Tuesday, 22 April 2014

Akad Musyarakah dalam Akuntansi Syariah


A.     PENGERTIAN AKAD MUSYARAKAH
            Menurut Afzalur Rahman, Deputy Secretary General in The Muslim School Trust, secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara masing – masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan.
            Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No.106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana. Para mitra bersama – sama menyediakan dana untuk mendanai sebuah usaha tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru, selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain. Investasi musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas atau aset nonkas.
            Musyarakah merupakan akad kerja sama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, para mitra sama – sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra lainnya.
            Setiap mitra harus memberi kontribusi dalam pekerjaan dan ia menjadi wakil mitra lain juga sebagai agen bagi usaha kemitraan. Sehingga seorang mitra tidak dapat lepas tangan dari aktivitas yang dilakukan mitra lainnya dalam menjalankan aktivitas bisnis yang normal.
            Dengan bergabungnya dua orang atau lebih, hasil yang diperoleh diharapkan jauh lebih baik dibandingkan jika dilakukan sendiri, karena didukung oleh kemampuan akumulasi modal yang lebih besar, relasi bisnis yang lebih luas, keahlian yang lebih beragam, wawasan yang lebih luas, pengendalian yang lebih tinggi dan lain sebagainya.
            Apabila usaha tersebut untung maka keuntungan akan dibagikan kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang telah disepakati (baik presentase maupun periodenya harus secara tegas dan jelas ditentukan di dalam perjanjian), sedangkan bila rugi akan didistribusikan pada para mitra sesuai dengan porsi modal dari setiap mitra. Hal tersebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa pihak – pihak yang terlibat dalam suatu transaksi harus bersama – sama menanggung (berbagi) risiko.
            Pada dasarnya, atas modal yang ditanamkan tidak boleh ada jaminan dari mitra lainnya karena bertentangan dengan prinsip untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi). Namun demikian, untuk mencegah mitra melakukan kelalaian, melakukan kesalahan yang disengaja atau melanggar perjanjian yang sudah disepakati, diperbolehkan meminta jaminan dari mitra lain atau pihak ketiga. Tentu saja jaminan ini baru dapat dicairkan apabila terbukti ia melakukan penyimpangan. PSAK No.106 par 7 memberikan beberapa contoh kesalahan yang disengaja yaitu: (a) pelanggaran terhadap akad; antara lain, penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional, atau (b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
            Dalam musyarakah, dapat ditemukan aplikasi ajaran Islam tentang ta’awun (gotong royong), ukhuwah (persaudaraan) dan keadilan. Keadilan sangat terasa ketika penentuan nisbah untuk pembagian keuntungan yang bisa saja berbeda dari porsi modal karena disesuaikan oleh faktor lain selain modal misalnya keahlian, pengalaman, ketersediaan waktu dan sebagainya. Selain itu keuntungan yang dibagikan kepada pemilik modal merupakan keuntungan riil, bukan merupakan nilai nominal yang telah ditetapkan sebelumnya seperti bunga/riba. Prinsip keadilan juga terasa ketika orang yang punya modal lebih besar akan menanggung risiko finansial yang juga lebih besar.
            Untuk menghindari persengketaan di kemudian hari, sebaiknya akad kerja sama dibuat secara tertulis dan dihadiri oleh para saksi. Akad atau perjanjian tersebut harus mencakup berbagai aspek antara lain terkait dengan besaran modal dan penggunaannya (tujuan usaha musyarakah), pembagian kerja di antara mitra, nisbah yang digunakan sebagai dasar pembagian laba dan periode pembagiannya dan lain sebagainya. Apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, atau terjadi persengketaan, para pihak dapat merujuk kepada kontrak yang telah disepakati bersama.
              
B.     JENIS AKAD MUSYARAKAH
Berdasarkan Eksistensi
1.    Syirkah Al Milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang keberadaanya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atas suatu kekayaan (aset). Misalnya, dua orang atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi – bagi. Contoh lain, berupa kepemilikan suatu jenis barang (misalnya, rumah) yang dibeli bersama. Dalam hal ini, para mitra harus berbagi atas harta kekayaan tersebut berikut pendapatan yang dapat dihasilkannya sesuai dengan porsi masing – masing sampai mereka memutuskan untuk membagi atau menjualnya.
     Untuk tetap menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang menyangkut harta bersama kecuali atas izin mitra yang bersangkutan. Syirkah Al Milk kadang bersifat ikhtiariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau jabariyyah (jabari/tidak sukarela/involuntary).
     Apabila harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memutuskan untuk tetap memilikinya bersama, maka syirkah al milk tersebut bersifat ikhtiari (sukarela/voluntary). Contoh lain dari syirkah jenis ini adalah kepemilikan suatu jenis barang (misalnya, rumah) yang dibeli secara bersama.
     Namun, apabila barang tersebut tidak dapat dibagi – bagi dan mereka terpaksa harus memilikinya bersama, maka syirkah al mil tersebut bersifat jabari (tidak sukarela/involuntary/terpaksa). Misalnya, syirkah di antara ahli waris terhadap harta warisan tertentu, sebelum dilakukan pembagian.
2.    Syirkah Al’uqud (kontrak), yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra dapat berkontribusi dengan modal/dana dan atau dengan bekerja, serta berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu kerja sama investasi dan berbagi untung dan risiko. Berbeda dengan syirkah al milk, dalam kerja sama jenis ini setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil dari pihak lainnya Syirkah Al’uqud dapat dibagi  menjadi sebagai berikut.

a.    Syirkah Abdan
Syirkah Abdan (syirkah fisik), disebut juga syirkah ‘amal (syirkah kerja) atau syirkah shanaa’i (syirkah para tukang) atau syirkah taqabbul (syirkah penerimaan). Syirkah Abdan adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja/profesional di mana mereka sepakat untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima.
Para mitra mengkontribusikan keahlian dan tenaganya untuk mengelola bisnis tanpa menyetorkan modal. Hasil atau upah dari pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan mereka. Contoh: kerja sama antara para akuntan, dokter, ilmu hukum, tukang jahit, tukang bangunan dan lainnya.
Dalam syirkah abdan, jenis keahlian yang dimiliki para mitra dapat sama atau berbeda, demikian juga dengan waktu yang dicurahkan atau alokasi kerja pun dapat sama atau berbeda. Para mitra bebas menentukan siapa yang menjadi pemimpin dan pelaksana. Dalam setiap pekerjaan yang disepakati oleh seorang mitra mengikat mitra lainnya.
b.    Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh adalah kerja sama antara dua pihak di mana masing – masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Masing – masing mitra menyumbangkan nama baik, reputasi, credit worthiness, tanpa menyetorkan modal. Contohnya: dua orang atau lebih membeli sesuatu barang tanpa modal atau dengan kredit, yang ada hanyalah nama baik mereka dan kepercayaan para pedagang terhadap mereka, dan keuntungan yang diperoleh adalah untuk mereka. Setiap mitra menjadi penanggung dan agen bagi mitra yang lainnya, dengan kata lain pembelian barang tersebut ditanggung bersama. Keuntungan dibagi kepada para mitra berdasarkan kesepakatan bersama.
c.    Syirkah ‘Inan
Syirkah ‘Inan (negosiasi) adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak – pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam hal modal maupun pekerjaan. Tanggung jawab para mitra dapat berbeda dalam pengelolaan usaha. Setiap mitra bertindak sebagai kuasa (agen) dari kemitraan itu, tetapi bukan merupakan penjamin bagi mitra usaha lainnya. Namun demikian, kewajiban terhadap pihak ketiga adalah sendiri – sendiri, tidak ditanggung secara bersama – sama.
Setiap mitra bertindak sebagai agen untuk kepentingan pihak laindan terbatas hanya pada hubungan di antara para mitra. Dalam arti, hanya mitra yang melakukan transaksi yang bersangkutan saja yang dapat mengajukan gugatan kepada pihak lain yang telah melakukan hubungan perjanjian dengannya, dan pihak ketiga tersebut hanya dapat melakukan tindakan hukum terhadap mitra yang melakukan hubungan perjanjian dengannya saja. Hal ini disebabkan karena dalam kemitraan ‘inan, di antara para mitra hanya saling memberikan kuasa, tetapi tidak saling memberikan penjaminan. Sebagai konsekuensinya, seorang  mitra tidak bertanggung jawab terhadap kewajiban yang dibuat oleh mitra lainnya. Utang yang diperoleh oleh seorang mitra atau yang diberikan oleh seorang mitra tidak dapat ditagih kepada atau dituntut oleh para mitra yang lain.
Keuntungan yang diperoleh akan dibagi pada para mitra sesuai kesepakatan sedangkan kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
d.    Syirkah Mufawwadhah
Syirkah Mufawwadhah adalah  bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak – pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun risiko kerugian. Masing – masing mitra memiliki kewenangan penuh untuk bertindak bagi dan atas nama pihak yang lain. Konsekuensinya, setiap mitra sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan – tindakan hukum dan komitmen – komitmen dari para mitra lainnya dalam segala hal yang menyangkut kemitraan ini.
Dengan demikian, tuntutan pihak ketiga dapat diajukan kepada setiap mitra, dan secara bersama – sama bertanggung jawab atas kewajiban (liabilities) kemitraan tersebut, sepanjang kewajiban (liabilities) yang ada memang timbul dari operasi bisnis syirkah tersebut. Sebaliknya, setiap mitra dapat mengajukan tuntutan terhadap pihak ketiga tanpa perlu memperhatikan apakah mitra yang bersangkutan terlibat langsung dengan transaksi yang menimbulkan tuntutan itu. Bentuk syirkah ini mirip seperti firma, namun dalam firma jumlah modal yang disetorkan tidak harus sama.
Terlepas dari jenisnya, akad kerja sama dibolehkan secara syariah asalkan memenuhi rukun dan ketentuan syariahnya.

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
1.    Musyarakah Permanen
Musyarakah Permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No. 106 par 04). Contohnya, antara mitra A dan mitra P yang melakukan akad musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal masing – masing Rp 20.000.000, maka sampai akhir masa akad syirkah modal mereka masing – masing tetap Rp 20.000.000.
2.    Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutanaqisah adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut. (PSAK No. 106 par 04) contohnya, antara Mitra A dan Mitra P melakukan akad musyarakah, mitra P menanamkan Rp 10.000.000 dan Mitra A menanamkan Rp 20.000.000. seiring berjalannya kerja sama akad musyarakah tersebut, modal Mitra P Rp 10.000.000 tersebut akan beralih kepada Mitra A melalui pelunasan secara bertahap yang dilakukan oleh Mitra A.

C.     DASAR SYARIAH
Sumber Hukum Akad Musyarakah
1.    Al – Quran
     “Maka mereka berserikat pada sepertiga.” (QS 4:12)
     “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang – orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (QS 38:24)
2.    As – Sunnah
     Hadis Qudsi: “Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, sepanjang salah seorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya. Apabila seseorang berkhianat terhadap lainnya maka Aku keluar dari keduanya.” (HR. Abu Dawud dan Al – Hakim dari Abu Hurairah)
     “Pertolongan Allah tercurah atas dua pihak yang berserikat, sepanjang keduanya tidak saling berkhianat.” (HR. Muslim)
     Berdasarkan keterangan Al – Quran dan Hadis tersebut, pada prinsipnya seluruh ahli fiqih sepakat menetapkan bahwa hukum musyarakah adalah mubah, meskipun mereka masih mempersilahkan keabsahan hukum dari beberapa jenis akad musyarakah.

Rukun dan Ketentuan Syariah dalam Akad Musyarakah
Prinsip dasar yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip kemitraan dan kerja sama antara pihak – pihak yang terkait untuk meraih kemajuan bersama. Unsur – unsur yang harus ada dalam akad musyarakah atau rukun musyarakah ada empat, yaitu:
1.    Pelaku terdiri atas para mitra.
2.    Objek musyarakah berupa modal dan kerja.
3.    Ijab kabul/serah terima.
4.    Nisbah keuntungan.
Ketentuan syariah
1.    Pelaku: Para mitra harus cakap hukum dan baligh.
2.    Objek musyarakah: Objek musyarakah merupakan suatu konsekuensi dengan dilakukannya akad musyarakah yaitu harus ada modal dan kerja.
a.    Modal
1)   Modal yang diberikan harus tunai.
2)   Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, perak, aset perdagangan, atau aset tidak berwujud seperti lisensi, hak paten, dan sebagainya.
3)   Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainya terlebih dahulu dan harus disepakati bersama.
4)   Modal yang diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur. Tidak dibolehkan pemisahan modal dari masing – masing pihak untuk kepentingan khusus. Misalnya, yang satu khusus membiayai pembelian bangunan, dan yang lain untuk membiayai pembelian perlengkapan kantor.
5)   Dalam kondisi normal, setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset kemitraan.
6)   Mitra tidak boleh meminjam uang atas nama usaha musyarakah, demikian juga meminjamkan uang kepada pihak ketiga dari modal musyarakah, menyumbang atau menghadiahkan uang tersebut. Kecuali, mitra lain telah menyepakatinya.
7)   Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan modal itu untuk kepentingannya sendiri.
8)   Pada prinsipnya dalam musyarakah tidak boleh ada pinjaman modal, seorang mitra tidak bisa menjamin modal mitra lainnya, karena musyarakah didasarkan prinsip al ghunmu bi al ghurmi–hak untuk mendapat keuntungan berhubungan dengan risiko yang diterima. Namun demikian, seorang mitra dapat meminta mitra lain menyediakan jaminan dan baru dapat dicairkan apabila mitra tersebut melakukan kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
9)   Modal yang ditanamkan tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh syariah.
b.    Kerja
1)   Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah.
2)   Tidak dibenarkan bila salah seorang di antara mitra menyatakan tidak ikut serta menangani pekerjaan dalam kemitraan tersebut.
3)   Meskipun porsi kerja antara satu mitra dengan mitra lainnya tidak harus sama. Mitra yang porsi kerjanya lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan yang lebih besar.
4)   Setiap mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya.
5)   Para mitra harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
6)   Seorang mitra yang melaksanakan pekerjaan di luar wilayah tugas yang ia sepakati, berkah mempekerjakan orang lain untuk menangani pekerjaan tersebut. Jika ia sendiri yang melakukan pekerjaan itu, ia berhak menerima upah yang sama dengan yang dibayar untuk pekerjaan itu di tempat lain, karena biaya pekerjaan tersebut merupakan tanggungan musyarakah.
7)   Jika seorang mitra mempekerjakan pekerja lain untuk melaksanakan tugas yang menjual bagiannya, biaya yang timbul harus ditanggungnya sendiri.
3.    Ijab kabul
     Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak – pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara – cara komunikasi modern.
4.    Nisbah
a.    Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para mitra di awal akad sehingga risiko perselisihan di antara para mitra dapat dihilangkan.
b.    Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c.    Keuntungan harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan keuntungan tersebut misalnya bagi hasil atau bagi laba.
d.    Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
e.    Mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungannya sendiri dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena hal ini sama dengan riba dan dapat melanggar prinsip keadilan dan prinsip untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).
f.     Pada prinsipnya keuntungan milik para mitra namun diperbolehkan mengalokasikan keuntungan untuk pihak ketiga bila disepakati, misalnya untuk organisasi kemampuan tertentu atau untuk cadangan (reserve).
Apabila terjadi kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan porsi modal dari masing – masing mitra. Dalam musyarakah yang berkelanjutan (going concern) dibolehkan untuk menunda alokasi kerugian dan dikompensasikan dengan keuntungan pada masa – masa berikutnya. Sehingga nilai modal musyarakah adalah tetap sebesar jumlah yang disetorkan dan selisih dari modal adalah merupakan keuntungan atau kerugian.
Berakhirnya Akad Musyarakah
Akad musyarakah akan berakhir, jika:
1.    Salah seorang mitra menghentikan akad.
2.    Salah seorang mitra meninggal, atau hilang akal. Dalam hal ini mitra yang meninggal atau hilang akal dapat digantikan oleh salah seorang ahli warisnya yang cakap hukum (baligh dan berakal sehat) apabila disetujui oleh semua ahli waris lain dan mitra lainnya.
3.    Modal musyarakah hilang/habis.     Apabila salah satu mitra keluar dari kemitraan baik dengan mengundurkan diri, meninggal atau hilang akal maka kemitraan tersebut dikatakan bubar. Karena musyarakah berawal dari kesepakatan untuk bekerja sama dan dalam kegiatan operasional setiap mitra mewakili mitra lainnya. Dengan salah seorang mitra tidak ada lagi berarti hubungan perwakilan itu sudah tidak ada.

D.     ILUSTRASI PENCATATAN AKUNTANSI MUSYARAKAH (PSAK 106)
Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola sendiri ataupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya; sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya adalah lembaga keuangan). Mitra aktif adalah pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga mitra aktif yang akan melakukan pencatatan akuntansi, atau jika dia menunjuk pihak lain mengelola usaha maka pihak tersebut yang akan melakukan pencatatan akuntansi.
            Pada hakikatnya, pencatatan atas semua transaksi usaha musyarakah harus dipisahkan dengan pencatatan lainnya. Untuk memudahkan ilustrasi, kami akan mencatat transaksi usaha musyarakah seolah – olah ditunjuk pihak lain untuk melakukan pencatatan akuntansi, walaupun pencatatannya masih di bawah tanggung jawab mitra aktif.

Akuntansi untuk Mitra Aktif dan Mitra Pasif
Akuntansi untuk mitra aktif dan mitra pasif masih dianggap sama, karena dalam ilustrasi ini pencatatan akuntansi untuk usaha musyarakah dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk agar lebih mudah diilustrasikan. Oleh karena pada hakikatnya jurnal yang dibuat oleh pihak ketiga atau mitra aktif adalah sama. Perbedaannya jika pencatatan dilakukan oleh mitra aktif, maka ia harus membuat akun buku besar pembantu untuk memisahkan pencatatan dari transaksi musyarakah dengan transaksi lainnya. Sementara apabila ada perbedaan perlakuan akuntansi untuk mitra aktif dan mitra pasif menurut PSAK, penulis akan menjelaskan lebih lanjut.
1.      Pengakuan investasi musyarakah
Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.
2.      Biaya pra–akad
Biaya pra–akad yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
Jurnal untuk mitra aktif pada saat mengeluarkan biaya:
Dr. Uang Muka Akad
xxx

Kr.Kas

xxx
Apabila mitra lain sepakat biaya ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah maka dicatat sebagai penambah nilai investasi musyarakah.
Jurnal:
Dr. Investasi Musyarakah
xxx

Kr.Uang Muka Akad

xxx
Apabila mitra lain tidak setuju biaya ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah maka akan dicatat sebagai beban.
Jurnal:
Dr.Beban Musyarakah
xxx

Kr.Uang Muka Akad

xxx

3.      Pengukuran Investasi Musyarakah
Penyerahan kas atau aset nonkas sebagai modal untuk investasi musyarakah
a.    Apabila investasi dalam bentuk kas akan dinilai sebesar jumlah yang akan diserahkan; maka jurnal:
Dr.Investasi Musyarakah–Kas
xxx

Kr.Kas

xxx
b.      Apabila investasi dalam bentuk aset nonkas, maka dinilai sebesar nilai wajar dan jika nilai wajar aset nonkas yang diserahkan lebih besar dari nilai buku, maka oleh mitra aktif selisihnya akan dicatat dalam akun selisih penilaian aset musyarakah (dilaporkan dalam bagian ekuitas).
Jurnal:
Dr.Investasi Musyarakah–Aset Nonkas
xxx

Dr.Akumulasi Penyusutan
xxx

Kr.Selisih Penilaian Aset Musyarakah
(sebagai bagian ekuitas)
xxx
Kr.Aset Nonkas

xxx
Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah menjadi keuntungan.
Jurnal:
Dr.Selisih Penilaian Aset Musyarakah
xxx

Kr.Keuntungan

xxx
                                   
            Untuk mitra pasif, akun selisih penilaian aset musyarakah digantikan dengan akun keuntungan tangguhan dan diamortisasikan selama masa akad. Apabila aset nonkas dikembalikan di akhir akad maka akun investasi musyarakah nonkas akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan aset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan.
Jika nilai wajar aset nonkas yang diserahkan lebih kecil dari nilai buku, maka selisihnya dicatat sebagai kerugian dan diakui pada saat penyerahan aset nonkas.
Jurnal:
Dr.Investasi Musyarakah
xxx

Dr.Akumulasi Penyusutan
xxx

Dr.Kerugian Penurunan Nilai
xxx

Kr.Aset Nonkas

xxx
Apabila investasi dalam bentuk aset nonkas dan di akhir akad akan diterima kembali maka atas aset nonkas musyarakah disusutkan berdasarkan nilai wajar, dengan masa manfaat berdasarkan masa akad atau masa manfaat ekonomis aset.
Jurnal:
Dr.Beban Depresiasi
xxx

Kr.Akumulasi Depresiasi

xxx

4.        Apabila dari investasi musyarakah diperoleh keuntungan maka jurnal:
Dr.Kas/Piutang
xxx

Kr.Pendapatan Bagi Hasil

xxx
Apabila dari investasi yang dilakukan rugi maka jurnal:
Dr.Kerugian
xxx

Kr.Penyisihan Kerugian

xxx

5.      Apabila modal investasi yang diserahkan berupa aset nonkas, dan di akhir akad dikembalikan dalam bentuk kas sebesar nilai wajar aset nonkas yang disepakati ketika aset tersebut diserahkan. Maka ketika akad musyarakah berakhir, aset nonkas akan dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan aset ini (selisih antara nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan pada setiap mitra sesuai nisbah.
      Ketika pelunasan dengan asumsi tidak ada penyisihan kerugian dan penjualan aset nonkas menghasilkan keuntungan, maka jurnal:
Dr.Kas
xxx

Kr.Investasi Musyarakah

xxx
Kr.Keuntungan

xxx
Ketika pelunasan dengan asumsi ada penyisihan kerugian dan penjualan aset nonkas menghasilkan keuntungan, maka jurnal:
Dr.Kas
xxx

Dr.Penyisihan Kerugian
xxx

Kr.Investasi Musyarakah

xxx
Kr.Keuntungan

xxx
Pencatatan di akhir akad:
1.    Apabila modal investasi yang diserahkan berupa kas.
Jika tidak ada kerugian, maka jurnal:
Dr.Kas
xxx

Kr.Investasi Musyarakah

Xxx
Jika ada kerugian, maka jurnal:
Dr.Kas
xxx

Dr.Penyisihan Kerugian
xxx

Kr.Investasi Musyarakah

Xxx
2.    Apabila modal investasi berupa aset nonkas, dan dikembalikan dalam bentuk aset nonkas yang sama pada akhir akad.
Jika tidak ada kerugian, maka jurnal:
Dr.Aset Nonkas
xxx

Kr.Investasi Musyarakah

xxx
Jika ada kerugian, mitra yang menyerahkan aset nonkas harus menyetorkan uang sebesar nilai kerugian, maka jurnal:
Dr.Penyisihan Kerugian
xxx

Kr.Kas

xxx
Dr.Aset Nonkas
xxx

Kr.Investasi Musyarakah

xxx

6.      Bagian mitra aktif jenis akad musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra secara bertahap) nilai investasi musyarakahnya sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan pada awal akad ditambah jumlah dana syirkah  temporer yang telah dikembalikan pada mitra pasif dikurangi rugi jika ada. Sedangkan bagian mitra pasif nilai investasi musyarakahnya sebesar kas atau nilai wajar aset yang diserahkan pada awal akad dikurangi dengan pengembalian dari mitra aktif jika ada.

7.      Penyajian
Mitra pasif menyajikan hal – hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut.
a.    Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif disajikan sebagai investasi musyarakah.
b.    Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah.

8.      Pengungkapan
Mitra mengungkapkan hal – hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada:
a.    Isi kesempatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain – lain.
b.    Pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif.
c.    Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

Akuntansi untuk Pengelola Dana
Akuntansi untuk pengelola musyarakah dilakukan oleh mitra aktif atau pihak yang mewakilinya.
1.    Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif atau mitra aktif diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar:
a.    Jumlah yang diterima untuk penerimaan dalam bentuk kas dan jurnal:
Dr.Kas
xxx

Kr.Dana Syirkah Temporer

xxx
Selanjutnya untuk dana syirkah temporer harus dipisahkan (dalam bentuk sub ledger) antara dana yang berasal dari mitra aktif atau mitra pasif.
b.    Nilai wajar untuk penerimaan dalam bentuk aset nonkas, maka akan dicatat sebesar nilai wajarnya dan jurnal:
Dr.Aset Nonkas
xxx

Kr.Dana Syirkah Temporer

xxx
Apabila di akhir akad aset nonkas tidak dikembalikan maka yang mencatat beban depresiasi adalah usaha musyarakah atas dasar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau selama umur ekonomis. Sedangkan jika dikembalikannya, yang mencatat beban depresiasi adalah mitra yang menyerahkan aset nonkas sebagai modal investasinya.
Dr.Beban Depresiasi
xxx

Kr.Akumulasi Depresiasi

xxx

2.    Pencatatan untuk pembagian laba untuk mitra aktif dan pasif
Saat mencatat pendapatan:
Dr.Kas/Piutang
xxx

Kr.Pendapatan

xxx
Saat mencatat beban:
Dr.Beban
xxx

Kr.Kas/Utang

xxx
Jurnal penutup yang dibuat di akhir periode (apabila diperoleh keuntungan):
Dr.Pendapatan
xxx

Kr.Beban

xxx
Kr.Pendapatan yang Belum Dibagikan

Xxx
Jurnal ketika dibagihasilkan kepada pemilik dana:
Dr.Beban Bagi Hasil Musyarakah
xxx

Kr.Utang Bagi Hasil Musyarakah

xxx
Jurnal pada saat pengelola dana membayar bagi hasil:
Dr.Utang Bagi Hasil Musyarakah
xxx

Kr.Kas

xxx
Pada akhir periode, akun pendapatan yang belum dibagikandan beban bagi hasil ditutup. Jurnal:
Dr.Pendapatan yang Belum Dibagikan
xxx

Kr.Beban Bagi Hasil

xxx
Jurnal penutup yang dibuat apabila terjadi kerugian:
Dr.Pendapatan
xxx

Dr.Penyisihan Kerugian
xxx

Kr.Beban

xxx
Jika kerugian akibat kelalaian mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah. Jurnal:
Dr.Penyisihan Kerugian–Mitra Aktif
xxx

Kr.Kerugian yang Belum Dialokasikan

xxx

3.    Pencatatan yang dilakukan pada akhir akad
a.    Apabila dana investasi yang dserahkan berupa kas, maka jurnal:
Dr.Dana Syirkah Temporer
xxx

Kr.Kas

xxx
Kr.Penyisihan Kerugian

xxx
b.    Apabila dana investasi yang diserahkan berupa aset nonkas, dan di akhir akad dikembalikan, maka jurnal:
Dr.Dana Syirkah Temporer
xxx

Kr.Aset Nonkas

xxx
Jika aset harus dikembalikan dan terjadi kerugian maka mitra yang menyerahkan aset nonkas harus menyerahkan kas untuk menutup kerugian. Jurnal:
Dr.Kas
xxx

Kr.Penyisihan Kerugian

xxx
c.    Apabila modal investasi yang diserahkan berupa aset nonkas dan di akhir akad dikembalikan dalam bentuk kas, maka aset nonkas harus dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan aset ini (selisih antara nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan pada setiap mitra sesuai kesepakatan. Jika penjualan tersebut menghasilkan keuntungan maka akan menambah dana mitra. Jurnal:
Dr.Kas      
xxx

Dr.Akumulasi Depresiasi
xxx

Kr.Aset Nonkas

xxx
Kr.Keuntungan

xxx

Keuntungan ditutup ke dana syirkah temporer. Jurnal:
Dr.Keuntungan
xxx

Kr.Investasi Musyarakah

xxx
Jika penjualan tersebut menghasilkan kerugian, akan ditagih kepada mitra, maka jurnal:
Dr.Kas
xxx

Dr.Akumulasi Depresiasi
xxx

Dr.Penyisihan Kerugian
xxx

Kr.Aset Nonkas

xxx
Ketika pelunasan, asumsi tidak ada penyisihan kerugian dan dari penjualan aset nonkas mengalami keuntungan. Jurnal:
Dr.Dana Syirkah Temporer
xxx

Kr.Kas

xxx
Ketika pelunasan, asumsi ada penyisihan kerugian dari penjualan aset nonkas mengalami keuntungan. Jurnal:
Dr.Dana Syirkah Temporer
xxx

Kr.Penyisihan Kerugian

xxx
Kr.Kas

xxx

4.    Penyajian
Pengelola menyajikan hal – hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut.
a.         Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah.
b.         Aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana syirkah temporer.
c.         Selisih penilaian aset musyarakah (jika ada) disajikan sebagai unsur ekuitas.

  

DAFTAR PUSTAKA

Sri Nurhayati dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: Salemba Empat.

0 comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda...