Penulis : KH Abdullah Gymnastiar
TIDAK sedikit orang menyadari bahwa dalam diri terkandung potensi
yang begitu besar. Baik itu potensi jiwa, raga, maupun akal. Bisa
kita lihat di sekitar kita ada seorang pebisnis, peceramah, pengajar
ada juga pelamun, pegosip dan lain sebagainya padahal jatah waktu
dalam satu harinya sama, 24 jam. Lalu, apa yang membedakan semuanya
itu? Ternyata yang menjadi pembedanya kemampuan dalam menyikapi
waktu.
Ketidakmampuan itu bisa terjadi karena sikap diri yang tertipu. Kita
lebih merasa penting apa yang dianggap tidak penting. Kesempatan yang
dapat membangun potensi berlalu begitu saja. Bisa juga karena faktor
malas. Merasa diri sudah cukup dengan potensi yang ada sehingga tidak
ada keinginan untuk mengembangkannya. Hal lain, terjadi karena lemah.
Baik itu lemah niat maupun lemah tekad. Ini terjadi sebagai dampak
dari tidak jelasnya tujuan, rencana, dan targetan diri.
Salah satu cara untuk membangkitkan kembali potensi yang ada, atau
setidaknya memompa potensi yang belum ada bisa dimulai dari
memperkuat tekad atau keinginan. Dengan begitu, kita tinggal mencari
celah untuk mewujudkannya bisa melalui referensi buku, berguru,
maupun pelatihan-pelatihan . Setelah ilmu didapat, jangan sampai kita
tertipu akan hal-hal yang tidak perlu. Dengan demikian, niat akan
menjadi pengikat tekad dan ilmu akan menjadi jembatan.
Melalui ilmu, kita akan tahu seluruh isi perut tanpa harus membedah
perut kita sendiri. Dengan ilmu, kita dapat mengetahui ilmu
perbintangan tanpa harus pergi ke antariksa. Dan, dengan ilmu kita
dapat mengetahui Tuhan kita, Allah SWT.
Untuk itu saudaraku, kita tidak usah menyesal jika kehilangan barang,
tetapi kita harus menyesal jika kehilangan waktu. Karena waktulah
yang akan memberi kita kesempatan untuk terus memompa potensi. Semoga
Allah mengaruniakan kepada kita kemampuan memanfaatkan waktu hidup
sebelum waktu mati.
Wallahu a'lam
bishawab.
Sumber : Majalah Swadaya dan Millist
|
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda...