Tuesday, 29 November 2011

Karakteristik Kaum Ghuraba


Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Islam dimulai dalam kondisi asing, dan akan kembali sebagaimana ia dimulai (sebagai sesuatu yang) asing; maka berbahagialah bagi kaum ghuraba' (orang-orang yang asing tersebut)". [H.R.Muslim]
KAJIAN BAHASA
  1. Lafazh ghariiban ; yang merupakan derivasi (kata turunan) dari lafazh al-Ghurbah memiliki dua makna: pertama, makna yang bersifat fisik seperti seseorang hidup di negeri orang lain (bukan negeri sendiri) sebagai orang asing. Kedua, bersifat maknawi -makna inilah yang dimaksud disini- yaitu bahwa seseorang dalam keistiqamahannya, ibadahnya, berpegang teguh dengan agama dan menghindari fitnah-fitnah yang timbul adalah merupakan orang yang asing di tengah kaum yang tidak memiliki prinsip seperti demikian. Keterasingan ini bersifat relatif sebab terkadang seseorang merasa asing di suatu tempat namun tidak di tempat lainnya, atau pada masa tertentu merasa asing namun pada masa lainnya tidak demikian.
  2. Makna kalimat " bada-al Islamu ghariibaa [Islam dimulai dalam kondisi asing]" : ia dimulai dengan (terhimpunnya) orang per-orang (yang masuk Islam), kemudian menyebar dan menampakkan diri, kemudian akan mengalami surut dan berbagai ketidakberesan hingga tidak tersisa lagi selain orang per-orang (yang berpegang teguh kepadanya) sebagaimana kondisi ia dimulai.
  3. Makna kalimat " fa thuuba lil ghurabaa' [maka berbahagialah bagi kaum ghuraba' (orang-orang yang asing tersebut) ] " : Para ulama berbeda pendapat mengenai makna lafazh thuuba . Terdapat beberapa makna, diantaranya: fariha wa qurratu 'ain (berbahagia dan terasa sejuklah di pandang mata); ni'ma maa lahum (alangkah baiknya apa yang mereka dapatkan); ghibthatan lahum (kesukariaanlah bagi mereka); khairun lahum wa karaamah (kebaikan serta kemuliaanlah bagi mereka); al-Jannah (surga); syajaratun fil jannah (sebuah pohon di surga). Semua pendapat ini dimungkinkan maknanya dalam pengertian hadits diatas.
INTISARI DAN HUKUM-HUKUM TERKAIT
1.      Hadits tersebut menunjukkan betapa besar keutamaan para Shahabat radhiallaahu 'anhum yang telah masuk Islam pada permulaan diutusnya Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam karena karakteristik tentang ghuraba' tersebut sangat pas buat mereka. Keterasingan (ghurbah) yang mereka alami adalah bersifat maknawi dimana kondisi mereka menyelisihi kondisi yang sudah berlaku di tengah kaum mereka yang telah terwabahi oleh kesyirikan dan kesesatan.
2.      Berpegang teguh kepada Dienullah, beristiqamah dalam menjalankannya serta mengambil suri teladan Nabi kita, Muhammad Shallallâhu 'alaihi wasallam adalah merupakan sifat seorang Mukmin yang haq yang mengharapkan pahala sebagaimana yang diraih oleh kaum ghuraba' tersebut meskipun (dalam menggapai hal tersebut) kebanyakan orang yang menentangnya. Yang menjadi tolok ukur adalah berpegang teguh kepada al-Haq, bukan kondisi yang berlaku dan dilakukan oleh kebanyakan orang. Allah Ta'ala berfirman: "Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan-Nya..." (Q.S. 6:116).
3.      Besarnya pahala yang akan diraih oleh kaum ghuraba' serta tingginya kedudukan mereka. Yang dimaksud adalah kaum ghuraba' terhadap agamanya alias mereka menjadi asing lantaran berpegang teguh kepada al-Haq dan beristiqamah terhadapnya, bukan mereka yang jauh dari negeri asalnya dan menjadi asing disana.
4.      Dalam beberapa riwayat, dinyatakan bahwa makna al-Ghuraba' adalah orang yang baik/lurus manakala kondisi manusia sudah rusak. Juga terdapat makna; mereka adalah orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak oleh manusia. Ini menunjukkan bahwa kelurusan jiwa semata tidak cukup akan tetapi harus ada upaya yang dilakukan secara bijak, lemah lembut dan penuh kasih sayang dalam memperbaiki kondisi manusia yang sudah rusak agar label ghuraba' yang dipuji dalam hadits diatas dapat ditempelkan kepada seorang Mukmin. Sabtu,16/8/1422H = 1/12/2001 M


0 comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda...