Monday 21 April 2014

Isu Kontemporer dalam Akuntansi Syariah



A.      PENGERTIAN PASAR MODAL
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. (Darmadji dan Fakhruddin 2006)
Dalam menjalankan fungsinya, pasar modal dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.        Pasar perdana merupakan penjualan efek petama kali atau penerbitan efek sebelum efek tersebut dijual melalui bursa efek. Pada pasar perdana, efek dijual dengan harga emisi, sehingga perusahaan yang menerbitkan saham memperoleh dana dari penjualan tersebut.
2.        Pasar sekunder adalah penjualan efek setelah pada pasar perdana berakhir. Pada pasar sekunder harga efek ditentukan berdasarkan nilai pasar efek tersebut, dan perusahaan yang menerbitkan tidak lagi memperoleh dana dari penjualan tersebut.
3.        Bursa paralel merupakan bursa efek yang ada. Bagi perusahaan yang menerbitkan efek dan akan menjual efeknya melalui bursa dapat dilakukan melalui bursa paralel. Bursa paralel merupakan alternatif bagi perusahaan yang go public untuk memperjualbelikan efeknya jika dapat memenuhi syarat yang ditentukan pada bursa efek.

Pasar Modal Syariah di Indonesia
            Pasar modal syariah merupakan pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksinya dan terbebas dalam hal-hal yang dilarang, sepeti riba, perjudian, spekulasi, dan lain sebagainya. Penerapan prinsip-prinsip syariah melekat pada instrumen atau surat berharga atau efek yang diperjualbelikan (efek syariah) dan cara transaksinya sebagaimana diatur oleh fatwa DSN MUI, sehingga tidak memerlukan bursa efek yang terpisah.
            Peraturan yang dikeluarkan Bapepam terkait dengan efek syariah selalu mengacu pada keputusan MUI yang berhubungan Pasar Modal Syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI yang telah diterbitkan adalah:
1.     No:40/DSN-MUI/X/2003, tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal;
2.     No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham;
3.     No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaa Investasi Untuk Reksa Dana Syariah;
4.     No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
5.     No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
6.     No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.

            Walaupun telah disiapkan master plan pasar modal syariah berupa kerangka kebijakan pengembangan pasar modal syariah termasuk serangkaian peraturan, serta komponen pendukungnya seperti: kebijakan akuntansi, hukum maupun bentuk produk syariah, perkembangan pasar modal syariah di Indonesia masih tergolong lambat, sebagai akibat dari (hasil studi bapepam):
1.     Kurangnya tingkat pengetahuan dan pemahaman pelaku pasar dan pemodal
2.     Terbatasnya ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah
3.     Kurangnya SDM (profesional) yang ahli di bidang keuangan syariah
4.     Pola kelembagaan atau institusi dalam rangka pengawasan masih dianggap sebagai "dis-insentif" oleh para pelaku
5.     Kurangnya: insentif" sehingga pelaku lebih cenderung menerbitkan produk konvensional
6.     Terbatasnya produk syariah yang dapat dijadikan portofolio reksa dan (kendala khusus untuk reksa dana syariah)

B.  SUMBER HUKUM SYARIAH
1.     Al-quran
...dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... (QS.2:275)

"hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu tidak menganiaya dan tida (pula) dianiaya". (QS.2:278-279)

"hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan hata sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu". (QS.4:29)

"apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah". (QS.62:10)

"hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu..." (QS 5:1)

2.     As-Sunnah
"tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit)

"janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu." (HR. Al Khomsah dari Hukaim bi Hizam)

"Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar." (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

"perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."  (HR. Al-Tirmidzi dari Amr bin Auf)

"Allah SWT berfirman: 'aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, aku keluar dari mereka.' (HR. Abu Daud, dari Abu Hurairah)

            Dari Ma'mar bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda: tidaklah melakukan ikhtikar (penimbunan) kecuali orang yang bersalah."(HR. Muslim)

"tidak halal (memberikan) pinjaman dan penjualan, tidak halal (menetapkan) dua syarat dalam satu jual beli, tidak halal keuntungan sesuatu yang tidak ditanggung resikonya, dan tidak halal (melakukan) penjualan sesuatu yang tidak ada padamu".  (HR. Al Khomsah dari Amr bin Syuaib)

"rasulullah SAW melarang (untuk) melakukan penawaran palsu." (Muttafaq'alaih)
"nabi SAW melarang pembelian ganda pada satu transaksi pembelian." (HR. Abu Dawud)

C. KRITERIA EFEK SYARIAH (DSN MUI-BAPEPAM)
Dewan Syariah Nasional (DSN) suatu lembaga di bawah MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dibentuk pada tahun 1999 melalui Fatwa DSN Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, telah menentukan tentang kriteria produk-produk investasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Produk atau instrumen keuangan yang digunkana harus memenuhi syarat:
1.  Jenis usaha, produk barang dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan emitten tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Jenis kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah:
a.       Usaha perjudian atau permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b.      Lembaga keuangan konvensional atau ribawi (perbankan dan asuransi konvensional)
c.       Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman haram.
d.      Produsen, distributor, dan atau penyedia barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
e.       Melakukan investasi pada emitten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) utang perusahaan pada lembaga keuangan ribawi lebih dominan daripada modalnya.
2.  Pelaksanaan transaksi harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat, dan kezaliman, seperti:
a.       Najsy yaitu melakukan penawaran palsu
b.      Ba’i Al Madoum yaitu melakukan penjualan efek syariah yang belum dimiliki (short selling)
c.       Insider Trading yaitu menggunkaan informasi “orang dalam” dari perusahaan emitten untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilakukan.
d.      Menimbulkan informasi yang menyesatkan
e.       Margin Trading yaitu melakukan transaksi atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah tersebut.
f.       Corner adalah sejenis manipulasi pasar dalam bentuk mengenai pasokan saham yang beredar di pasar sehingga pelakunya dapat menentukan harga saham di bursa.
g.      Window Dressing merupakan praktik tertentu dalam laporan keuangan keungan yang didesain untuk menyajikan kondisi keungan yang lebih baik daripada keadaan yang sebenarnya.
Ada dua kriteria yang harus dipenuhi agar efek tersebut dikatakan sesuai dengan syariah:
1.  Jenis Usaha dari Emitten sesuai dengan syariah apabila:
a.       Produk dan jasa yang dihasilkannya adalah sesuatu yang halal, bukan diharamkan oleh syariah atau besar kemudharatannya dibanding manfaat.
b.      Pendapatan yang dihasilkan berasal dari usaha yang halal dan dilakukan dengan cara yang halal termasuk adanya saling ridha serta tidak berbuat zalim.
c.       Keterbukaan, emitten harus menjalankan kegiatan usaha dengan cara yang baik serta memenuhi prinsip keterbukaan.
d.      Manajemen usaha, emitten harus mempunyai manajemen yang berperilaku Islami seperti: menghormati hak asasi manusia, menjaga lingkungan hidup, melaksanakan good corporate governance, serta memegang teguh prinsip kehati-hatian dalam mengambil risiko termasuk pendanaan yang mempengaruhi modal dan rasio piutang.
e.       Melakukan transparansi dan keadilan dalam berhubungan dengan investor. Emitten harus mempunyai catatan keuangan yang jelas dan sebaiknya terpisah mengenai kegiatan usaha yang dbiayai.
2.  Kondisi/Rasio Keuangan
a.   Emitten memiliki fundamental usaha yang kuat dimana struktur keungan baik dan tidak bergantung pada utang ribawi.
b.  Emitten memiliki fundamental keuangan yang kuat dimana emitten memiliki struktur nisbah utang dan modal lebih kecil dari 82%
c.   Emitten memiliki citra yang baik bagi publik
Ada dua tahap screening yang harus dilalui untuk dapat menentukan apakah suatu efek termasuk dalam efek syariah atau bukan. Tahap yang dilakukan Reksa dana Syariah adalah:

Proses Sceening (Penyaringan) dalam Penentuan Daftar Efek Syariah
Sceening Pertama
(Core Business)
Sceening Kedua
(Rasio Keuangan)
Kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah seperti:
1.      Perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang
2.      Menyelenggarakan jasa keungan yang menerapkan konsep ribawi, jual beli risiko yang mengandung gharar dan atau maisir
3.      Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, atau menyediakan: barang dan atau jasa yang haram. Baik karena zatnya atau bukan karena zatnya; barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat
1.      Total utang yang dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82% (utang berbasis bunga dibandingakan dengan total ekuitas tidak lebih dari 45% : 55%)
2.      Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan tidak lebih dari 10%
D. JENIS EFEK SYARIAH
Dalam pasar modal syariah, efek yang diperdagangkan harus merupakan efek syariah, yaitu surat berharga yang dikeluarkan oleh emitten dimaan pengelolaan perusahaannya dan cara penerbitan (emisi) efeknya memenuhi prinsip syariah.
Ada lima jenis efek syariah yang dapat diperdagangkan dalam Pasar Modal Syariah yaitu:
1.  Saham syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria berdasarkan fatwa DSN-MUI dan tiadk termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.
2.  Obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emitten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emitten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
3.  Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Reksa Dana Syariah adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi suatu KIK Reksa Dana Syariah
4.  Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri atas aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, taguhan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan.
5.  Surat Berharga Komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip syariah.
6.  Surat berharga syariah lainnya.




Saham Syariah
1.      Pengertian Saham Syariah
Saham merupakan bukti kepemilikan seseorang/pemegang saham atas aset perusahaan sehingga penilaian atas saham seharusnya berdasarkan atas nilai aset. Sebagai bukti kepemilikan, maka saham yang diperbolehkan secara syariah untuk dibeli adalah saham untuk perusahaan yang kegiatan usaha, jenis produk/jasa serta cara pengelolaannya sejalan dengan prinsip syariah. BEJ bekerja sama dengan Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Investment Management telah mengembangkan Jakarta Islamic Index (JII) yang menggambarkan indeks saham yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Proses penetapan saham emitten yang dapat dikelompokkan dalam JII:
1.  Saham-saham yang termasuk dalam indeks syariah adlaah saham-saham dengan emitten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah sebagaimana persyaratan pada Fatwa DSN-MUI
2.      Setelah itu dinilai berdasarkan aspek likuiditas dan kondisi keuangan emitten, yaitu:
a.       Memilih saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
b.  Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio kewajiban terhadap aset maksimal sebesar 90%
c.   Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terkahir.
d.  Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama tahun terakhir.
Berikut ini contoh saham yang masuk JII untuk periode Juli-Desember 2007, dimana daftar saham tersebut dikeluarkan setelah melalui proses seperti yang digambarkan:


Daftar Saham yang Masuk dalam Perhitungan
Jakarta Islamic Index
Periode Juli 2007 s.d. Desember 2007
(lampiran pengumuman BEJ No. Peng-192/BEJ-DAG/U/06-2007 tanggal 29 Juni 2007)
No
Kode
Nama Saham
Keterangan
1
AALI
Astra Argo Lestari Tbk.
Tetap
2
ANTM
Aneka Tambang (Persero) Tbk.
Tetap
3
APEX
Apexindo Pratama Duta Tbk.
Masuk
4
ASH
Astra International Tbk.
Tetap
5
BLTA
Berlian Laju Tanker Tbk.
Tetap
6
BNBR
Bakrie & Brothers Tbk.
Tetap
7
BTEL
Bakrie Telecom Tbk.
Tetap
8
BUMI
Bumi Resources Tbk.
Tetap
9
CPRO
Cetral Proteinaprima Tbk.
Masuk
10
CTRA
Ciputra Development Tbk.
Tetap

2. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Transaksi Saham
Harga pasar wajar saham syariah harus mencerminkan nilai atau valuasi atas kondisi yang sesungguhnya dari aset yang menjadi dasar penerbiatan efek tersebut dan atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar, efisien serta tidak direkayasa.
Dari sisi investor, transaksi saham merupakan sesuatu yang halal jika memang digunakan untuk investasi dan bukan untuk kegiatan spekulasi. Kegiatan spekulasi dilarang karena spekulasi menyebabkan peningkatan pendapatan bagi sekelompok masyarakat tanpa memberikan kontribusi yang bersifat positif maupun produktif, serta memiliki unsur gharar (ketidakjelasan) dan maisir (judi).
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu kehati-hatian yang tinggi dalam melakukan transaksi saham di bursa efek agar kita dapat memenuhi prinsip kehalalan sesuai fatwa MUI, sehingga harta kekayaan yang diperoleh melalui bursa efek menjadi halal.


E. OBLIGASI SYARIAH
1.  Pengertian Obligasi Syariah
Fatwa DSN mendefinisikan obligasi syariah sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah, yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi saat jatuh tempo.
Obligasi syariah bukanlah surat utang-piutang seperti obligasi konvensional, melainkan sertifikat investasi (bukti kepemilikan) atas suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial tittle) yang menjadi underlying asset nya.
Karakteristik
Obligasi Syariah
Obligasi konvensional



Penerbit
Pemerintah, korporasi
Pemerintah, korporasi
Sifat instrumen
Sertifikat kepemilikan/penyertaan atas suatu aset
Instrumen pengakuan utang
Penghasilan
Imbalan, bagi hasil, margin/fee
Bunga/kupon, capital gain
Jangka waktu
Pendek-menengah
Menengah-panjang
Underlying asset
Perlu
Tidak perlu
Pihak yang terkait
Issuer, SPV, investor, trustee
Obligator/issuer, investor
Price
Market price
Merket price
Investor
Islami, konvensional
Konvensional
Pembayaran pokok
Bullet, amortisasi
Bullet, amortisasi
Penggunaan hasil penerbitan
Harus sesuai syariah
Bebas
Dasar hukum
Udang-undang
Undang-undang
Metode penerbitan
Lelang, bookbuilding, private placement
Lelang, bookbuilding, private placement
Ketentuan perdagangan
Tradeble
Tradeble
Dokumen yang diperlukan
Dokumen pasar modal, dokumen syariah
Dokumen pasar modal
Syariah endoserment
Perlu
Tidak perlu
 Perbedaan obligasi syariah dengan obligasi konvensional

Dalam menerbitkan obligasi syariah tidak lepas dari dasar syariah untuk masing-masing jenis akad (mudharabah, murabahah, musyarakah, slam, itishna’, dan ijarah). Untuk membantu investor mengambil keputusan, obligasi syariah yang diterbitkan juga memiliki rating sebagaimana obligasi konvensional. Obligasi syariah memang agak kurang likuid dan tidak dapat dibeli secara ritel, karena pembelian minimal adalah Rp. 1.000.000.000,00.
Jenis Obligasi Syariah
a.       Obligasi Syariah Mudharabah → Merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil, sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut tergantung pada pendapatan tertentu dari emiten (sesuai dengan penggunaan dana dari penerbitan obligasi syariah). Dasar bagi hasilnya dapat berupa pendapatan kotor atau pendapatan bersih dengan nisbah keuntungan yang sudah disepakati. (Fatwa DSN No. 15/2000)
b.      Obligasi Syariah Ijarah → Merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sehingga pendapatannya bersifat tetap berupa fee ijarah/pendapatan sewa, yang besarannya sudah diketahui sejak awal obligasi diterbitkan. Pemegang obligasi ijarah merupakan pemilik aset (manfaat) yang menyewakan kepada pihak lain melalui emiten sebagai wakil.
c.       Obligasi Syariah Musyarakah → Meupakan obligasi syariah yang diterbitkan bedasarkan perjanjian atau akad musyarakah dimana dua pihak atau kebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan akan dibagi sesuai nisbah yang disepakati sedangkan kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai proporsi modal masing-masing pihak.
d.      Obligasi Syariah Itishna’ → Merupakan obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Itishna’ dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Berikut adalah tabel perusahaan yang menerbitkan obligasi syariah dengan rating masing-masing;

e.        Daftar dan rating obligasi syariah mudharabah
Nama Emiten
Sektor
Peringkat
Nilai Emisi
Indikasi Return *)
Indosat
Telekomunikasi
AA+
Rp. 175 miliar
15,75%
Berlian Laju Tanker
Tansportasi
A-
Rp. 60 miliar
14,75%
Bank Bukopin
Perbankan
BBB+
Rp. 45 miliar
13,75%
Bank Syariah Mandiri
Perbankan
BBB
Rp. 200 miliar
13%
Ciliandra Perkasa
Perkebunan
BBB
Rp. 60 miliar
17,7%
Bank Muamalat (sub)
Perbankan
BBB-
Rp. 200 miliar
17%
Perkebunan Nusantara III
Perkebunan
BBB+
Rp. 75 miliar
13,88%
Pembangunan Perumahan
Konstruksi
BBB
Rp. 100 miliar
13,75%

f.       Daftar dan rating obligasi syariah ijarah
Nama Emiten
Sektor
Peringkat
Nilai Emisi
Indikasi Return *)
Matahari Putra Prima
Ritel
A+
Rp. 100 miliar
13,8%
Citra Sari Makmur
Telekomunikasi
A-
Rp. 100 miliar
14,25%
Sona Topas
Ritel
A+
Rp. 40 miliar
14,5%
Berlina
Industri plastik
A
Rp. 85 miliar
13,75%
Indorent I
Transportasi
A+
Rp. 100 miliar
13,25%
Humpuss Intermoda Trans
Transportasi
A+
Rp. 120 miliar
14%
Apexindo
Pertambangan
A-
Rp. 150 miliar
12,5%
Indosat IV
Telekomunikasi
AA+
Rp. 285 miliar
12%
Ricky Putra Globalindo
Industri tekstil
BBB+
Rp. 60,4 miliar
12,25%
Arpeni Pratama
Telekomunikasi
A
Rp. 100 miliar
14%


Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/Sukuk Negara)
Adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasar prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. SBSN ini diterbitkan oleh pmerintah RI melalui perusahaan penerbitan SBSN atau langsung oleh Pemerintah RI. SBSN ini dapat diterbitkan dengan menggunakan akad-akad syariah seperti: mudharabah, musyarakah, istishna’, dan ijarah. Pembayaran bagi hasil atau fee akan dilakukan oleh Pemerintah RI cq. Menteri Keuangan RI.
SBSN ini diterbitkan berdasarkan UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN pada tanggal 7 Mei 2008 dan merupakan UU yang ditunggu penerbitannya. Tujuan penerbitan SBSN ini adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau proyek-proyek negara.
Disisi investor, diharapkan penerbitan SBSN ini dapat dilakukan secara ritel sehingga mereka yang memiliki dana kecil dapat ikut serta melakukan investasi di obligasi.

Hal yang Harus Diperhatikan dalam Transaksi Obligasi
Sesuai dengan fatwa MUI, transaksi obligasi dihalalkan sepanjang emiten tersebut menjalankan usaha dengan kriteria syariah dan tidak melakukan transaksi yang dilarang. Bahkan, dalam transaksi obligasi diizinkan untuk dialihkan kepada pihak lain selama disepakati dalam akad.
Obligasi syariah, tidak mengenal adanya premium maupun diskonto, karena prinsip al-hawalah (pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil), sehingga harga yang digunakan adalah harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi.
Bagi hasil ataupun margib/fee yang diberikan sebagai imbal hasil dari obligasi syariah merupakan hal yang harus dicermati. Pertama, imbal hasil dalam bentuk bagi hasil biasanya diperoleh untuk obligasi syariah dengan akad mudharabah dan musyarakah, sehingga skema imbal hasil berbentuk tingkat pengembalian yang relatif tidak tetap/memiliki volatilitas tergantung pendapatan atau hasil kegiatan operasional  (fatwa DSN MUI No.15/DSN-MUI/IX/2000)
Imbal hasil dalam bentuk margin biasanya diperoleh untuk obligasii syariah dengan akad salam, istishna’, murabahah dan ijarah dengan fee karena skemanya adalah biaya plus. Dengan demikian, jika ada obligasi syariah jenis ini dan skema imbal hasil tidak tetap maka kita perlu memberi erhatian secaralebih cermat, karena berarti tidak sesuai dengan ketentuan syariah. Kedua, imbal hasil yang yang diberikan harus bersih dari unsur nonhalal, mengingat bahwa emiten yang menerbitkan obligasi mungkin masih memiliki sumber pendapatan tidak halal seperti pendapatan bunga deposito yang tida boleh digunakan sebagai sumber pembayaran dana imbal hasil.

F. KIK REKSA DANA SYARIAH
Pengertian Reksa Dana Syariah
KIK reksa dana syariah adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi suatu reksa dana syariah. Reksa dana syariah adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shabib al-mal/rabb al-maal) dengan manajer investasi sebagai wakil shabib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi (Fatwa DSN No; 20/DSN-MUI/IX/2001)
Reksa dana syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produkyang dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan KIK reksa dana syariah kepada para investor yang berminat, kemudian dana yang diperoleh darai investor dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan.
Keuntungan berinvestasi pada reksa dana  syariah adalah dapat dilakukan secara ritel sehingga investasi awal dapat disesuaikan dengan kesanggupan keuangan dan nilainya kecil. Keuntungan lainnya adalah hasilnya yang reltif lebih tinggi dibanding dposito) dan bebas pajak, mudah pelaksanaan transaksinya (ATM< Phonebanking atau internet banking), perkembangan yang dapat dipantau secara harian melalui media (termasuk beberapa koran), serta adanya audit secara rutin dan pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Berikut beberapa reksa dana syariah di Indonesia:
1.      BNI Dana Syariah (sejak tahun 2004)
2.      Dompet Dhuafa-BTS Syariah (2004)
3.      PNM Amanah Syariah (2004)
4.      Big Dana Syariah (2004)
5.      I-Haji Syariah Fund (2005)
6.      Reksa Dana PNM Syariah (sejak tahun 2000)
7.      dll,
Mekanisme Reksa Dana
Mekanisme operasional dalam reksa dana syariah terdiri atas:
1.      antara pemodal dengan manajer investasi dilakukan dengan sistem wakalah,
2.      antara manajer investasi dengan pengguna investasi dilakukan dengan sistem mudharabah.
Karakteristik sistem mudharabah adalah:
1.      Pembagian keuntungan antara pemodal yng diwakili oleh manajer investasi dan pengun investasi berdasarkan pada proporsi yang telah disepakati kedua belah pihak melalui manajer investasi sebagai wakil dan tidaka asa jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal.
2.      Pemodal hanya menanggung risiko sebesar dana yang diberikan.
3.      Manajer investasi sebagai wakil tidak menanggung risiko kerugian yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannya (gross neligence/tafrith)
Pihak yang Terlibat dalam Reksa Dana Syariah (DSN-MUI)
1.      Manajer investasi: Pihak/perusahaan ysng kegiatan utamannya adalah mengelola portofolio efek untuk  nasabah atau mengelola portofolio kolektif untuk sekelompok orang termasuk reksa dana . Kewajiban manajer investasi adalah:
a.       Mengelola portofolio investasi sesuai dengan kebijakan investasi yan tercantum dalam kontrak dan prospektus;
b.      Menyusun tata cara dan memastikan bahwa semua dana para calon pemegang unit penyertaan disampaikan kepada Bank Kustodian selambat-lambatnya pada akhir hari kerja berikutnya;
c.       Melakukan pengembalian dana unit penyertaan; dan
d.      Memeliara semua catatan penting yang berkaitan dengan laporan keuangan dan pengelolaan reksa dana sebagaimana ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
2.      Bank Kustodian: Bank yang menerima jasa penitipan efek dan harta lain yang berhubungan dengan efek jasa lain, menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang rekening nasabahnya. Kewajiban Bank Kustodian adalah:
a.       Memberikan pelayanan penitipan kolektif sehubungan dengan kekayaan reksa dana;
b.      Menghitung nilai aset bersih dari unit penyertaan setiap hari bursa;
c.       Membayar biaya-biaya yang berkaitan dengan reksa dana atas perintah manaje investasi;
d.      Menyimpan catatan secara terpisah yang menunjukkan semua perubahan dalam jumlah unit penyertaan, jumlah unit penyertaan, serta nama, kewarganegaraan, alamat, dan identitas lainnya dari para pemodal;
e.       Mengurus penerbitan dan penebusan dari unit penyertaan sesuai dengan kontrak;
f.       Memastikan bahwa unit penyertaan diterbitkan hanya atas penerimaan dana dari calon pemodal.
3.      Dewan Pengawas Syariah: untuk mengawasi proses transaksi reksa dana, baik sebelum peluncuran maupun setelah peluncuran Kewajiban DPS adalah:
a.       Melakukan proses penyeleksian portofolio efek. Jika efeknya saham maka usaha dan kondisi keuangannya seperti yang telah ditetapkan MUI. Jika efeknya adalah obligasi, maka harus pada obligasi syariah. Jika efeknya adala pasar uang maka harus sesuai syariah.
b.      Melakukan monitoring portofolio, memastikan bahwa investasi dilakukan pada efek yang telah ditetapkan dan melakukan transaksi yang sesuai syariah. Hal ini harus disajikan dalam laporan DPS.
c.       Melakukan purifikasi (pemurnian) portofolio yaitu penyisihan atas pendapatan-pendapatan nonhalal, jika diketahui ada maka akan digunakan sebagai dana sosial kemasyarakatan serta dikeluarkan dari perhitungan nilai aset bersih. Proses purifikasi dan penggunaan dana purifikasi harus disajikan dalam laporan DPS.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Transaksi Reksa Dana
DPS memegang peranan sangat penting dalam mengawasi transaksi perusahaan penerbit reksa dana, karena kehalalan imbal hasil/dana yang diperoleh melalui reksa dana sangat bergantung pasa kegiatan investasi yang dilakukan oleh manajer investasi. Hal-hal lain yang harus dipertimbangkan sebelum memilih suatu reksa dana syariah adalah kapasitan dan kemampuan manajer investasi untuk mengelola dana, yang antara lain bisa dilihat dari kinerja (nilai aset bersih) yang berjalan selama ini, serta dai biaya-biaya yang dibebankan seperti biaya pembelian dan biaya penjuaan kembali, imbalan jasa manajer investasi dan jasa kustodian.
G. TRANSAKSI YANG TERKAIT DENGAN REGULTOR –KHUSUS PERBANKAN SYARIAH
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah. Akad wadiah adalah suatu akad antara pemilik barang dan penerima titipan barang untuk menjaga harta titipan dari kerusakan atau kerugian serta demi keamanan barang yang dititipkan tersebut.

Fungsi dari SWBI ini bagi BI adalah sebagai alat pengendalian moneter, dan bagi Bank Syariah/Unit Usaha Syariah dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur likuiditas. Bagi bank syariah SWBI dapat digunakan sebagai agunan atas pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi bank syariah oleh BI. BI berkewajiban membantu pemberian pembiayaan tersebut dalam fungsinya sebagai lender of the last resource.
Atas keikutsertaan Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dalam pelaksanaan pengendalian moneter tersebut, maka BI dapat memeberikan bonus atas penitipan dana tersebut yang diperhitungkan pada saat jatuh tempo. Namun, sesuai dengan prinsip wadiah, jumlah bonus yang akan diberikan tidak ditentukan baik nilai nominalna maupun besaran prosentasenya pada awal perjanjian antara Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah sebagai penitip dengan BI sebagai penerima titipan. Pemberian bonus ini merupakan kebijakan Bank Sentral yang bersifat sukarela.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Mekanisme SBIS tidak menggunakan mekanisme SBI seperti pada bank konvensional tetapi dengan menggunakan mekanisme Sertifikat Bank Indonesia Syariah sesuai PBI No 10/11/PBI/2008. Mekanisme yang digunakan adalah Akad Ju’alah (imbalan) sehingga dipastikan tidak ada riba’ meskipun return yang diberikan BI terbilang cukup tinggi. SBIS diterbitkan sebagai pengganti SWBI. SBIS ini diterbitkan dalam nilai pecahan Rp 1.000.000,00 tanpa warkat, dengan janga waktu maksimal 12 bulan, dapat diagunkan pada BI ketika memperoleh Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek, dan tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Pasar Ung Antar-Bank Syariah
Adalah transaksi untuk menyerahkan sejumlah kelebihan dana dari suau Bank kepada Bank lainnya, dimana Bank yang menerima dana sedang kalah di kliring (kekurangan dana untuk membayar nasabahnya). PUAS diterbitkan dengan PBI No 9/5/PBI/2007 Pasar Uang Antarbank Berdasar Prinsip Syariah. Sedangkan akad yang dapat digunakan untuk transaksi PUAS adalah: akad mudharabah, akad musyarakah, akad wadi’ah, akad qard dan akad sharf sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 37/DSN-MUI/X/2002.
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-Bank (SIMA)
Berlakunya instrumen keuangan syariah SIMA ini berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia no 9/8/DPM tertanggal 30 Maret 2007. Tujuan dberlakukannya SIMA ini adlah untuk sarana investasi bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah, terutama untuk mengatur kebutuhan likuiditasnya.
SIMA didefinisikan sebagai sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah yang digunakan sebagai sarana investasi di PUAS dengan akad mudharabah. Karakteristik SIMA:
1.      Diterbitkan dengan akad mudharabah
2.      Dapat diterbitkan baik dengan rupiah maupun valuta asing
3.      Dapat deiterbitkan dengan atau tanpa warkat
4.      Mencantumkan informasi sedikitnya: nilai nominal investasi, nisbah bagi hasil, jangka waktu investasi, indikasi tingkat imbalan SIMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir
5.      Jangka waktu 1 hari sampai 365 hari
6.      Dapat diperdagangkan sebelum jatuh tempo
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS)
Merupakan instrumen terakhir unruk memenuhi kebutuhan likuidasi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah setelah terjadinya saldo giro negatif dan tidak berhasilnya akses pasar uang syariah untuk menutu kewajiban jangka pendek. Untuk mengatur FPJPS telah diatur oleh PBI No. 11/24/PBI/2009 yang berlaku 1 Juli 2009 dengan menggantikan PBI No. 5/3/2003 dan No. 7/23/PBI/2005.
Dimana Bank Umum Syariah yang mengalami kesulitan pendanaan jangka endek dapat memperoleh pinjaman berdasarkan akad mudarabah. Dengan catatan bank harus masih memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (capital adequacy ratio) positif dan memiliki agunan berkualitas tinggi berupa surat berharga dan dan aset pembiayaan kolektibilitas lancar yang nilainya memadai serta bebas dari berbagai bentuk perikatan, sengketa dan tidak dijaminkan kepada pihak lain. Plafon FPJPS ini ditetapkan berdasarkan perkiraan jumlah likuiditas selama 14 hari ke depan sampai bank mmenuhi giro wajib minimum sesuai peraturan yang berlaku atau maksimal 90 hari.
BI memperoleh imbalan atas setiap FPJPS yang diterima oleh bank. Perhitungan imbal hasil berdasarkan jumlah pokok FPJPS, tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada bank yang bersangkutan, nisbah bagi hasil bagi Bi dan jumlah hari kalender penggunaan FPJPS. Nisbah bagi hasil bagi BI adalah sebesar 90%.
Pada saat FPJPS jatuh tempo, BI mendebet rekening giro rupiah bank yang bersangkutan di BI sebesar nilai FPJPS dan imbalan FPJPS. Jika pada saat FPJPS jatuh tempodan saldo rupiah bank yang bersangkutan di BI tidak cukup unntuk membayar pokok dan imbalan FPJPS, maka bank dianggap tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS dan agunan FPJPS dieksekusi.
Bank wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (action plan) untuk mengatasi kesulitan likuidias paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJPS dan wajib menyampaikan laporan kepada BI mengenai penggunaan FPJPS dan kondisi likuiditas Bank pada setiap akhit hari kerja.

H. PERLAKUAN AKUNTANSI
Perlakuan akuntansi bagi transaksi di bursa efek, dapat mengacu pada PSAK mengenai investasi, mengingat PSAK Syariah tentang hal ini belum ada. Untuk sesuatu yang belum diatur oleh PSAK, manajemen boleh menggunakan pertimbanagan untuk menentukan kebijakan akuntansi yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan, antara lain dengan memperhatikan PSAK yang mirip dengan masalah terkait (PSAK no. 101 par 22). Sebalinyam apabila perusahaan konvensional melakukan transaksi syariah maka pencatatannya harus mengacu pada PSAK yang mengatur transaksi syariah tersebut.
Bagi emoten harus melakukan pencatatan sebagaimana bisa tetapi etap memperhatikan kerangka dasar penyajian laporan akuntansi syariah.
Laporan keuangan yang dikeluarkan juga harus mengikuti ketentuan pelaporan menurut PSAK syariah, kecuali untuk perusahaan penerbit reksa dana diizinkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap penyajian laporan keuangannya (PSAK No. 101 par 07). Bagi perusahaan konvensional yang memiliki transaksi syariah, hanya wajib melaporkan transaksi yang dilakukannya secaraa syariah tetapi tidak diwajibkan menyajikan laporan keuangan lengkap sebagaimana entitas syariah.

Bagi investor juga berlaku hal yang sama. Oleh karena belum ada PSAK yang mengatur, maka dapat digunakan PSAK konvensional yang disesuaikan. Misalnya, pengelompokan nvestasi dalam trading tidak ada, karena syariah tidak menghalalkan transaksi spekulasi.

1 comments:

  1. maaf, bisa dicantumkan sumber postingan ini berasal dari mana saja ya..

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar anda...