Wednesday 12 March 2014

Management Control System Case Study 5 Abrams Company

ANALISIS KASUS
Perusahaan Abrams merupakan perusahaan manufaktur berbagai jenis suku cadang yang digunakan untuk mobil, truk, bus, dan mesin pertanian. Ada tigak kelompok besar suku cadang yaitu suku cadang pengapian (ignition parts), suku cadang transmisi (transmission parts) dan suku cadang mesin (engine parts). Suku cadang ini dijual kepada agen tunggal pemegang merek (OEM) dan pedagang besar. Para pedagang besar kemudian akan menjual kembali ke pedagang eceran yang menjualnya sebagai suku cadang untuk perbaikan kepada konsumen. Pasar terakhir ini disebut sebagai ”aftermarket”(AM).
Abrams memiliki sebuah divisi produk untuk masing-masing kelompok suku cadang. Setiap divisi dipimpin oleh wakil presiden dan manajer umum yang diharapkan mencapai target ROI tertentu. Masing-masing divisi produk memiliki departemen penjualan OEM. Sisa produk yang dihasilkan oleh divisi produk dijual ke divisi AM.
Perusahaan juga memberikan insentif atas laba yang dicapai jika telah melebihi anggaran. Insentif ini dihitung dengan rumus tetap yang terkait dengan laba per saham. Akan tetapi manajer tidak akan dibrikan pinalti jika pembelian actual divisi AM kurang dari yang disetujui oleh divisi AM dalam anggaran tahunan yang telah dibuat.

PERTANYAAN
1.      Evaluasi setiap pertimbangan yang dikemukakan oleh manajemen tingkat atas. Jika perlu, buatlah rekomendasi yang tepat atas kondisi yang digambarkan dalam kasus ini.
2.      Apa hasil evaluasi Anda secara keseluruhan mengenai sistem pengendalian yang dimiliki oleh Abrams? Gambarkan kekuatan dan kelemahan yang anda temukan tetapi belum termasuk dalam jawaban pertanyaan sebelumnya. Jika ada, perubahan apakah yang akan Anda rekomendasikan kepada manajemen tingkat atas?

JAWABAN
1.      Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan oleh top management Perusahaan Abrams Company
o   Adanya perselisihan mengenai harga transfer dari suku cadang yang dijual dari divisi produk ke divisi AM
Adanya perselisihan antara divisi produk dengan divisi AM mengenai harga transfer dapat mengurangi kinerja yang ada dalam perusahaan. Meskipun terkadang masalah ini bisa diselesaikan oleh wakil presideng keuangan, akan tetapi jika hal ini terus berlanjut akan membuat keefektifan perusahaan terganggu. Yang menjadi masalah disini bukan mengenai suku cadang yang pernah dijual kepada OEM. Karena harga suku cadang OEM ini yang akan menjadi dasar harga jual suku cadang ke divisi AM yang telah disesuaikan dengan inflasi yang ada. Harja jual untuk produk yang belum pernah dijual ke divisi OEMlah yang menjadi masalah disini.  Karena tidak ada dasar dalam penyusunan harga jual dari divisi produk ke divisi AM.

Rekomendasi :
Top management menentukan harga transfer yang telah disesuaikan dengan inflasi dan disetujui oleh semua divisi. Semua divisi melakukan pertemuan rutin mengenai harga transfer ini yang kemudian dapat menjadi landasan top management dalam penentuan harga transfer. Harga transfer dihitung dengan menggunakan perhitungan semua biaya produksi ditambah dengan laba yang diinginkan dan kemudian disetujui antara divisi produksi dan divisi AM.

o   Divisi produk yang sering kali cenderung memberlakukan divisi AM sebagai konsumen yang tidak bebas.
Hal ini terjadi karena adanya pergeseran otoritas manajemen tingkat atas ke manajemen tingkat bawah akibat adanya pengaturan unit bisnis sebagai profit center yang menyebabkan manajemen tingkat bawah (divisi Produk) dapat mendahulukan bahkan memperhentikan penjualan ke divisi AM dan mendahulukan penjualan ke OEM. Apalagi dengan adanya kebijakan top management yang tidak akan memberi penalty kepada manajer divisi produk jika tidak memenuhi permintaan divisi AM sesuai dengan persetujuan awal.



Rekomendasi:
Pembuatan kebijakan oleh top managemen agar jika divisi produk tidak dapat memenuhi penjualan internal perusahaan sesuai yang disetujui semula oleh divisi AM maka manager divisi produk akan mendapat penalty. Begitu juga sebaliknya jika divisi produk bisa memenuhi penjualan internal makan manajer divisi produk akan mendapat insentif. Sehingga dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan penjualan internal dapat dipenuhi.

o   Divisi AM dan ketiga divisi produk menyimpan persediaan yang berlebih sepanjang tahun.
Kelebihan persediaan ini terjdi karena kurangnya pengendalian manajemen mengenai manajemen persediaan. Apalagi perusahaan hanya menggunakan ROI sebagai dasar penyusuanan kinerjanya yang hanya menggunakan aktiva bersih awal tahun dalam pengukurannya. Hal ini sebenarnya sangat tidak tepat karena persediaan akan berkurang saat libur natal yang menyebabkan persediaan awal tahun akan menurun sampai tingkat yang wajar.

Rekomendasi:
Jika perusahaan masih menggunakan kebijakan tersebut maka perusahaan perlu menambahkan pengukuran kinerja lainnya mengenai persediaan seperti penggunanan inventory turnover (perputaran persediaan) maupun penggunaan pengukuran kinerja lainnya yang berhubungan dengan manajemen persediaan.

2.      Abrams Company menggunakan ROI sebagai satu satunya pengukuran kinerja perusahaan. Apalagi dalam ROI ini menggunakan aktiva bersih awal tahun dalam pengukurannya tanpa melihat persediaan yang ada selama tahun perjalan. Apalagi dengan adanya libur natal yang menyebabkan penurunan persediaan dan juga akan menyebabkan ROI selalu tinggi.
Abrams Company juga memberikan kompensasi insentif yang dalam pembuatannya sekitar 50 manajer staf dan lini ikut berpartisipasi. Dan juga semua karyawan akan mendapatkan insentif yang besarnya akan bervariasi sesuai dengan jabatannya. Selain itu perhitungna insentif ini dihitung dari rumus tetap yang terkait dengan laba per saham. Dengan adanya insentif ini diharapkan karyawan akan termotivasi sehingga kinerjanya akan meningkat.


Kekuatan:
o   Adanya perbedaan pangsa pasar untuk tiap divisi akan membuat tiap divisi tidak akan saling berebut pasar yang ada. Dan juga setiap divisi produk akan lebih focus kepada pasar OEM karena pasar yang lain akan diambil oleh divisi AM.
o   Dengan pengalokasian biaya overhead dan pajak akan membuat manajer lebih sadar akan kenyataan laba perusahaan dan juga manajer pabrik tidak akan mengeluh karena pengalokasiaan sesuai dengan anggaran awal.
o   Adanya insentif yang didasarkan dengan jumlah poin akan meningkatkan persaingan dalam kinerja menghasilkan laba.

Kelemahan:
o   Pengoorganisasian unit bisnis sebagai profit center membuat keputusan menjadi desentralisasi dan mudah terjadinya perselisihan serta persaingan tidak sehat. Manajemen tingkat atas akan kehilangan beberapa pengendalian. Apalagi ada divisi produk Abrams yang merupakan hasil akuisisi.
o   Adanya divisi-divisi yang independen ini akan menyebabkan menyebabkan koneksi antar divisi menjadi renggang, hal ini terlihat dalam harga transfer penjualan internal yang masih memerlukan negosiasi antar divisi yang bersangkutan
o   Adanya insentif berdasarkan poin ini akan menyebabkan masing-masing divisi mengutamakan keuntungan jangka pendek dan juga mereka lebih mementingkan bagaimana menghasilkan laba tinggi dengan melakukan penjualan dengan OEM daripada memikirkan mereka harus membagi penjualan dengan divisi AM karena tidak adanya pinalti.

Rekomendasi
o   Dengan pengukuran kinerja perusahaan yang hanya menggunakan ROI sebagai satu satunya pengukuran kinerja yang jelas jelas masih memiliki beberapa kelemahan. Maka kelemahan itu perlu ditutupi dengan pengukuran kinerja lainnya seperti bance scorecard yang mengkombinasikan ukuran kinerja finansial dan juga non finansial.

o   Perusahaan dapat menerapkan Cost based transfer pricing untuk  sehingga jika harga pasar yang sebelumnya tidak tersedia maka harga transfer dapat dihitung dengan total biaya produksi ditambah dengan laba yang diinginkan.

**Jawaban ini merupakan pendapat individu. Apabila ada kesalahan bukan merupakan tanggung jawab penulis.

1 comments:

Tinggalkan komentar anda...