A. PENGERTIAN
AKAD MUSYARAKAH
Menurut
Afzalur Rahman, Deputy Secretary General in The Muslim School Trust, secara
bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran) atau
persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara masing – masing sulit
dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan.
Dewan
Syariah Nasional MUI dan PSAK No.106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad
kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana
masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi
dana. Para mitra bersama – sama menyediakan dana untuk mendanai sebuah usaha
tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru,
selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil
yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra
lain. Investasi musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas atau aset nonkas.
Musyarakah
merupakan akad kerja sama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal
mereka dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, para mitra sama –
sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama
mengelola usaha tersebut. Modal yang ada harus digunakan dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk
kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra
lainnya.
Setiap
mitra harus memberi kontribusi dalam pekerjaan dan ia menjadi wakil mitra lain
juga sebagai agen bagi usaha kemitraan. Sehingga seorang mitra tidak dapat
lepas tangan dari aktivitas yang dilakukan mitra lainnya dalam menjalankan
aktivitas bisnis yang normal.
Dengan
bergabungnya dua orang atau lebih, hasil yang diperoleh diharapkan jauh lebih
baik dibandingkan jika dilakukan sendiri, karena didukung oleh kemampuan
akumulasi modal yang lebih besar, relasi bisnis yang lebih luas, keahlian yang
lebih beragam, wawasan yang lebih luas, pengendalian yang lebih tinggi dan lain
sebagainya.
Apabila
usaha tersebut untung maka keuntungan akan dibagikan kepada para mitra sesuai
dengan nisbah yang telah disepakati (baik presentase maupun periodenya harus
secara tegas dan jelas ditentukan di dalam perjanjian), sedangkan bila rugi
akan didistribusikan pada para mitra sesuai dengan porsi modal dari setiap
mitra. Hal tersebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa
pihak – pihak yang terlibat dalam suatu transaksi harus bersama – sama
menanggung (berbagi) risiko.
Pada
dasarnya, atas modal yang ditanamkan tidak boleh ada jaminan dari mitra lainnya
karena bertentangan dengan prinsip untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi). Namun demikian,
untuk mencegah mitra melakukan kelalaian, melakukan kesalahan yang disengaja
atau melanggar perjanjian yang sudah disepakati, diperbolehkan meminta jaminan
dari mitra lain atau pihak ketiga. Tentu saja jaminan ini baru dapat dicairkan
apabila terbukti ia melakukan penyimpangan. PSAK No.106 par 7 memberikan
beberapa contoh kesalahan yang disengaja yaitu: (a) pelanggaran terhadap akad;
antara lain, penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan
operasional, atau (b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam musyarakah, dapat ditemukan
aplikasi ajaran Islam tentang ta’awun (gotong
royong), ukhuwah (persaudaraan) dan
keadilan. Keadilan sangat terasa ketika penentuan nisbah untuk pembagian
keuntungan yang bisa saja berbeda dari porsi modal karena disesuaikan oleh
faktor lain selain modal misalnya keahlian, pengalaman, ketersediaan waktu dan
sebagainya. Selain itu keuntungan yang dibagikan kepada pemilik modal merupakan
keuntungan riil, bukan merupakan nilai nominal yang telah ditetapkan sebelumnya
seperti bunga/riba. Prinsip keadilan juga terasa ketika orang yang punya modal
lebih besar akan menanggung risiko finansial yang juga lebih besar.
Untuk menghindari persengketaan di
kemudian hari, sebaiknya akad kerja sama dibuat secara tertulis dan dihadiri
oleh para saksi. Akad atau perjanjian tersebut harus mencakup berbagai aspek
antara lain terkait dengan besaran modal dan penggunaannya (tujuan usaha
musyarakah), pembagian kerja di antara mitra, nisbah yang digunakan sebagai
dasar pembagian laba dan periode pembagiannya dan lain sebagainya. Apabila
terjadi hal yang tidak diinginkan, atau terjadi persengketaan, para pihak dapat
merujuk kepada kontrak yang telah disepakati bersama.
B.
JENIS AKAD MUSYARAKAH
Berdasarkan
Eksistensi
1.
Syirkah Al Milk mengandung arti
kepemilikan bersama (co-ownership)
yang keberadaanya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan
bersama (joint ownership) atas suatu
kekayaan (aset). Misalnya, dua orang
atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan
atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi – bagi. Contoh
lain, berupa kepemilikan suatu jenis barang (misalnya, rumah) yang dibeli
bersama. Dalam hal ini, para mitra harus berbagi atas harta kekayaan tersebut
berikut pendapatan yang dapat dihasilkannya sesuai dengan porsi masing – masing
sampai mereka memutuskan untuk membagi atau menjualnya.
Untuk
tetap menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang menyangkut
harta bersama kecuali atas izin mitra yang bersangkutan. Syirkah Al Milk kadang
bersifat ikhtiariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau jabariyyah (jabari/tidak sukarela/involuntary).
Apabila
harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memutuskan
untuk tetap memilikinya bersama, maka syirkah al milk tersebut bersifat ikhtiari (sukarela/voluntary). Contoh lain dari syirkah jenis ini adalah kepemilikan
suatu jenis barang (misalnya, rumah) yang dibeli secara bersama.
Namun,
apabila barang tersebut tidak dapat dibagi – bagi dan mereka terpaksa harus
memilikinya bersama, maka syirkah al mil tersebut bersifat jabari (tidak sukarela/involuntary/terpaksa).
Misalnya, syirkah di antara ahli waris terhadap harta warisan tertentu, sebelum
dilakukan pembagian.
2.
Syirkah Al’uqud (kontrak), yaitu
kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja
sama dalam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra dapat berkontribusi dengan
modal/dana dan atau dengan bekerja, serta berbagi keuntungan dan kerugian.
Syirkah jenis ini dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena
para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu
kerja sama investasi dan berbagi untung dan risiko. Berbeda dengan syirkah al
milk, dalam kerja sama jenis ini setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil
dari pihak lainnya Syirkah Al’uqud dapat dibagi
menjadi sebagai berikut.
a.
Syirkah Abdan
Syirkah
Abdan (syirkah
fisik), disebut juga syirkah ‘amal (syirkah
kerja) atau syirkah shanaa’i (syirkah
para tukang) atau syirkah taqabbul (syirkah
penerimaan). Syirkah Abdan adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih
dari kalangan pekerja/profesional di mana mereka sepakat untuk bekerja sama
mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima.
Para mitra mengkontribusikan
keahlian dan tenaganya untuk mengelola bisnis tanpa menyetorkan modal. Hasil
atau upah dari pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan mereka.
Contoh: kerja sama antara para akuntan, dokter, ilmu hukum, tukang jahit,
tukang bangunan dan lainnya.
Dalam syirkah abdan, jenis
keahlian yang dimiliki para mitra dapat sama atau berbeda, demikian juga dengan
waktu yang dicurahkan atau alokasi kerja pun dapat sama atau berbeda. Para
mitra bebas menentukan siapa yang menjadi pemimpin dan pelaksana. Dalam setiap
pekerjaan yang disepakati oleh seorang mitra mengikat mitra lainnya.
b.
Syirkah Wujuh
Syirkah
Wujuh adalah
kerja sama antara dua pihak di mana masing – masing pihak sama sekali tidak
menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak
ketiga. Masing – masing mitra menyumbangkan nama baik, reputasi, credit worthiness, tanpa menyetorkan
modal. Contohnya: dua orang atau lebih membeli sesuatu barang tanpa modal atau
dengan kredit, yang ada hanyalah nama baik mereka dan kepercayaan para pedagang
terhadap mereka, dan keuntungan yang diperoleh adalah untuk mereka. Setiap
mitra menjadi penanggung dan agen bagi mitra yang lainnya, dengan kata lain
pembelian barang tersebut ditanggung bersama. Keuntungan dibagi kepada para
mitra berdasarkan kesepakatan bersama.
c.
Syirkah ‘Inan
Syirkah
‘Inan
(negosiasi) adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak – pihak
yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam hal modal maupun
pekerjaan. Tanggung jawab para mitra dapat berbeda dalam pengelolaan usaha.
Setiap mitra bertindak sebagai kuasa (agen) dari kemitraan itu, tetapi bukan
merupakan penjamin bagi mitra usaha lainnya. Namun demikian, kewajiban terhadap
pihak ketiga adalah sendiri – sendiri, tidak ditanggung secara bersama – sama.
Setiap mitra bertindak sebagai
agen untuk kepentingan pihak laindan terbatas hanya pada hubungan di antara
para mitra. Dalam arti, hanya mitra yang melakukan transaksi yang bersangkutan
saja yang dapat mengajukan gugatan kepada pihak lain yang telah melakukan
hubungan perjanjian dengannya, dan pihak ketiga tersebut hanya dapat melakukan
tindakan hukum terhadap mitra yang melakukan hubungan perjanjian dengannya
saja. Hal ini disebabkan karena dalam kemitraan ‘inan, di antara para mitra
hanya saling memberikan kuasa, tetapi tidak saling memberikan penjaminan.
Sebagai konsekuensinya, seorang mitra
tidak bertanggung jawab terhadap kewajiban yang dibuat oleh mitra lainnya.
Utang yang diperoleh oleh seorang mitra atau yang diberikan oleh seorang mitra
tidak dapat ditagih kepada atau dituntut oleh para mitra yang lain.
Keuntungan yang diperoleh akan
dibagi pada para mitra sesuai kesepakatan sedangkan kerugian akan dibagi secara
proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
d.
Syirkah Mufawwadhah
Syirkah
Mufawwadhah adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan
komposisi pihak – pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam hal
modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun risiko kerugian. Masing – masing
mitra memiliki kewenangan penuh untuk bertindak bagi dan atas nama pihak yang
lain. Konsekuensinya, setiap mitra sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan –
tindakan hukum dan komitmen – komitmen dari para mitra lainnya dalam segala hal
yang menyangkut kemitraan ini.
Dengan demikian, tuntutan pihak
ketiga dapat diajukan kepada setiap mitra, dan secara bersama – sama bertanggung
jawab atas kewajiban (liabilities)
kemitraan tersebut, sepanjang kewajiban (liabilities)
yang ada memang timbul dari operasi bisnis syirkah tersebut. Sebaliknya, setiap
mitra dapat mengajukan tuntutan terhadap pihak ketiga tanpa perlu memperhatikan
apakah mitra yang bersangkutan terlibat langsung dengan transaksi yang
menimbulkan tuntutan itu. Bentuk syirkah ini mirip seperti firma, namun dalam
firma jumlah modal yang disetorkan tidak harus sama.
Terlepas dari jenisnya, akad
kerja sama dibolehkan secara syariah asalkan memenuhi rukun dan ketentuan syariahnya.
Berdasarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
1.
Musyarakah
Permanen
Musyarakah
Permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan
saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No. 106 par 04).
Contohnya, antara mitra A dan mitra P yang melakukan akad musyarakah menanamkan
modal yang jumlah awal masing – masing Rp 20.000.000, maka sampai akhir masa
akad syirkah modal mereka masing – masing tetap Rp 20.000.000.
2.
Musyarakah
Menurun/Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah
Menurun/Musyarakah Mutanaqisah adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana
salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga
bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan
menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut. (PSAK No. 106 par 04)
contohnya, antara Mitra A dan Mitra P melakukan akad musyarakah, mitra P
menanamkan Rp 10.000.000 dan Mitra A menanamkan Rp 20.000.000. seiring
berjalannya kerja sama akad musyarakah tersebut, modal Mitra P Rp 10.000.000
tersebut akan beralih kepada Mitra A melalui pelunasan secara bertahap yang
dilakukan oleh Mitra A.
C. DASAR
SYARIAH
Sumber
Hukum Akad Musyarakah
1. Al – Quran
“Maka
mereka berserikat pada sepertiga.” (QS 4:12)
“Dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang – orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh.” (QS
38:24)
2. As – Sunnah
Hadis Qudsi: “Aku
(Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, sepanjang salah
seorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya. Apabila seseorang
berkhianat terhadap lainnya maka Aku keluar dari keduanya.” (HR. Abu Dawud
dan Al – Hakim dari Abu Hurairah)
“Pertolongan
Allah tercurah atas dua pihak yang berserikat, sepanjang keduanya tidak saling
berkhianat.” (HR.
Muslim)
Berdasarkan keterangan Al – Quran dan Hadis
tersebut, pada prinsipnya seluruh ahli fiqih sepakat menetapkan bahwa hukum
musyarakah adalah mubah, meskipun mereka masih mempersilahkan keabsahan hukum
dari beberapa jenis akad musyarakah.
Rukun
dan Ketentuan Syariah dalam Akad Musyarakah
Prinsip dasar yang
dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip kemitraan dan kerja sama antara pihak
– pihak yang terkait untuk meraih kemajuan bersama. Unsur – unsur yang harus
ada dalam akad musyarakah atau rukun musyarakah ada empat, yaitu:
1. Pelaku terdiri atas para
mitra.
2. Objek musyarakah berupa
modal dan kerja.
3. Ijab kabul/serah terima.
4. Nisbah keuntungan.
Ketentuan syariah
1. Pelaku: Para mitra harus
cakap hukum dan baligh.
2. Objek musyarakah:
Objek
musyarakah merupakan suatu konsekuensi dengan dilakukannya akad musyarakah
yaitu harus ada modal dan kerja.
a. Modal
1) Modal yang diberikan
harus tunai.
2) Modal yang diserahkan
dapat berupa uang tunai, emas, perak, aset perdagangan, atau aset tidak
berwujud seperti lisensi, hak paten, dan sebagainya.
3) Apabila modal yang
diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainya terlebih
dahulu dan harus disepakati bersama.
4) Modal yang diserahkan oleh
setiap mitra harus dicampur. Tidak dibolehkan pemisahan modal dari masing –
masing pihak untuk kepentingan khusus. Misalnya, yang satu khusus membiayai
pembelian bangunan, dan yang lain untuk membiayai pembelian perlengkapan
kantor.
5) Dalam kondisi normal,
setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset kemitraan.
6) Mitra tidak boleh
meminjam uang atas nama usaha musyarakah, demikian juga meminjamkan uang kepada
pihak ketiga dari modal musyarakah, menyumbang atau menghadiahkan uang
tersebut. Kecuali, mitra lain telah menyepakatinya.
7) Seorang mitra tidak
diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan modal itu untuk kepentingannya
sendiri.
8) Pada prinsipnya dalam
musyarakah tidak boleh ada pinjaman modal, seorang mitra tidak bisa menjamin
modal mitra lainnya, karena musyarakah didasarkan prinsip al ghunmu bi al ghurmi–hak untuk mendapat keuntungan berhubungan
dengan risiko yang diterima. Namun demikian, seorang mitra dapat meminta mitra
lain menyediakan jaminan dan baru dapat dicairkan apabila mitra tersebut
melakukan kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
9) Modal yang ditanamkan
tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh
syariah.
b.
Kerja
1) Partisipasi para mitra
dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah.
2) Tidak dibenarkan bila
salah seorang di antara mitra menyatakan tidak ikut serta menangani pekerjaan
dalam kemitraan tersebut.
3) Meskipun porsi kerja antara
satu mitra dengan mitra lainnya tidak harus sama. Mitra yang porsi kerjanya
lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan yang lebih besar.
4) Setiap mitra bekerja atas
nama pribadi atau mewakili mitranya.
5) Para mitra harus
menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
6) Seorang mitra yang
melaksanakan pekerjaan di luar wilayah tugas yang ia sepakati, berkah
mempekerjakan orang lain untuk menangani pekerjaan tersebut. Jika ia sendiri
yang melakukan pekerjaan itu, ia berhak menerima upah yang sama dengan yang dibayar
untuk pekerjaan itu di tempat lain, karena biaya pekerjaan tersebut merupakan
tanggungan musyarakah.
7) Jika seorang mitra
mempekerjakan pekerja lain untuk melaksanakan tugas yang menjual bagiannya,
biaya yang timbul harus ditanggungnya sendiri.
3. Ijab kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di
antara pihak – pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis,
melalui korespondensi atau menggunakan cara – cara komunikasi modern.
4. Nisbah
a. Nisbah diperlukan untuk
pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para mitra di awal akad sehingga
risiko perselisihan di antara para mitra dapat dihilangkan.
b. Perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Keuntungan harus dapat
dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan keuntungan tersebut misalnya
bagi hasil atau bagi laba.
d. Keuntungan yang dibagikan
tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai
realisasi keuntungan.
e. Mitra tidak dapat
menentukan bagian keuntungannya sendiri dengan menyatakan nilai nominal
tertentu karena hal ini sama dengan riba dan dapat melanggar prinsip keadilan
dan prinsip untung muncul bersama risiko (al
ghunmu bi al ghurmi).
f. Pada prinsipnya
keuntungan milik para mitra namun diperbolehkan mengalokasikan keuntungan untuk
pihak ketiga bila disepakati, misalnya untuk organisasi kemampuan tertentu atau
untuk cadangan (reserve).
Apabila
terjadi kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan porsi modal dari
masing – masing mitra. Dalam musyarakah yang berkelanjutan (going concern) dibolehkan untuk menunda
alokasi kerugian dan dikompensasikan dengan keuntungan pada masa – masa
berikutnya. Sehingga nilai modal musyarakah adalah tetap sebesar jumlah yang
disetorkan dan selisih dari modal adalah merupakan keuntungan atau kerugian.
Berakhirnya
Akad Musyarakah
Akad musyarakah akan
berakhir, jika:
1. Salah seorang mitra
menghentikan akad.
2. Salah seorang mitra
meninggal, atau hilang akal. Dalam hal ini mitra yang meninggal atau hilang
akal dapat digantikan oleh salah seorang ahli warisnya yang cakap hukum (baligh
dan berakal sehat) apabila disetujui oleh semua ahli waris lain dan mitra
lainnya.
3.
Modal
musyarakah hilang/habis. Apabila salah satu mitra
keluar dari kemitraan baik dengan mengundurkan diri, meninggal atau hilang akal
maka kemitraan tersebut dikatakan bubar. Karena musyarakah berawal dari
kesepakatan untuk bekerja sama dan dalam kegiatan operasional setiap mitra
mewakili mitra lainnya. Dengan salah seorang mitra tidak ada lagi berarti
hubungan perwakilan itu sudah tidak ada.
D. ILUSTRASI PENCATATAN AKUNTANSI MUSYARAKAH (PSAK 106)
Perlakuan akuntansi untuk
transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan
mitra pasif. Yang dimaksud mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha
musyarakah baik mengelola sendiri ataupun menunjuk pihak lain untuk mengelola
atas namanya; sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola
usaha (biasanya adalah lembaga keuangan). Mitra aktif adalah pihak yang
bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga mitra aktif yang akan
melakukan pencatatan akuntansi, atau jika dia menunjuk pihak lain mengelola
usaha maka pihak tersebut yang akan melakukan pencatatan akuntansi.
Pada
hakikatnya, pencatatan atas semua transaksi usaha musyarakah harus dipisahkan
dengan pencatatan lainnya. Untuk memudahkan ilustrasi, kami akan mencatat
transaksi usaha musyarakah seolah – olah ditunjuk pihak lain untuk melakukan
pencatatan akuntansi, walaupun pencatatannya masih di bawah tanggung jawab
mitra aktif.
Akuntansi
untuk Mitra Aktif dan Mitra Pasif
Akuntansi untuk mitra
aktif dan mitra pasif masih dianggap sama, karena dalam ilustrasi ini
pencatatan akuntansi untuk usaha musyarakah dilakukan oleh pihak ketiga yang
ditunjuk agar lebih mudah diilustrasikan. Oleh karena pada hakikatnya jurnal
yang dibuat oleh pihak ketiga atau mitra aktif adalah sama. Perbedaannya jika
pencatatan dilakukan oleh mitra aktif, maka ia harus membuat akun buku besar
pembantu untuk memisahkan pencatatan dari transaksi musyarakah dengan transaksi
lainnya. Sementara apabila ada perbedaan perlakuan akuntansi untuk mitra aktif
dan mitra pasif menurut PSAK, penulis akan menjelaskan lebih lanjut.
1. Pengakuan investasi
musyarakah
Investasi musyarakah diakui pada
saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.
2. Biaya pra–akad
Biaya pra–akad yang terjadi
akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui
sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra
musyarakah.
Jurnal untuk mitra aktif pada
saat mengeluarkan biaya:
Dr.
Uang Muka Akad
|
xxx
|
|
Kr.Kas
|
|
xxx
|
Apabila mitra lain sepakat biaya
ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah maka dicatat sebagai penambah
nilai investasi musyarakah.
Jurnal:
Dr.
Investasi Musyarakah
|
xxx
|
|
Kr.Uang Muka Akad
|
|
xxx
|
Apabila mitra lain tidak setuju
biaya ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah maka akan dicatat
sebagai beban.
Jurnal:
Dr.Beban
Musyarakah
|
xxx
|
|
Kr.Uang Muka Akad
|
|
xxx
|
3. Pengukuran Investasi
Musyarakah
Penyerahan
kas atau aset nonkas sebagai modal untuk investasi musyarakah
a. Apabila investasi dalam
bentuk kas akan dinilai sebesar jumlah yang akan diserahkan; maka jurnal:
Dr.Investasi
Musyarakah–Kas
|
xxx
|
|
Kr.Kas
|
|
xxx
|
b. Apabila investasi dalam
bentuk aset nonkas, maka dinilai sebesar nilai wajar dan jika nilai wajar aset
nonkas yang diserahkan lebih besar dari nilai buku, maka oleh mitra aktif
selisihnya akan dicatat dalam akun selisih penilaian aset musyarakah
(dilaporkan dalam bagian ekuitas).
Jurnal:
Dr.Investasi
Musyarakah–Aset Nonkas
|
xxx
|
|
Dr.Akumulasi
Penyusutan
|
xxx
|
|
Kr.Selisih Penilaian Aset
Musyarakah
(sebagai bagian ekuitas)
|
xxx
|
|
Kr.Aset Nonkas
|
|
xxx
|
Selisih penilaian aset musyarakah
tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah menjadi keuntungan.
Jurnal:
Dr.Selisih
Penilaian Aset Musyarakah
|
xxx
|
|
Kr.Keuntungan
|
|
xxx
|
Untuk mitra pasif, akun selisih
penilaian aset musyarakah digantikan dengan akun keuntungan tangguhan dan
diamortisasikan selama masa akad. Apabila aset nonkas dikembalikan di akhir
akad maka akun investasi musyarakah nonkas akan berkurang nilainya sebesar
beban penyusutan aset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan
tangguhan.
Jika
nilai wajar aset nonkas yang diserahkan lebih kecil dari nilai buku, maka
selisihnya dicatat sebagai kerugian dan diakui pada saat penyerahan aset
nonkas.
Jurnal:
Dr.Investasi
Musyarakah
|
xxx
|
|
Dr.Akumulasi
Penyusutan
|
xxx
|
|
Dr.Kerugian
Penurunan Nilai
|
xxx
|
|
Kr.Aset
Nonkas
|
|
xxx
|
Apabila
investasi dalam bentuk aset nonkas dan di akhir akad akan diterima kembali maka
atas aset nonkas musyarakah disusutkan berdasarkan nilai wajar, dengan masa
manfaat berdasarkan masa akad atau masa manfaat ekonomis aset.
Jurnal:
Dr.Beban
Depresiasi
|
xxx
|
|
Kr.Akumulasi
Depresiasi
|
|
xxx
|
4.
Apabila
dari investasi musyarakah diperoleh keuntungan maka jurnal:
Dr.Kas/Piutang
|
xxx
|
|
Kr.Pendapatan Bagi Hasil
|
|
xxx
|
Apabila dari investasi yang
dilakukan rugi maka jurnal:
Dr.Kerugian
|
xxx
|
|
Kr.Penyisihan Kerugian
|
|
xxx
|
5. Apabila modal investasi
yang diserahkan berupa aset nonkas, dan di akhir akad dikembalikan dalam bentuk
kas sebesar nilai wajar aset nonkas yang disepakati ketika aset tersebut
diserahkan. Maka ketika akad musyarakah berakhir, aset nonkas akan dilikuidasi/dijual
terlebih dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan aset ini (selisih
antara nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan pada setiap mitra sesuai
nisbah.
Ketika pelunasan dengan asumsi tidak ada penyisihan
kerugian dan penjualan aset nonkas menghasilkan keuntungan, maka jurnal:
Dr.Kas
|
xxx
|
|
Kr.Investasi Musyarakah
|
|
xxx
|
Kr.Keuntungan
|
|
xxx
|
Ketika pelunasan dengan asumsi
ada penyisihan kerugian dan penjualan aset nonkas menghasilkan keuntungan, maka
jurnal:
Dr.Kas
|
xxx
|
|
Dr.Penyisihan
Kerugian
|
xxx
|
|
Kr.Investasi Musyarakah
|
|
xxx
|
Kr.Keuntungan
|
|
xxx
|
Pencatatan di akhir akad:
1. Apabila modal investasi
yang diserahkan berupa kas.
Jika tidak ada kerugian, maka
jurnal:
Dr.Kas
|
xxx
|
|
Kr.Investasi Musyarakah
|
|
Xxx
|
Jika
ada kerugian, maka jurnal:
Dr.Kas
|
xxx
|
|
Dr.Penyisihan
Kerugian
|
xxx
|
|
Kr.Investasi
Musyarakah
|
|
Xxx
|
2. Apabila modal investasi
berupa aset nonkas, dan dikembalikan dalam bentuk aset nonkas yang sama pada
akhir akad.
Jika tidak ada kerugian, maka
jurnal:
Dr.Aset
Nonkas
|
xxx
|
|
Kr.Investasi Musyarakah
|
|
xxx
|
Jika
ada kerugian, mitra yang menyerahkan aset nonkas harus menyetorkan uang sebesar nilai
kerugian, maka jurnal:
Dr.Penyisihan
Kerugian
|
xxx
|
|
Kr.Kas
|
|
xxx
|
Dr.Aset
Nonkas
|
xxx
|
|
Kr.Investasi
Musyarakah
|
|
xxx
|
6. Bagian mitra aktif jenis
akad musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra secara bertahap) nilai
investasi musyarakahnya sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang
diserahkan pada awal akad ditambah jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan pada mitra
pasif dikurangi rugi jika ada. Sedangkan bagian mitra pasif nilai investasi
musyarakahnya sebesar kas atau nilai wajar aset yang diserahkan pada awal akad
dikurangi dengan pengembalian dari mitra aktif jika ada.
7. Penyajian
Mitra pasif menyajikan hal – hal
yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut.
a. Kas atau aset nonkas yang
disisihkan oleh mitra aktif disajikan sebagai investasi musyarakah.
b. Keuntungan tangguhan dari
selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan
sebagai pos lawan (contra account)
dari investasi musyarakah.
8. Pengungkapan
Mitra mengungkapkan hal – hal
yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada:
a. Isi kesempatan utama
usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha
musyarakah, dan lain – lain.
b.
Pengelola
usaha, jika tidak ada mitra aktif.
c. Pengungkapan yang
diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Akuntansi
untuk Pengelola Dana
Akuntansi untuk pengelola
musyarakah dilakukan oleh mitra aktif atau pihak yang mewakilinya.
1.
Penerimaan
dana musyarakah dari mitra pasif atau mitra aktif diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar:
a.
Jumlah
yang diterima untuk penerimaan dalam bentuk kas dan jurnal:
Dr.Kas
|
xxx
|
|
Kr.Dana Syirkah Temporer
|
|
xxx
|
Selanjutnya untuk dana syirkah
temporer harus dipisahkan (dalam bentuk sub
ledger) antara dana yang berasal dari mitra aktif atau mitra pasif.
b. Nilai wajar untuk
penerimaan dalam bentuk aset nonkas, maka akan dicatat sebesar nilai wajarnya
dan jurnal:
Dr.Aset
Nonkas
|
xxx
|
|
Kr.Dana Syirkah Temporer
|
|
xxx
|
Apabila di akhir akad aset nonkas
tidak dikembalikan maka yang mencatat beban depresiasi adalah usaha musyarakah
atas dasar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau selama umur
ekonomis. Sedangkan jika dikembalikannya, yang mencatat beban depresiasi adalah
mitra yang menyerahkan aset nonkas sebagai modal investasinya.
Dr.Beban
Depresiasi
|
xxx
|
|
Kr.Akumulasi Depresiasi
|
|
xxx
|
2. Pencatatan untuk
pembagian laba untuk mitra aktif dan pasif
Saat mencatat pendapatan:
Dr.Kas/Piutang
|
xxx
|
|
Kr.Pendapatan
|
|
xxx
|
Saat mencatat beban:
Dr.Beban
|
xxx
|
|
Kr.Kas/Utang
|
|
xxx
|
Jurnal penutup yang dibuat di
akhir periode (apabila diperoleh keuntungan):
Dr.Pendapatan
|
xxx
|
|
Kr.Beban
|
|
xxx
|
Kr.Pendapatan yang Belum
Dibagikan
|
|
Xxx
|
Jurnal ketika dibagihasilkan
kepada pemilik dana:
Dr.Beban
Bagi Hasil Musyarakah
|
xxx
|
|
Kr.Utang Bagi Hasil Musyarakah
|
|
xxx
|
Jurnal pada saat pengelola dana
membayar bagi hasil:
Dr.Utang
Bagi Hasil Musyarakah
|
xxx
|
|
Kr.Kas
|
|
xxx
|
Pada akhir periode, akun
pendapatan yang belum dibagikandan beban bagi hasil ditutup. Jurnal:
Dr.Pendapatan
yang Belum Dibagikan
|
xxx
|
|
Kr.Beban Bagi Hasil
|
|
xxx
|
Jurnal penutup yang dibuat
apabila terjadi kerugian:
Dr.Pendapatan
|
xxx
|
|
Dr.Penyisihan
Kerugian
|
xxx
|
|
Kr.Beban
|
|
xxx
|
Jika kerugian akibat kelalaian
mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra
aktif atau pengelola usaha musyarakah. Jurnal:
Dr.Penyisihan
Kerugian–Mitra Aktif
|
xxx
|
|
Kr.Kerugian yang Belum
Dialokasikan
|
|
xxx
|
3. Pencatatan yang dilakukan
pada akhir akad
a. Apabila dana investasi
yang dserahkan berupa kas, maka jurnal:
Dr.Dana
Syirkah Temporer
|
xxx
|
|
Kr.Kas
|
|
xxx
|
Kr.Penyisihan Kerugian
|
|
xxx
|
b. Apabila dana investasi
yang diserahkan berupa aset nonkas, dan di akhir akad dikembalikan, maka
jurnal:
Dr.Dana
Syirkah Temporer
|
xxx
|
|
Kr.Aset Nonkas
|
|
xxx
|
Jika
aset harus dikembalikan dan terjadi kerugian maka mitra yang menyerahkan aset
nonkas harus menyerahkan kas untuk menutup kerugian. Jurnal:
Dr.Kas
|
xxx
|
|
Kr.Penyisihan Kerugian
|
|
xxx
|
c. Apabila modal investasi
yang diserahkan berupa aset nonkas dan di akhir akad dikembalikan dalam bentuk
kas, maka aset nonkas harus dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan
atau kerugian dari penjualan aset ini (selisih antara nilai buku dengan nilai
jual) didistribusikan pada setiap mitra sesuai kesepakatan. Jika penjualan
tersebut menghasilkan keuntungan maka akan menambah dana mitra. Jurnal:
Dr.Kas
|
xxx
|
|
Dr.Akumulasi
Depresiasi
|
xxx
|
|
Kr.Aset Nonkas
|
|
xxx
|
Kr.Keuntungan
|
|
xxx
|
Keuntungan ditutup ke dana
syirkah temporer. Jurnal:
Dr.Keuntungan
|
xxx
|
|
Kr.Investasi Musyarakah
|
|
xxx
|
Jika penjualan tersebut
menghasilkan kerugian, akan ditagih kepada mitra, maka jurnal:
Dr.Kas
|
xxx
|
|
Dr.Akumulasi
Depresiasi
|
xxx
|
|
Dr.Penyisihan
Kerugian
|
xxx
|
|
Kr.Aset Nonkas
|
|
xxx
|
Ketika pelunasan, asumsi tidak
ada penyisihan kerugian dan dari penjualan aset nonkas mengalami keuntungan.
Jurnal:
Dr.Dana
Syirkah Temporer
|
xxx
|
|
Kr.Kas
|
|
xxx
|
Ketika pelunasan, asumsi ada
penyisihan kerugian dari penjualan aset nonkas mengalami keuntungan. Jurnal:
Dr.Dana
Syirkah Temporer
|
xxx
|
|
Kr.Penyisihan Kerugian
|
|
xxx
|
Kr.Kas
|
|
xxx
|
4. Penyajian
Pengelola menyajikan hal – hal
yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut.
a.
Kas
atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra
pasif disajikan sebagai investasi musyarakah.
b.
Aset
musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana syirkah
temporer.
c.
Selisih
penilaian aset musyarakah (jika ada) disajikan sebagai unsur ekuitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Sri
Nurhayati dan Wasilah. 2009. Akuntansi
Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Muhammad.
2005. Pengantar Akuntansi Syariah.
Jakarta: Salemba Empat.
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda...