A. PENGERTIAN PASAR MODAL
Pasar modal (capital market)
merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa
diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen
derivatif, maupun instrumen lainnya. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi
berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.
(Darmadji dan Fakhruddin 2006)
Dalam menjalankan fungsinya,
pasar modal dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Pasar perdana merupakan penjualan efek
petama kali atau penerbitan efek sebelum efek tersebut dijual melalui bursa
efek. Pada pasar perdana, efek dijual dengan harga emisi, sehingga perusahaan
yang menerbitkan saham memperoleh dana dari penjualan tersebut.
2.
Pasar sekunder adalah penjualan efek
setelah pada pasar perdana berakhir. Pada pasar sekunder harga efek ditentukan
berdasarkan nilai pasar efek tersebut, dan perusahaan yang menerbitkan tidak
lagi memperoleh dana dari penjualan tersebut.
3.
Bursa paralel merupakan bursa efek yang
ada. Bagi perusahaan yang menerbitkan efek dan akan menjual efeknya melalui
bursa dapat dilakukan melalui bursa paralel. Bursa paralel merupakan alternatif
bagi perusahaan yang go public untuk memperjualbelikan efeknya jika
dapat memenuhi syarat yang ditentukan pada bursa efek.
Pasar Modal Syariah di Indonesia
Pasar
modal syariah merupakan pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah
dalam kegiatan transaksinya dan terbebas dalam hal-hal yang dilarang, sepeti
riba, perjudian, spekulasi, dan lain sebagainya. Penerapan prinsip-prinsip
syariah melekat pada instrumen atau surat berharga atau efek yang
diperjualbelikan (efek syariah) dan cara transaksinya sebagaimana diatur oleh
fatwa DSN MUI, sehingga tidak memerlukan bursa efek yang terpisah.
Peraturan
yang dikeluarkan Bapepam terkait dengan efek syariah selalu mengacu pada
keputusan MUI yang berhubungan Pasar Modal Syariah. Fatwa Dewan Syariah
Nasional-MUI yang telah diterbitkan adalah:
1. No:40/DSN-MUI/X/2003, tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal;
2. No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham;
3. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaa Investasi Untuk Reksa Dana
Syariah;
4. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
5. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
6. No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
Walaupun
telah disiapkan master plan pasar modal syariah berupa kerangka kebijakan
pengembangan pasar modal syariah termasuk serangkaian peraturan, serta komponen
pendukungnya seperti: kebijakan akuntansi, hukum maupun bentuk produk syariah,
perkembangan pasar modal syariah di Indonesia masih tergolong lambat, sebagai
akibat dari (hasil studi bapepam):
1. Kurangnya tingkat pengetahuan dan pemahaman pelaku pasar dan pemodal
2. Terbatasnya ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah
3. Kurangnya SDM (profesional) yang ahli di bidang keuangan syariah
4. Pola kelembagaan atau institusi dalam rangka pengawasan masih dianggap
sebagai "dis-insentif" oleh para pelaku
5. Kurangnya: insentif" sehingga pelaku lebih cenderung
menerbitkan produk konvensional
6. Terbatasnya produk syariah yang dapat dijadikan portofolio reksa dan
(kendala khusus untuk reksa dana syariah)
B. SUMBER HUKUM SYARIAH
1. Al-quran
...dan Allah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba... (QS.2:275)
"hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba(yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu tidak
menganiaya dan tida (pula) dianiaya". (QS.2:278-279)
"hai orang-orang beriman,
janganlah kamu saling memakan hata sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu". (QS.4:29)
"apabila telah ditunaikan
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah". (QS.62:10)
"hai orang yang beriman!
Penuhilah akad-akad itu..." (QS 5:1)
2. As-Sunnah
"tidak boleh membahayakan
diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit)
"janganlah kamu menjual sesuatu
yang tidak ada padamu." (HR. Al Khomsah dari Hukaim bi Hizam)
"Rasulullah SAW melarang
jual beli yang mengandung gharar." (HR.
Muslim dari Abu Hurairah)
"perdamaian dapat dilakukan
di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."
(HR. Al-Tirmidzi
dari Amr bin Auf)
"Allah SWT berfirman: 'aku
adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak
tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, aku
keluar dari mereka.' (HR. Abu Daud, dari Abu Hurairah)
Dari
Ma'mar bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda: tidaklah melakukan ikhtikar
(penimbunan) kecuali orang yang bersalah."(HR. Muslim)
"tidak halal (memberikan)
pinjaman dan penjualan, tidak halal (menetapkan) dua syarat dalam satu jual
beli, tidak halal keuntungan sesuatu yang tidak ditanggung resikonya, dan tidak
halal (melakukan) penjualan sesuatu yang tidak ada padamu". (HR. Al Khomsah dari Amr bin Syuaib)
"rasulullah SAW melarang (untuk)
melakukan penawaran palsu." (Muttafaq'alaih)
"nabi SAW melarang pembelian
ganda pada satu transaksi pembelian." (HR.
Abu Dawud)
C. KRITERIA EFEK SYARIAH (DSN MUI-BAPEPAM)
Dewan Syariah Nasional (DSN) suatu lembaga di bawah MUI
(Majelis Ulama Indonesia) yang dibentuk pada tahun 1999 melalui Fatwa DSN
Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman
Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, telah menentukan tentang
kriteria produk-produk investasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Produk atau
instrumen keuangan yang digunkana harus memenuhi syarat:
1. Jenis usaha, produk barang
dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan emitten tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Jenis kegiatan yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah:
a.
Usaha perjudian atau permainan yang tergolong judi atau
perdagangan yang dilarang.
b.
Lembaga keuangan konvensional atau ribawi (perbankan dan
asuransi konvensional)
c.
Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman
haram.
d.
Produsen, distributor, dan atau penyedia barang atau jasa
yang merusak moral dan bersifat mudarat.
e.
Melakukan investasi pada emitten (perusahaan) yang pada saat
transaksi tingkat (nisbah) utang perusahaan pada lembaga keuangan ribawi lebih
dominan daripada modalnya.
2. Pelaksanaan transaksi harus
dilakukan dengan prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan
spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar,
riba, maisir, risywah, maksiat, dan kezaliman, seperti:
a.
Najsy yaitu melakukan penawaran
palsu
b.
Ba’i Al Madoum yaitu melakukan penjualan
efek syariah yang belum dimiliki (short
selling)
c.
Insider Trading yaitu menggunkaan informasi
“orang dalam” dari perusahaan emitten untuk memperoleh keuntungan atas
transaksi yang dilakukan.
d.
Menimbulkan informasi yang menyesatkan
e.
Margin Trading yaitu melakukan transaksi
atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban
penyelesaian pembelian efek syariah tersebut.
f.
Corner adalah sejenis manipulasi
pasar dalam bentuk mengenai pasokan saham yang beredar di pasar sehingga
pelakunya dapat menentukan harga saham di bursa.
g.
Window Dressing merupakan praktik tertentu
dalam laporan keuangan keungan yang didesain untuk menyajikan kondisi keungan
yang lebih baik daripada keadaan yang sebenarnya.
Ada dua kriteria yang harus dipenuhi agar efek tersebut
dikatakan sesuai dengan syariah:
1. Jenis Usaha dari Emitten
sesuai dengan syariah apabila:
a.
Produk dan jasa yang dihasilkannya adalah sesuatu yang halal,
bukan diharamkan oleh syariah atau besar kemudharatannya dibanding manfaat.
b.
Pendapatan yang dihasilkan berasal dari usaha yang halal dan
dilakukan dengan cara yang halal termasuk adanya saling ridha serta tidak
berbuat zalim.
c.
Keterbukaan, emitten harus menjalankan kegiatan usaha dengan
cara yang baik serta memenuhi prinsip keterbukaan.
d.
Manajemen usaha, emitten harus mempunyai manajemen yang
berperilaku Islami seperti: menghormati hak asasi manusia, menjaga lingkungan
hidup, melaksanakan good corporate governance, serta memegang teguh prinsip
kehati-hatian dalam mengambil risiko termasuk pendanaan yang mempengaruhi modal
dan rasio piutang.
e.
Melakukan transparansi dan keadilan dalam berhubungan dengan
investor. Emitten harus mempunyai catatan keuangan yang jelas dan sebaiknya
terpisah mengenai kegiatan usaha yang dbiayai.
2. Kondisi/Rasio Keuangan
a.
Emitten memiliki fundamental usaha yang kuat dimana struktur
keungan baik dan tidak bergantung pada utang ribawi.
b. Emitten memiliki fundamental
keuangan yang kuat dimana emitten memiliki struktur nisbah utang dan modal
lebih kecil dari 82%
c.
Emitten memiliki citra yang baik bagi publik
Ada dua tahap screening
yang harus dilalui untuk dapat menentukan apakah suatu efek termasuk dalam efek
syariah atau bukan. Tahap yang dilakukan Reksa dana Syariah adalah:
Proses Sceening (Penyaringan) dalam Penentuan Daftar
Efek Syariah
|
|
Sceening Pertama
(Core Business)
|
Sceening
Kedua
(Rasio
Keuangan)
|
Kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah seperti:
1. Perjudian
dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang
2. Menyelenggarakan
jasa keungan yang menerapkan konsep ribawi, jual beli risiko yang mengandung gharar dan atau maisir
3.
Memproduksi, mendistribusikan,
memperdagangkan, atau menyediakan: barang dan atau jasa yang haram. Baik
karena zatnya atau bukan karena zatnya; barang atau jasa yang merusak moral
dan bersifat mudharat
|
1.
Total utang yang dibandingkan dengan total ekuitas tidak
lebih dari 82% (utang berbasis bunga dibandingakan dengan total ekuitas tidak
lebih dari 45% : 55%)
2.
Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya
dibandingkan dengan total pendapatan tidak lebih dari 10%
|
D. JENIS EFEK SYARIAH
Dalam pasar modal syariah, efek yang diperdagangkan harus
merupakan efek syariah, yaitu surat berharga yang dikeluarkan oleh emitten
dimaan pengelolaan perusahaannya dan cara penerbitan (emisi) efeknya memenuhi
prinsip syariah.
Ada lima jenis efek syariah yang dapat diperdagangkan dalam
Pasar Modal Syariah yaitu:
1. Saham syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi
kriteria berdasarkan fatwa DSN-MUI dan tiadk termasuk saham yang memiliki
hak-hak istimewa.
2. Obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan emitten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emitten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah
berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat
jatuh tempo.
3. Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Reksa Dana
Syariah
adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam
portofolio investasi suatu KIK Reksa Dana Syariah
4. Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah adalah efek yang
diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya
terdiri atas aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga
komersial, taguhan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik
oleh lembaga keuangan.
5. Surat Berharga Komersial Syariah adalah surat pengakuan atas
suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip
syariah.
6. Surat berharga syariah
lainnya.
Saham Syariah
1.
Pengertian Saham Syariah
Saham
merupakan bukti kepemilikan seseorang/pemegang saham atas aset perusahaan
sehingga penilaian atas saham seharusnya berdasarkan atas nilai aset. Sebagai
bukti kepemilikan, maka saham yang diperbolehkan secara syariah untuk dibeli
adalah saham untuk perusahaan yang kegiatan usaha, jenis produk/jasa serta cara
pengelolaannya sejalan dengan prinsip syariah. BEJ bekerja sama dengan Dewan
Pengawas Syariah PT Danareksa Investment Management telah mengembangkan Jakarta
Islamic Index (JII) yang menggambarkan indeks saham yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.
Proses penetapan saham emitten yang dapat dikelompokkan dalam
JII:
1. Saham-saham yang termasuk
dalam indeks syariah adlaah saham-saham dengan emitten yang kegiatan usahanya
tidak bertentangan dengan syariah sebagaimana persyaratan pada Fatwa DSN-MUI
2.
Setelah itu dinilai berdasarkan aspek likuiditas dan kondisi
keuangan emitten, yaitu:
a.
Memilih saham dengan jenis usaha utama yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan
(kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
b. Memilih saham berdasarkan
laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio
kewajiban terhadap aset maksimal sebesar 90%
c.
Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan
rata-rata kapitalisasi pasar (market
capitalization) terbesar selama satu tahun terkahir.
d. Memilih 30 saham dengan
urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler
selama tahun terakhir.
Berikut ini contoh saham yang masuk JII untuk periode
Juli-Desember 2007, dimana daftar saham tersebut dikeluarkan setelah melalui
proses seperti yang digambarkan:
Daftar Saham yang Masuk
dalam Perhitungan
Jakarta Islamic Index
Periode Juli 2007 s.d.
Desember 2007
(lampiran
pengumuman BEJ No. Peng-192/BEJ-DAG/U/06-2007 tanggal 29 Juni 2007)
No
|
Kode
|
Nama Saham
|
Keterangan
|
1
|
AALI
|
Astra
Argo Lestari Tbk.
|
Tetap
|
2
|
ANTM
|
Aneka
Tambang (Persero) Tbk.
|
Tetap
|
3
|
APEX
|
Apexindo
Pratama Duta Tbk.
|
Masuk
|
4
|
ASH
|
Astra
International Tbk.
|
Tetap
|
5
|
BLTA
|
Berlian
Laju Tanker Tbk.
|
Tetap
|
6
|
BNBR
|
Bakrie
& Brothers Tbk.
|
Tetap
|
7
|
BTEL
|
Bakrie
Telecom Tbk.
|
Tetap
|
8
|
BUMI
|
Bumi
Resources Tbk.
|
Tetap
|
9
|
CPRO
|
Cetral
Proteinaprima Tbk.
|
Masuk
|
10
|
CTRA
|
Ciputra
Development Tbk.
|
Tetap
|
2. Hal
yang Harus Diperhatikan dalam Transaksi Saham
Harga pasar wajar saham syariah harus mencerminkan nilai atau
valuasi atas kondisi yang sesungguhnya dari aset yang menjadi dasar penerbiatan
efek tersebut dan atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar,
efisien serta tidak direkayasa.
Dari sisi investor, transaksi saham merupakan sesuatu yang
halal jika memang digunakan untuk investasi dan bukan untuk kegiatan spekulasi.
Kegiatan spekulasi dilarang karena spekulasi menyebabkan peningkatan pendapatan
bagi sekelompok masyarakat tanpa memberikan kontribusi yang bersifat positif
maupun produktif, serta memiliki unsur gharar
(ketidakjelasan) dan maisir (judi).
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu kehati-hatian
yang tinggi dalam melakukan transaksi saham di bursa efek agar kita dapat
memenuhi prinsip kehalalan sesuai fatwa MUI, sehingga harta kekayaan yang
diperoleh melalui bursa efek menjadi halal.
E. OBLIGASI SYARIAH
1. Pengertian Obligasi Syariah
Fatwa DSN mendefinisikan obligasi syariah sebagai surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten
kepada pemegang obligasi syariah, yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi
saat jatuh tempo.
Obligasi syariah bukanlah surat utang-piutang seperti
obligasi konvensional, melainkan sertifikat investasi (bukti kepemilikan) atas
suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial
tittle) yang menjadi underlying asset
nya.
Karakteristik
|
Obligasi
Syariah
|
Obligasi
konvensional
|
Penerbit
|
Pemerintah, korporasi
|
Pemerintah, korporasi
|
Sifat instrumen
|
Sertifikat kepemilikan/penyertaan
atas suatu aset
|
Instrumen pengakuan utang
|
Penghasilan
|
Imbalan, bagi hasil,
margin/fee
|
Bunga/kupon, capital gain
|
Jangka waktu
|
Pendek-menengah
|
Menengah-panjang
|
Underlying
asset
|
Perlu
|
Tidak perlu
|
Pihak yang terkait
|
Issuer, SPV, investor, trustee
|
Obligator/issuer, investor
|
Price
|
Market price
|
Merket price
|
Investor
|
Islami, konvensional
|
Konvensional
|
Pembayaran pokok
|
Bullet, amortisasi
|
Bullet, amortisasi
|
Penggunaan hasil
penerbitan
|
Harus sesuai syariah
|
Bebas
|
Dasar hukum
|
Udang-undang
|
Undang-undang
|
Metode penerbitan
|
Lelang, bookbuilding, private placement
|
Lelang, bookbuilding, private placement
|
Ketentuan perdagangan
|
Tradeble
|
Tradeble
|
Dokumen yang diperlukan
|
Dokumen pasar modal,
dokumen syariah
|
Dokumen pasar modal
|
Syariah
endoserment
|
Perlu
|
Tidak perlu
|
Perbedaan obligasi syariah dengan obligasi
konvensional
Dalam menerbitkan obligasi syariah tidak lepas dari dasar
syariah untuk masing-masing jenis akad (mudharabah, murabahah, musyarakah,
slam, itishna’, dan ijarah). Untuk membantu investor mengambil keputusan,
obligasi syariah yang diterbitkan juga memiliki rating sebagaimana obligasi
konvensional. Obligasi syariah memang agak kurang likuid dan tidak dapat dibeli
secara ritel, karena pembelian minimal adalah Rp. 1.000.000.000,00.
Jenis Obligasi Syariah
a.
Obligasi Syariah Mudharabah → Merupakan obligasi syariah yang
menggunakan akad bagi hasil, sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas
obligasi tersebut tergantung pada pendapatan tertentu dari emiten (sesuai
dengan penggunaan dana dari penerbitan obligasi syariah). Dasar bagi hasilnya
dapat berupa pendapatan kotor atau pendapatan bersih dengan nisbah keuntungan
yang sudah disepakati. (Fatwa DSN No. 15/2000)
b.
Obligasi Syariah Ijarah → Merupakan obligasi syariah yang
menggunakan akad sewa sehingga pendapatannya bersifat tetap berupa fee ijarah/pendapatan sewa, yang
besarannya sudah diketahui sejak awal obligasi diterbitkan. Pemegang obligasi
ijarah merupakan pemilik aset (manfaat) yang menyewakan kepada pihak lain
melalui emiten sebagai wakil.
c.
Obligasi Syariah Musyarakah → Meupakan obligasi syariah yang
diterbitkan bedasarkan perjanjian atau akad musyarakah dimana dua pihak atau
kebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru,
mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan
akan dibagi sesuai nisbah yang disepakati sedangkan kerugian yang timbul
ditanggung bersama sesuai proporsi modal masing-masing pihak.
d.
Obligasi Syariah Itishna’ → Merupakan obligasi syariah yang
diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Itishna’ dimana para pihak
menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun
harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih
dahulu berdasarkan kesepakatan.
Berikut adalah tabel perusahaan yang menerbitkan obligasi
syariah dengan rating masing-masing;
e.
Daftar dan rating
obligasi syariah mudharabah
Nama Emiten
|
Sektor
|
Peringkat
|
Nilai Emisi
|
Indikasi Return *)
|
Indosat
|
Telekomunikasi
|
AA+
|
Rp. 175 miliar
|
15,75%
|
Berlian Laju Tanker
|
Tansportasi
|
A-
|
Rp. 60 miliar
|
14,75%
|
Bank Bukopin
|
Perbankan
|
BBB+
|
Rp. 45 miliar
|
13,75%
|
Bank Syariah Mandiri
|
Perbankan
|
BBB
|
Rp. 200 miliar
|
13%
|
Ciliandra Perkasa
|
Perkebunan
|
BBB
|
Rp. 60 miliar
|
17,7%
|
Bank Muamalat (sub)
|
Perbankan
|
BBB-
|
Rp. 200 miliar
|
17%
|
Perkebunan Nusantara III
|
Perkebunan
|
BBB+
|
Rp. 75 miliar
|
13,88%
|
Pembangunan Perumahan
|
Konstruksi
|
BBB
|
Rp. 100 miliar
|
13,75%
|
f.
Daftar dan rating obligasi syariah ijarah
Nama Emiten
|
Sektor
|
Peringkat
|
Nilai Emisi
|
Indikasi Return *)
|
Matahari Putra Prima
|
Ritel
|
A+
|
Rp. 100 miliar
|
13,8%
|
Citra Sari Makmur
|
Telekomunikasi
|
A-
|
Rp. 100 miliar
|
14,25%
|
Sona Topas
|
Ritel
|
A+
|
Rp. 40 miliar
|
14,5%
|
Berlina
|
Industri plastik
|
A
|
Rp. 85 miliar
|
13,75%
|
Indorent I
|
Transportasi
|
A+
|
Rp. 100 miliar
|
13,25%
|
Humpuss Intermoda Trans
|
Transportasi
|
A+
|
Rp. 120 miliar
|
14%
|
Apexindo
|
Pertambangan
|
A-
|
Rp. 150 miliar
|
12,5%
|
Indosat IV
|
Telekomunikasi
|
AA+
|
Rp. 285 miliar
|
12%
|
Ricky Putra Globalindo
|
Industri tekstil
|
BBB+
|
Rp. 60,4 miliar
|
12,25%
|
Arpeni Pratama
|
Telekomunikasi
|
A
|
Rp. 100 miliar
|
14%
|
Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN/Sukuk Negara)
Adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasar
prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik
dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. SBSN ini diterbitkan oleh pmerintah
RI melalui perusahaan penerbitan SBSN atau langsung oleh Pemerintah RI. SBSN
ini dapat diterbitkan dengan menggunakan akad-akad syariah seperti: mudharabah,
musyarakah, istishna’, dan ijarah. Pembayaran bagi hasil atau fee akan dilakukan oleh Pemerintah RI
cq. Menteri Keuangan RI.
SBSN ini diterbitkan berdasarkan UU No. 19 Tahun 2008 tentang
SBSN pada tanggal 7 Mei 2008 dan merupakan UU yang ditunggu penerbitannya.
Tujuan penerbitan SBSN ini adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau proyek-proyek negara.
Disisi investor, diharapkan penerbitan SBSN ini dapat
dilakukan secara ritel sehingga mereka yang memiliki dana kecil dapat ikut
serta melakukan investasi di obligasi.
Hal
yang Harus Diperhatikan dalam Transaksi Obligasi
Sesuai dengan fatwa MUI, transaksi obligasi dihalalkan
sepanjang emiten tersebut menjalankan usaha dengan kriteria syariah dan tidak
melakukan transaksi yang dilarang. Bahkan, dalam transaksi obligasi diizinkan
untuk dialihkan kepada pihak lain selama disepakati dalam akad.
Obligasi syariah, tidak mengenal adanya premium maupun
diskonto, karena prinsip al-hawalah (pengalihan piutang dengan tanggungan bagi
hasil), sehingga harga yang digunakan adalah harga nominal pelunasan jatuh
tempo obligasi.
Bagi hasil ataupun margib/fee
yang diberikan sebagai imbal hasil dari obligasi syariah merupakan hal yang
harus dicermati. Pertama, imbal hasil dalam bentuk bagi hasil biasanya
diperoleh untuk obligasi syariah dengan akad mudharabah dan musyarakah,
sehingga skema imbal hasil berbentuk tingkat pengembalian yang relatif tidak
tetap/memiliki volatilitas tergantung pendapatan atau hasil kegiatan
operasional (fatwa DSN MUI
No.15/DSN-MUI/IX/2000)
Imbal hasil dalam bentuk margin biasanya diperoleh untuk
obligasii syariah dengan akad salam, istishna’, murabahah dan ijarah dengan fee karena skemanya adalah biaya plus.
Dengan demikian, jika ada obligasi syariah jenis ini dan skema imbal hasil
tidak tetap maka kita perlu memberi erhatian secaralebih cermat, karena berarti
tidak sesuai dengan ketentuan syariah. Kedua, imbal hasil yang yang diberikan
harus bersih dari unsur nonhalal, mengingat bahwa emiten yang menerbitkan
obligasi mungkin masih memiliki sumber pendapatan tidak halal seperti
pendapatan bunga deposito yang tida boleh digunakan sebagai sumber pembayaran
dana imbal hasil.
F. KIK REKSA DANA SYARIAH
Pengertian
Reksa Dana Syariah
KIK reksa dana syariah adalah satuan ukuran yang menunjukkan
bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi suatu reksa dana
syariah. Reksa dana syariah adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan
dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai
pemilik harta (shabib al-mal/rabb al-maal) dengan manajer investasi sebagai
wakil shabib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib
al-mal dengan pengguna investasi (Fatwa DSN No; 20/DSN-MUI/IX/2001)
Reksa dana syariah merupakan sarana investasi campuran yang
menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produkyang dikelola oleh
manajer investasi. Manajer investasi menawarkan KIK reksa dana syariah kepada
para investor yang berminat, kemudian dana yang diperoleh darai investor
dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi
syariah yang dinilai menguntungkan.
Keuntungan berinvestasi pada reksa dana syariah adalah dapat dilakukan secara ritel
sehingga investasi awal dapat disesuaikan dengan kesanggupan keuangan dan
nilainya kecil. Keuntungan lainnya adalah hasilnya yang reltif lebih tinggi dibanding
dposito) dan bebas pajak, mudah pelaksanaan transaksinya (ATM< Phonebanking atau internet banking), perkembangan yang dapat dipantau secara harian
melalui media (termasuk beberapa koran), serta adanya audit secara rutin dan
pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Berikut
beberapa reksa dana syariah di Indonesia:
1.
BNI Dana Syariah (sejak tahun 2004)
2.
Dompet Dhuafa-BTS Syariah (2004)
3.
PNM Amanah Syariah (2004)
4.
Big Dana Syariah (2004)
5.
I-Haji Syariah Fund (2005)
6.
Reksa Dana PNM Syariah (sejak tahun 2000)
7.
dll,
Mekanisme
Reksa Dana
Mekanisme
operasional dalam reksa dana syariah terdiri atas:
1.
antara pemodal dengan manajer investasi dilakukan dengan
sistem wakalah,
2.
antara manajer investasi dengan pengguna investasi dilakukan
dengan sistem mudharabah.
Karakteristik
sistem mudharabah adalah:
1.
Pembagian keuntungan antara pemodal yng diwakili oleh manajer
investasi dan pengun investasi berdasarkan pada proporsi yang telah disepakati
kedua belah pihak melalui manajer investasi sebagai wakil dan tidaka asa
jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal.
2.
Pemodal hanya menanggung risiko sebesar dana yang diberikan.
3.
Manajer investasi sebagai wakil tidak menanggung risiko
kerugian yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannya (gross neligence/tafrith)
Pihak
yang Terlibat dalam Reksa Dana Syariah (DSN-MUI)
1.
Manajer investasi: Pihak/perusahaan ysng kegiatan utamannya
adalah mengelola portofolio efek untuk
nasabah atau mengelola portofolio kolektif untuk sekelompok orang
termasuk reksa dana . Kewajiban manajer investasi adalah:
a.
Mengelola portofolio investasi sesuai dengan kebijakan
investasi yan tercantum dalam kontrak dan prospektus;
b.
Menyusun tata cara dan memastikan bahwa semua dana para calon
pemegang unit penyertaan disampaikan kepada Bank Kustodian selambat-lambatnya
pada akhir hari kerja berikutnya;
c.
Melakukan pengembalian dana unit penyertaan; dan
d.
Memeliara semua catatan penting yang berkaitan dengan laporan
keuangan dan pengelolaan reksa dana sebagaimana ditetapkan oleh instansi yang
berwenang.
2.
Bank Kustodian: Bank yang menerima jasa penitipan efek dan
harta lain yang berhubungan dengan efek jasa lain, menyelesaikan transaksi efek
dan mewakili pemegang rekening nasabahnya. Kewajiban Bank Kustodian adalah:
a.
Memberikan pelayanan penitipan kolektif sehubungan dengan
kekayaan reksa dana;
b.
Menghitung nilai aset bersih dari unit penyertaan setiap hari
bursa;
c.
Membayar biaya-biaya yang berkaitan dengan reksa dana atas
perintah manaje investasi;
d.
Menyimpan catatan secara terpisah yang menunjukkan semua
perubahan dalam jumlah unit penyertaan, jumlah unit penyertaan, serta nama,
kewarganegaraan, alamat, dan identitas lainnya dari para pemodal;
e.
Mengurus penerbitan dan penebusan dari unit penyertaan sesuai
dengan kontrak;
f.
Memastikan bahwa unit penyertaan diterbitkan hanya atas
penerimaan dana dari calon pemodal.
3.
Dewan Pengawas Syariah: untuk mengawasi proses transaksi
reksa dana, baik sebelum peluncuran maupun setelah peluncuran Kewajiban DPS
adalah:
a.
Melakukan proses penyeleksian portofolio efek. Jika efeknya
saham maka usaha dan kondisi keuangannya seperti yang telah ditetapkan MUI.
Jika efeknya adalah obligasi, maka harus pada obligasi syariah. Jika efeknya
adala pasar uang maka harus sesuai syariah.
b.
Melakukan monitoring portofolio, memastikan bahwa investasi
dilakukan pada efek yang telah ditetapkan dan melakukan transaksi yang sesuai
syariah. Hal ini harus disajikan dalam laporan DPS.
c.
Melakukan purifikasi (pemurnian) portofolio yaitu penyisihan
atas pendapatan-pendapatan nonhalal, jika diketahui ada maka akan digunakan
sebagai dana sosial kemasyarakatan serta dikeluarkan dari perhitungan nilai
aset bersih. Proses purifikasi dan penggunaan dana purifikasi harus disajikan
dalam laporan DPS.
Hal-hal
yang Harus Diperhatikan dalam Transaksi Reksa Dana
DPS memegang peranan sangat penting dalam mengawasi transaksi
perusahaan penerbit reksa dana, karena kehalalan imbal hasil/dana yang
diperoleh melalui reksa dana sangat bergantung pasa kegiatan investasi yang
dilakukan oleh manajer investasi. Hal-hal lain yang harus dipertimbangkan
sebelum memilih suatu reksa dana syariah adalah kapasitan dan kemampuan manajer
investasi untuk mengelola dana, yang antara lain bisa dilihat dari kinerja
(nilai aset bersih) yang berjalan selama ini, serta dai biaya-biaya yang
dibebankan seperti biaya pembelian dan biaya penjuaan kembali, imbalan jasa
manajer investasi dan jasa kustodian.
G. TRANSAKSI YANG TERKAIT
DENGAN REGULTOR –KHUSUS PERBANKAN SYARIAH
Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia
Adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai
bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah. Akad wadiah adalah
suatu akad antara pemilik barang dan penerima titipan barang untuk menjaga
harta titipan dari kerusakan atau kerugian serta demi keamanan barang yang
dititipkan tersebut.
Fungsi dari SWBI ini bagi BI adalah sebagai alat pengendalian
moneter, dan bagi Bank Syariah/Unit Usaha Syariah dapat digunakan sebagai alat
untuk mengatur likuiditas. Bagi bank syariah SWBI dapat digunakan sebagai
agunan atas pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi bank syariah oleh
BI. BI berkewajiban membantu pemberian pembiayaan tersebut dalam fungsinya
sebagai lender of the last resource.
Atas keikutsertaan Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dalam
pelaksanaan pengendalian moneter tersebut, maka BI dapat memeberikan bonus atas
penitipan dana tersebut yang diperhitungkan pada saat jatuh tempo. Namun,
sesuai dengan prinsip wadiah, jumlah bonus yang akan diberikan tidak ditentukan
baik nilai nominalna maupun besaran prosentasenya pada awal perjanjian antara
Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah sebagai penitip dengan BI sebagai penerima
titipan. Pemberian bonus ini merupakan kebijakan Bank Sentral yang bersifat
sukarela.
Sertifikat
Bank Indonesia Syariah
Mekanisme SBIS tidak menggunakan mekanisme SBI seperti pada
bank konvensional tetapi dengan menggunakan mekanisme Sertifikat Bank Indonesia
Syariah sesuai PBI No 10/11/PBI/2008. Mekanisme yang digunakan adalah Akad
Ju’alah (imbalan) sehingga dipastikan tidak ada riba’ meskipun return yang diberikan BI terbilang cukup
tinggi. SBIS diterbitkan sebagai pengganti SWBI. SBIS ini diterbitkan dalam
nilai pecahan Rp 1.000.000,00 tanpa warkat, dengan janga waktu maksimal 12
bulan, dapat diagunkan pada BI ketika memperoleh Fasilitas Pinjaman Jangka
Pendek, dan tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Pasar
Ung Antar-Bank Syariah
Adalah transaksi untuk menyerahkan sejumlah kelebihan dana
dari suau Bank kepada Bank lainnya, dimana Bank yang menerima dana sedang kalah
di kliring (kekurangan dana untuk membayar nasabahnya). PUAS diterbitkan dengan
PBI No 9/5/PBI/2007 Pasar Uang Antarbank Berdasar Prinsip Syariah. Sedangkan
akad yang dapat digunakan untuk transaksi PUAS adalah: akad mudharabah, akad
musyarakah, akad wadi’ah, akad qard dan akad sharf sesuai dengan fatwa DSN MUI
No. 37/DSN-MUI/X/2002.
Sertifikat
Investasi Mudharabah Antar-Bank (SIMA)
Berlakunya instrumen keuangan syariah SIMA ini berdasarkan
Surat Edaran Bank Indonesia no 9/8/DPM tertanggal 30 Maret 2007. Tujuan
dberlakukannya SIMA ini adlah untuk sarana investasi bagi Bank Syariah atau
Unit Usaha Syariah, terutama untuk mengatur kebutuhan likuiditasnya.
SIMA didefinisikan sebagai sertifikat yang diterbitkan oleh
Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah yang digunakan sebagai sarana investasi di
PUAS dengan akad mudharabah. Karakteristik SIMA:
1.
Diterbitkan dengan akad mudharabah
2.
Dapat diterbitkan baik dengan rupiah maupun valuta asing
3.
Dapat deiterbitkan dengan atau tanpa warkat
4.
Mencantumkan informasi sedikitnya: nilai nominal investasi,
nisbah bagi hasil, jangka waktu investasi, indikasi tingkat imbalan SIMA
sebelum didistribusikan pada bulan terakhir
5.
Jangka waktu 1 hari sampai 365 hari
6.
Dapat diperdagangkan sebelum jatuh tempo
Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS)
Merupakan instrumen terakhir unruk memenuhi kebutuhan
likuidasi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah setelah terjadinya saldo giro
negatif dan tidak berhasilnya akses pasar uang syariah untuk menutu kewajiban
jangka pendek. Untuk mengatur FPJPS telah diatur oleh PBI No. 11/24/PBI/2009
yang berlaku 1 Juli 2009 dengan menggantikan PBI No. 5/3/2003 dan No.
7/23/PBI/2005.
Dimana Bank Umum Syariah yang mengalami kesulitan pendanaan
jangka endek dapat memperoleh pinjaman berdasarkan akad mudarabah. Dengan
catatan bank harus masih memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (capital adequacy ratio) positif dan
memiliki agunan berkualitas tinggi berupa surat berharga dan dan aset
pembiayaan kolektibilitas lancar yang nilainya memadai serta bebas dari
berbagai bentuk perikatan, sengketa dan tidak dijaminkan kepada pihak lain. Plafon
FPJPS ini ditetapkan berdasarkan perkiraan jumlah likuiditas selama 14 hari ke
depan sampai bank mmenuhi giro wajib minimum sesuai peraturan yang berlaku atau
maksimal 90 hari.
BI memperoleh imbalan atas setiap FPJPS yang diterima oleh
bank. Perhitungan imbal hasil berdasarkan jumlah pokok FPJPS, tingkat realisasi
imbalan sebelum distribusi pada bank yang bersangkutan, nisbah bagi hasil bagi
Bi dan jumlah hari kalender penggunaan FPJPS. Nisbah bagi hasil bagi BI adalah
sebesar 90%.
Pada saat FPJPS jatuh tempo, BI mendebet rekening giro rupiah
bank yang bersangkutan di BI sebesar nilai FPJPS dan imbalan FPJPS. Jika pada
saat FPJPS jatuh tempodan saldo rupiah bank yang bersangkutan di BI tidak cukup
unntuk membayar pokok dan imbalan FPJPS, maka bank dianggap tidak memenuhi
persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS dan agunan FPJPS dieksekusi.
Bank wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (action plan) untuk mengatasi kesulitan
likuidias paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJPS dan wajib
menyampaikan laporan kepada BI mengenai penggunaan FPJPS dan kondisi likuiditas
Bank pada setiap akhit hari kerja.
H. PERLAKUAN AKUNTANSI
Perlakuan akuntansi bagi transaksi di bursa efek, dapat
mengacu pada PSAK mengenai investasi, mengingat PSAK Syariah tentang hal ini
belum ada. Untuk sesuatu yang belum diatur oleh PSAK, manajemen boleh
menggunakan pertimbanagan untuk menentukan kebijakan akuntansi yang bermanfaat
bagi pengguna laporan keuangan, antara lain dengan memperhatikan PSAK yang
mirip dengan masalah terkait (PSAK no. 101 par 22). Sebalinyam apabila
perusahaan konvensional melakukan transaksi syariah maka pencatatannya harus
mengacu pada PSAK yang mengatur transaksi syariah tersebut.
Bagi emoten harus melakukan pencatatan sebagaimana bisa
tetapi etap memperhatikan kerangka dasar penyajian laporan akuntansi syariah.
Laporan keuangan yang dikeluarkan juga harus mengikuti
ketentuan pelaporan menurut PSAK syariah, kecuali untuk perusahaan penerbit
reksa dana diizinkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap penyajian
laporan keuangannya (PSAK No. 101 par 07). Bagi perusahaan konvensional yang
memiliki transaksi syariah, hanya wajib melaporkan transaksi yang dilakukannya
secaraa syariah tetapi tidak diwajibkan menyajikan laporan keuangan lengkap
sebagaimana entitas syariah.
Bagi investor juga berlaku hal yang sama. Oleh karena belum
ada PSAK yang mengatur, maka dapat digunakan PSAK konvensional yang
disesuaikan. Misalnya, pengelompokan nvestasi dalam trading tidak ada, karena syariah tidak menghalalkan transaksi
spekulasi.
maaf, bisa dicantumkan sumber postingan ini berasal dari mana saja ya..
ReplyDelete