ia tidak di bawah pengampuan karena utang dan  mewakafkan seluruh  atau sebagian hartanya ketika dalam keadaan sehat, maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan,  baik  utangnya meliputi seluruh harta  yang dimiliki atau hanya sebagian saja.
2.)    Apabila pewakaf mewakafkan hartanya ketika sedang sakit parah dan ketika mewakafkan hartanya tersebut dia mamsih cakap untuk melakukan perbuatan baik , maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan selama dia masih hidup. Hal ini karena penyakitnya  tidak bisa dipastikan sebagai penyakit kematian. Jika kemudian pewakaf meninggal karena penyakit yang  dideritanya,  maka  hukum wakafnya sebagai berikut:
a.)    Jika dia meninggal sebagai debitor, maka hukum wakafnya seperti yang telah diutarakan dalam butir (1) di atas
b.)    Jika dia meninggal tidak sebagai debitor, maka hukum wakaf yang terjadi ketika dia sedang sakit keras seperti wasiat. Yaitu jika diberi wakaf buan ahi warisnya dan harta yang diwakafkan tidak lebih dari 1/3 hartanya,  maka wakaf terlaksana hanya sebatas sepertiga hartanya saja, jika harta  yang diwakafkan lebih dari 1/3 maka kelebihan dari 1/3 tsb bergantung pada kerelaan ahli waris sebagai pemilik harta tsb
Nazhir atau pengelola wakaf sebagai pihak yang  diberi amanat untuk mengelola wakaf memiliki syarat: muslim, berakal, dewasa, adil, dan cakap hukum.

G. Mauquf Bih (Harta yang Diwakafkan)
            Dalam UU no.41/2004  dinyatakan tidak ada pembatasan jumlah harta yang diwakafkan. Namun terkait dengan hukum wasiat, makak sangat relevan bahwa pembatasan wakaf adalah 1/3 dari jumlah harta yang dimiliki. Tujuannya adalah untuk kesejahteraan anggota keluarga pewakaf. Syarat sahnya harta wakaf ialah:
a.       Harta yang diwakafkan harus merupakan harta  benda yang bernilai (mutaqawwam). Mutaqawwam ialah segala sesuatu yang dapat disimpan dan halal digunakan dalamkeadaan normal dan memiliki nilai harga
b.      Harta yang akan diwakafkan harus jelas sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan
c.       Milik pewakaf secara penuh
d.      Harta tersebut bukan milik bersama dan terpisah
e.       Syarat-syarat yang ditetapkan pewakaf terkait harta wakaf
H. Syarat Mauquf’alaih
            Yang dimaksud mauquf’alaih adlah tujuan/peruntukan wakaf. Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syariat islam. Ada perbedaan pendapat dari para fuqaha terkait dengan syarat peruntukan wakaf yaitu:
a.       Mazhab Hanafi; mensyaratkan agar peruntukan wakaf ditujukan untuk ibadah dan syiar islam menurut pandangan islam dan keyakinan pewakaf
b.      Mazhab Maliki; ,mensyaratkan agar peruntukan wakaf untuk ibadat menurut pandangan pewakaf
c.       Mazhab Syafi’i dan Hambali; mensyaratkan agar peruntukan wakaf adalah ibadah menurut pandangan islam saja tanpa memandang keyakinan pewakaf
I. Syarat Shighat (ikrar wakaf)
            Pengertian shighat adalah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berwakaf untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Namun, shighat cukup dengan pernyataan/ikrar atau penyerahan dari pewakaf tanpa memerlukkan  wabul dari penerima wakaf.  Pernyataan dalm bentuk ijab harus dilakukan karena wakaf adalah melepaskan hak milik atas suatu benda dan manfaatnya atau dari manfaatnya saja dan mengalihkannya kepada pihak lain. Ijab pewakaf mengungkapkan dengan jelas keinginan peruntukan wakaf dari pewakaf.
Adapun lafal shighat wakaf ada dua macam, yaitu:
a.       Lafal yang jelas (Sharih)
b.      Lafal kiasan (Kinayah)


Syarat sahnya shighat ijab, baik berupa ucapan maupun tulisan ialah:
a.        Shighat harus munajah. Maksudnya ialah shighat menunjukan terjadi dan terlaksananya wakaf ketika setelah shighat ijab diucapkan atau ditulis. Shighat harus singkat, tidak bertele-tele, jelas, dan tegas
b.      Shighat tidak diikuti syarat batil (palsu). Maksudnya  ialah syarat yang  menodai dasar atau meniadakan hukum wakaf
c.       Shighat tidak mengandung suatu  pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang sudah dilakukan
J. Pengelola Wakaf
            Pengertian pengelola wakaf adalah pihak yang menerima  harta benda wakaf dari pewakaf untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi pengelola wakaf sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengelola harta wakaf, mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Hal-hal yang wajib dilakukan oleh pengelola wakaf yaitu:
a.       Melakukan pengelolaan dan pemeliharaan barang yang diwakafkan
b.      Melaksanakan syarat dari pewakaf
c.       Membela dan mempertahankan kepentingan wakaf
d.      Melunasi utang wakaf dengan menggunakan pendapatan atau hasil produksi harta wakaf tsb
e.       Menunaikan hak-hak mustahik dari harta wakaf, tanpa menundanya, kecuali terjadi sesuatu yang mengakibatkan pembagian tsb tertunda.
Hal-hal yang boleh dilakukan pengelola wakaf, yaitu:
a.       Menyewakan harta wakaf
b.      Menanami tanahh wakaf
c.       Membangun pemukiman di atas tanah wakaf
d.      Mengubah kondisi harta wakaf menjadi lebih baik
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pengelola wakaf:
a.       Tidak melakukan dominasi atas harta wakaf
b.      Tidak boleh berutang atas nama wakaf
c.       Tidak boleh menggadaikan harta wakaf
d.      Tidak boleh mengizinkan seseorang menggunakan harta wakaf tanppa bayaran
e.       Tidak boleh meminjamkan harta wakaf kepada pihak yang tidak termasuk golongan peruntukan wakaf
K. Akuntansi lembaga wakaf
            Secara umum, lembaga wakaf dibentuk atau didirikan untuk mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat maksimalnya dapat dicapai untuk kesejahteraan umat umumnya, dan menolong mereka yang kurang mampu khususnya. Hingga saat ini belum ada PSAK yang mengatur tentang akuntansi lembaga wakaf. Namun merujuk pada akuntansi konvensional serta praktik dari lembaga wakaf yang telah beroperasi di Indonesia saat ini, maka perlakuan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah dengan wakaf tidak akan berbeda jauh. Hal ini disebabkan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah harus dilakukan pencatatannya secara terpisah atas setiap dana yang diterima.

L. Masalah pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf
            Pada umumnya masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun disyariatkannya wakaf. Selain itu, masih cukupp banyak masyarakat yang memahami bahwa benda yang dapat diwakafkan hanyalah benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, dll.  Dengan demikian peruntukannya pun menjadi sangat terbatas, seperti untuk masjid, mushalla, rumah yatim piatu, madrasah, sekolah dan sejenisnya. Sehingga perlu disosialisasikan kepada masyarakat perlunya dikembangkkan wakaf  benda bergerak.
M. Pengelolaan dan Manajemen Wakaf
            Pengelolaan dan manajemen wakaf yang lemah dapat mengakibatkan pengelolaan harta wakaf tidak optimal, harta wakaf terlantar, bahkkan harta wakaf dapat hilang. Untuk mengatasi masalah ini, paradigmma baru dalam pengelolaan wakaf harus diterapkan. Wakaf harus dikelola secara produktif dengan menggunakan manajemen modern. Untuk mmengelola wakaf secara produktif, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Selain perumusan konsepsi fikih wakaf dan peraturan perundang-undangan, pengelola wakaf juga harus dibina dan dilatih mmenjadi pengelola wakaf profesional untuk dapat mengembangkan harta yang dikelolanya, apalagi jika harta wakaf tersebut menyangkut dengan uang.
A. Pengertian
Kata wakaf berasal dari bahasa Arab “waqafa” yang berarti menahan atau berhenti. Kata al-Waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian, yaitu menahan harta untuk diwakafkan. Secara syariah, wakaf berarti menahan harta dan memberikan hartanya di jalan Allah(Sabiq, 2008).

B. Jenis Wakaf
Berdasarkan Peruntukan
1.    Wakaf Ahli (Wakaf Dzuri). Wakaf jenis  ini kadang juga disebut wakaf ‘alal audad, yaitu wakaf yang diperuntukan baagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri. Wakaf ahli ini adalah suatu hal yang baik karena pewakaf akan mendapat dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga dai silaturahmi terhadap keluarga. Akan tetapi, wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, akibat terbatasnya pihak-pihak yang dapat mengambil  manfaat darinya.
2.    Wakaf Khairi (Kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau kemasyarakatan. Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, pantti asuhan anak yatim dan lain sebagainya. Wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang dapat mengambil manfaat darinya. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai denga  tuuan wakaf itu sendiri secara umum.





Berdasarkan Jenis Harta
Dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2000 tentang wakaf, dilihat dari jenis wakaf yang diwakafkan, wakaf terdiri atas:
1.         Benda tidak bergerak, yang kemudian dapat dibagi menjadi:
a.    Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terdiri atas:
1)   Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar
2)   Hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3)   Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada di atas tanah negara hak guna banguna atau hak pakai yang berada diatas tanah haak pengelolaan atau hak milik  pribadi yang harus mendapat izin tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.
b.    Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
c.    Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
d.   Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
e.    Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan


2.        Benda bergerak selain uang terdiri atas:
a.    Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat  berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang
b.    Benda bergerak terbagi dalam  benda bergerak yang dapat dihabiskan dan tidak sapat dihabiskan karena pemakaian
c.    Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakafkan, kecuali air dan bahan bakar minyak  yang persediaannya berkelanjutan.
d.   Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan, meliputi: kapal, pesawat terbang, kendaraan bermotor, mesin atau peralatan industry, logam, dan batu mulia.
e.    Benda bergerak selain uang karena peraturan perundang-undangan yang dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip yariah sebagai berikut:
1)        Surat berharga yang berupa: saham, Surat Utang Negara, obligasi, dan surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang
2)        Hak atas kekayaan intelektual: hak cipta, hak merk,  hak paten, hak desain industri, hak rahasia dagang, hak sirkuit terpadu, hak perlindungan varietas tanaman, hak lainnya
3)        Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa: hak sewa, hak pakai hasil atasbenda bergerak, perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas  benda bergerak
3.         Benda bergerak berupa uang yang merupakan inovasi dalam keuangan publik islam, karena jarang ditemukan pada fikih klasik. Wakaf tunai membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi di bidang keagamaan, pendidikan dan pelayanan sosial, karena lebih fleksibel pengelolaannya. Pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf tunai tersebut dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang yang berbeda seperti pemeliharaan harta-harta wakaf itu sendiri

Dasar hukum wakaf tunai:
“dan para sahabat kita berbeda pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang membolehkan mempersewakan dirham dan dirham membolehkan berwakaf dengannya dan  yang tidak memperbolehkan mempersewakan tidak mewakafkannya.”
(Hr. Imam Nawawi)
            Berdasarkan beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI melalui komisi fatwa mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang  yang intinya berisi sebagai berikut:
a.          Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang , kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai
b.        Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga
c.         Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
d.        Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal  yang dibolehkan secara  syar’i
e.         Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijua, dihibahkan, dan atau diwariskan


Berdasarkan waktu
1.    Muabbad, yaitu wakaf yang diberikan untuk selamanya
2.    Mu’aqqot, yaitu wakaf yan diberikan dalam jangka waktu tertentu

Berdasarkan penggunaan harta yang diwakafkan
1.    Mubasyir/dzati yaitu harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat  dan bisa digunakan secara langsung seperti madrasah dan rumah sakit.
2.    Istitsmary, yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal dalam produksi barab-barang dn pelayanan yang dibolehkan syara’  dalam bentuk apapun kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.
C. Sasaran dan Tujuan Wakaf
Wakaf memiliki sasaran khusus yang sspesifik,  yaitu:
1.        Semangat keagamaan
Allah berfirman: “dan carilah wasilah (sarana) untuk menuju kepadanya.”  (QS.5:35). Sasaran wakaf ini berperan sebagai sarana untuk mewujudkan sesuatu yang diniatkan oleh seorang pewakaf. Dengan wakaf,  pewakaf berniat untuk mendapatkan rida  Allah dan kesinambungan pahalla yaitu selama harta yang diwakafkan memberi manfaat sekalipun ia telah meninggal dunia.
2.        Semangat sosial
Sasaran ini diarahkan pada altivitas kebajikan, didasarkan pada kesadaran manusia untuk berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat. Sehingga, wakaf yang dikeluarkan merupakan bukti partisipasi dalam pembangunan masyarakat.

3.        Motivasi keluarga
Motivasi ini menjadikan wakaf sebagai sarana mewujudkan rasa tanggun jawab kepada keluarga, terutama sebagai jaminan  hidup di masa  depan.
4.        Dorongan kondisional
Terjadi jika seseorang yang ditinggalkan keluarganya, sehingga tidak ada  yang akan menanggungnya. Atau seorang perantau yang jauh meningglakan keluarga. Dengan wakaf, pewakaf bisa menyaluran haartanya dengan baik, sehingga  tidak kuatir terjadi pemborosan atau kepunahan kekayaan
5.        Dorongan naluri
Naluri manusia memang tidak ingin lepas dari kepemilikannya. Setiap orang cenderung ingin menjaga peninggalan harta orang tua atau kakeknya dari kehancuran  atau kemusnahan. Dengan wakaf, maka dia akan terdorong membatasi pembelanjaan. Dengan berniat wakaf kepada seseorang atau  lembaga tertentu,  dia bisa menyaurkan hartanya dengan baik, sehingga tidak kuatir terjadi pemborosan atau kepunahan kekayaan

D. Dasar Syariah
Sumber Hukum
1.      Al-Qur’an :
“...perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”(QS.22:77)
“kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang  kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui.”(QS 3.92)
2.      As-Sunah:
Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda: “apbila  anak Adam (manusia) meniggal  dunia, maka  putuslah amalnya, kecuali  tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, doa  anak saleh yang mendoakan orang tuanya.”
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Bhukari, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW, bersabda: “Barang siapa mewakafkan seekor kuda di jalan Allah dengan penuh keimanan dan keikhlasan maka makannya, fesesnya dan air seninya itu menjadi amal kebaikan dan timbangan di hari kiamat.”
E. Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun wakaf ada 4 (Depag, 2006), yaitu:
1.      Pelaku terdiri atas orang yang mewakafkan harta (wakil/pewakaf). Namun, ada pihakyang memiki peran penting walaupun diluar rukun wakaf yaitu pihak yang diberi wakaf untuk mengelola wakaf yang disebut nazhir
2.      Barang atau harta yang diwakafkan (mauquf bih)
3.      Peruntukan wakaf (mauquf ‘alaih)
4.      Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya termasuk penetapan jangka waktu dan peruntukan)




F. Pewakaf
Pewakaf disyaratkan memiliki keccakapan hukum atau kamalul ahliyah (legally competent) dalam membelanjakan hartanya.  Kecakapan bertindak di sini meliputi empat kriteria, yaitu:
a.       Merdeka, wakaf yang dilakukan oleh seorang budak tidak sah karena tidak memiliki hak pribadi, sedankan wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan hak milik itu kepada orang lain.
b.      Berakal sehat, wakaf yang dilakukan oleh seorang gila, lemah mental atau berubah akal karena masalah usia, sakit atau kecelakaan tidak sah hukumnya, sebab ia tidak mampu dan tida cakap melakukan akad serta tindakan lainnya.
c.       Dewasa (baligh), wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa hukumnya tidak sah karena ia dipandang tidakk  cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.
d.      Tidak berada di bawah pengampuan. Tujuan dari pengampuan  ialah untuk menjaga harta supaya tidak habis dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi beban orang lain. Orang yang berada di bawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan, maka wakaf yang dilakukannya hukumannya tidak sah. Wakaf juga harus didasarkan kemauan sendiri, bukan atas tekanan atau paksaan dari  pihak mana  pun.

Namun ada kalanya seorang yang mewakafkan hartanya, tetapi wakaf tersebut tidak langsung terlaksana, dan pelaksanaannya dikaitkan dengan kerelaan orang lain. Ada beberapa hukum wakaf yang berkaitan dengan masalah ini:
1.)     Orang yang mempunyai utang, maka wakafnya ada 3 macam:
a.)    Jika ia berada di bawah pengampuan karena utang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya, sedang utangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki, hukum wakafnya sah. Tetapi pelaksanaannya tergantung pada kerelaan para kreditor
b.)    Jika ia berada di bawah pengampuan karena utang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya  ketika sedang menderita sakit parah, wakafnya sah. Akan tetapi pelaksanaannya bergantung pada kerelaan para kreditor
c.)    Jika ia tidak di bawah pengampuan karena utang dan  mewakafkan seluruh  atau sebagian hartanya ketika dalam keadaan sehat, maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan,  baik  utangnya meliputi seluruh harta  yang dimiliki atau hanya sebagian saja.
2.)    Apabila pewakaf mewakafkan hartanya ketika sedang sakit parah dan ketika mewakafkan hartanya tersebut dia mamsih cakap untuk melakukan perbuatan baik , maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan selama dia masih hidup. Hal ini karena penyakitnya  tidak bisa dipastikan sebagai penyakit kematian. Jika kemudian pewakaf meninggal karena penyakit yang  dideritanya,  maka  hukum wakafnya sebagai berikut:
a.)    Jika dia meninggal sebagai debitor, maka hukum wakafnya seperti yang telah diutarakan dalam butir (1) di atas
b.)    Jika dia meninggal tidak sebagai debitor, maka hukum wakaf yang terjadi ketika dia sedang sakit keras seperti wasiat. Yaitu jika diberi wakaf buan ahi warisnya dan harta yang diwakafkan tidak lebih dari 1/3 hartanya,  maka wakaf terlaksana hanya sebatas sepertiga hartanya saja, jika harta  yang diwakafkan lebih dari 1/3 maka kelebihan dari 1/3 tsb bergantung pada kerelaan ahli waris sebagai pemilik harta tsb
Nazhir atau pengelola wakaf sebagai pihak yang  diberi amanat untuk mengelola wakaf memiliki syarat: muslim, berakal, dewasa, adil, dan cakap hukum.

G. Mauquf Bih (Harta yang Diwakafkan)
            Dalam UU no.41/2004  dinyatakan tidak ada pembatasan jumlah harta yang diwakafkan. Namun terkait dengan hukum wasiat, makak sangat relevan bahwa pembatasan wakaf adalah 1/3 dari jumlah harta yang dimiliki. Tujuannya adalah untuk kesejahteraan anggota keluarga pewakaf. Syarat sahnya harta wakaf ialah:
a.       Harta yang diwakafkan harus merupakan harta  benda yang bernilai (mutaqawwam). Mutaqawwam ialah segala sesuatu yang dapat disimpan dan halal digunakan dalamkeadaan normal dan memiliki nilai harga
b.      Harta yang akan diwakafkan harus jelas sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan
c.       Milik pewakaf secara penuh
d.      Harta tersebut bukan milik bersama dan terpisah
e.       Syarat-syarat yang ditetapkan pewakaf terkait harta wakaf
H. Syarat Mauquf’alaih
            Yang dimaksud mauquf’alaih adlah tujuan/peruntukan wakaf. Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syariat islam. Ada perbedaan pendapat dari para fuqaha terkait dengan syarat peruntukan wakaf yaitu:
a.       Mazhab Hanafi; mensyaratkan agar peruntukan wakaf ditujukan untuk ibadah dan syiar islam menurut pandangan islam dan keyakinan pewakaf
b.      Mazhab Maliki; ,mensyaratkan agar peruntukan wakaf untuk ibadat menurut pandangan pewakaf
c.       Mazhab Syafi’i dan Hambali; mensyaratkan agar peruntukan wakaf adalah ibadah menurut pandangan islam saja tanpa memandang keyakinan pewakaf
I. Syarat Shighat (ikrar wakaf)
            Pengertian shighat adalah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berwakaf untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Namun, shighat cukup dengan pernyataan/ikrar atau penyerahan dari pewakaf tanpa memerlukkan  wabul dari penerima wakaf.  Pernyataan dalm bentuk ijab harus dilakukan karena wakaf adalah melepaskan hak milik atas suatu benda dan manfaatnya atau dari manfaatnya saja dan mengalihkannya kepada pihak lain. Ijab pewakaf mengungkapkan dengan jelas keinginan peruntukan wakaf dari pewakaf.
Adapun lafal shighat wakaf ada dua macam, yaitu:
a.       Lafal yang jelas (Sharih)
b.      Lafal kiasan (Kinayah)


Syarat sahnya shighat ijab, baik berupa ucapan maupun tulisan ialah:
a.        Shighat harus munajah. Maksudnya ialah shighat menunjukan terjadi dan terlaksananya wakaf ketika setelah shighat ijab diucapkan atau ditulis. Shighat harus singkat, tidak bertele-tele, jelas, dan tegas
b.      Shighat tidak diikuti syarat batil (palsu). Maksudnya  ialah syarat yang  menodai dasar atau meniadakan hukum wakaf
c.       Shighat tidak mengandung suatu  pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang sudah dilakukan
J. Pengelola Wakaf
            Pengertian pengelola wakaf adalah pihak yang menerima  harta benda wakaf dari pewakaf untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi pengelola wakaf sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengelola harta wakaf, mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Hal-hal yang wajib dilakukan oleh pengelola wakaf yaitu:
a.       Melakukan pengelolaan dan pemeliharaan barang yang diwakafkan
b.      Melaksanakan syarat dari pewakaf
c.       Membela dan mempertahankan kepentingan wakaf
d.      Melunasi utang wakaf dengan menggunakan pendapatan atau hasil produksi harta wakaf tsb
e.       Menunaikan hak-hak mustahik dari harta wakaf, tanpa menundanya, kecuali terjadi sesuatu yang mengakibatkan pembagian tsb tertunda.
Hal-hal yang boleh dilakukan pengelola wakaf, yaitu:
a.       Menyewakan harta wakaf
b.      Menanami tanahh wakaf
c.       Membangun pemukiman di atas tanah wakaf
d.      Mengubah kondisi harta wakaf menjadi lebih baik
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pengelola wakaf:
a.       Tidak melakukan dominasi atas harta wakaf
b.      Tidak boleh berutang atas nama wakaf
c.       Tidak boleh menggadaikan harta wakaf
d.      Tidak boleh mengizinkan seseorang menggunakan harta wakaf tanppa bayaran
e.       Tidak boleh meminjamkan harta wakaf kepada pihak yang tidak termasuk golongan peruntukan wakaf
K. Akuntansi lembaga wakaf
            Secara umum, lembaga wakaf dibentuk atau didirikan untuk mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat maksimalnya dapat dicapai untuk kesejahteraan umat umumnya, dan menolong mereka yang kurang mampu khususnya. Hingga saat ini belum ada PSAK yang mengatur tentang akuntansi lembaga wakaf. Namun merujuk pada akuntansi konvensional serta praktik dari lembaga wakaf yang telah beroperasi di Indonesia saat ini, maka perlakuan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah dengan wakaf tidak akan berbeda jauh. Hal ini disebabkan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah harus dilakukan pencatatannya secara terpisah atas setiap dana yang diterima.

L. Masalah pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf
            Pada umumnya masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun disyariatkannya wakaf. Selain itu, masih cukupp banyak masyarakat yang memahami bahwa benda yang dapat diwakafkan hanyalah benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, dll.  Dengan demikian peruntukannya pun menjadi sangat terbatas, seperti untuk masjid, mushalla, rumah yatim piatu, madrasah, sekolah dan sejenisnya. Sehingga perlu disosialisasikan kepada masyarakat perlunya dikembangkkan wakaf  benda bergerak.
M. Pengelolaan dan Manajemen Wakaf

            Pengelolaan dan manajemen wakaf yang lemah dapat mengakibatkan pengelolaan harta wakaf tidak optimal, harta wakaf terlantar, bahkkan harta wakaf dapat hilang. Untuk mengatasi masalah ini, paradigmma baru dalam pengelolaan wakaf harus diterapkan. Wakaf harus dikelola secara produktif dengan menggunakan manajemen modern. Untuk mmengelola wakaf secara produktif, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Selain perumusan konsepsi fikih wakaf dan peraturan perundang-undangan, pengelola wakaf juga harus dibina dan dilatih mmenjadi pengelola wakaf profesional untuk dapat mengembangkan harta yang dikelolanya, apalagi jika harta wakaf tersebut menyangkut dengan uang.

0 comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda...