عن أبي هُرَيْرَةَ قالَ: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم "مَنْ أفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ منْ غَيْرِ رُخْصَةٍ ولا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِ عنهُ صَوْمُ الدّهْرِ كُلّهِ وإنْ صَامَهُ". رواه الترمذي
Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang berbuka (tidak berpuasa) sehari di bulan Ramadlan tanpa mendapatkan rukhshoh (keringanan) dan juga tanpa adanya sakit, maka seluruh puasa yang dilakukannya selama setahun tidak dapat menimpalinya (membayarnya)." (HR.at-Turmudziy)
عن أبي هُرَيْرَةَ قالَ: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم "مَنْ أفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ منْ غَيْرِ عِلَّةٍ ولا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدّهْرِ كُلّهِ وإنْ صَامَهُ" . ذكره البخاري معلقا
Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang berbuka (tidak berpuasa) sehari di bulan Ramadlan tanpa adanya alasan ('udzur) ataupun sakit, maka seluruh puasa yang dilakukannya selama setahun tidak dapat menimpalinya (membayarnya)." (HR.al-Bukhariy secara Ta'liq)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, "Barangsiapa yang berbuka (tidak berpuasa) sehari di bulan Ramadlan tanpa adanya alasan ('udzur), maka tidak ada artinya puasa selama setahun hingga dia bertemu dengan Allah; jika Dia menghendaki, maka Dia akan mengampuninya dan bila Dia menghendaki, maka Dia akan menyiksanya." (Lihat, Fathul Bâriy, Jld.IV, h.161)
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah al-Bahiliy radliyallâhu 'anhu, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, 'Tatkala aku sedang tidur, tiba-tiba datang dua orang kepadaku, lantas meraih kedua lengan atasku, kemudian membawaku pergi ke bukit yang terjal. Keduanya berkata, 'Naiklah.' Lalu aku berkata, 'Aku tak sanggup.' Keduanya berkata lagi, 'Kami akan membimbingmu supaya lancar.' Maka akupun naik hingga bilamana aku sudah berada di puncak gunung, tiba-tiba terdengar suara-suara melengking, maka akupun berkata, 'Suara-suara apa ini?.' Mereka bekata, 'Ini teriakan penghuni neraka.' Kemudian keduanya membawaku pergi, tiba-tiba aku sudah berada di tengah suatu kaum yang kondisinya bergelantungan pada urat keting (urat diatas tumit) mereka, sudut-sudut mulut (tulang rahang bawah) mereka terbelah sehingga mengucurkan darah.' Aku bertanya, 'Siapa mereka itu?.' mereka menjawab, 'Merekalah orang-orang yang berbuka (tidak berpuasa) sebelum dihalalkannya puasa mereka (sebelum waktu berbuka).' " . (HR.an-Nasa`iy, di dalam as-Sunan al-Kubro sebagaimana di dalam buku Tuhfatul Asyrâf, Jld.IV, h.166; Ibn Hibban di dalam kitab Zawâ`id-nya, No.1800; al-Hâkim, Jld.I, h.430 . Dan sanadnya adalah Shahîh. Lihat juga, Kitab Shahîh at-Targhîb wa at-Tarhîb, No.995, Jld.I, h.420)
Demikianlah gambaran yang amat mengenaskan dari azab yang kelak akan dialami oleh mereka-mereka yang melanggar kehormatan bulan suci Ramadlan dan mengejek syi'ar yang suci ini dengan tidak berpuasa di siang bolong secara terang-terangan. Sungguh, mereka akan digantung dari ujung kaki mereka layaknya binatang yang digantung saat akan disembelih dimana posisi kakinya diatas dan kepala di bawah. Ditambah lagi, sudut-sudut mulut mereka juga akan terbelah dan mengucurkan darah. Kondisi tersebut benar-benar menjadi gambaran yang sadis dan mengenaskan.
Apakah setelah itu, mereka yang telah berbuat zhalim terhadap diri mereka sendiri, melanggar kehormatan bulan yang diberkahi ini, tidak mengindahkan kehormatan waktu dan hak Sang Khaliq dan menghancurkan rukun ke empat dari rukun Islam tanpa mau ambil peduli untuk apa mereka sebenarnya diciptakan tersebut, mau menjadikannya sebagai pelajaran berharga?
UCAPAN PARA ULAMA
Sementara para ulama menyatakan bahwa orang yang berbuka (tidak berpuasa) pada bulan Ramadlan tanpa 'udzur, maka dia telah melakukan salah satu dari perbuatan dosa besar (Kaba`ir).
Berikut beberapa ucapan para ulama:
1. Imam adz-Dzahabiy berkata, "Dosa besar ke-enam adalah orang yang berbuka pada akhir Ramadlan tanpa 'udzur.." (al-Kabâ`ir:49)
2. Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah berkata, "Bilamana orang yang muntah dianggap sebagai orang yang diterima 'udzurnya, maka apa yang dilakukannya adalah boleh hukumnya. Dengan begitu, dia termasuk kategori orang-orang sakit yang harus mengqadla puasa dan tidak termasuk pelaku dosa-dosa besar yang mereka itu berbuka (di bulan Ramadlan) tanpa 'udzur…" (Majmu' Fatawa:XXV/225)
3. al-Quffâl berkata, "…Dan barangsiapa yang berbuka di bulan Ramadlan selain karena jima' tanpa 'udzur, maka wajib baginya mengqadla dan menahan diri dari sisa harinya. Dalam hal ini, dia tidak membayar kaffarat (tebusan) namun dia dita'zir oleh penguasa (diberi sanksi yang pas menurut mashlahat yang dipandangnya). Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan Daud azh-Zhahiriy…" (Hilyah al-Awliyâ`:III/198)
4. Syaikh Abu Bakar al-Jazâ`iriy sebagai yang dinukilnya dari Imam adz-Dzahabiy berkata, "…Sebagai yang sudah menjadi ketetapan bagi kaum Mukminin bahwa barangsiapa yang meningglkan puasa bulan Ramadlan bukan dikarenakan sakit atau 'udzur maka hal itu lebih jelek daripada pelaku zina dan penenggak khamar bahkan mereka meragukan keislamannya dan menganggapnya sebagai Zindiq atau penyeleweng…" (Risalah Ramadlan:66)
Seruan
Sesungguhnya orang-orang yang dengan terang-terangan berbuka (tidak berpuasa) di siang bolong pada bulan Ramadlan sementara kondisi mereka sangat sehat dan tidak ada 'udzur yang memberikan legitimasi pada mereka untuk tidak berpuasa adalah orang-orang yang sudah kehilangan rasa malu terhadap Allah dan rasa takut terhadap para hamba-Nya, otak-otak mereka telah dipenuhi oleh pembangkangan, hati mereka telah dipermainkan dan disentuh oleh syaithan dan gelimang dosa.
Mereka tidak menyadari bahwa dengan tidak berpuasa tersebut, berarti mereka telah menghancurkan salah satu dari rukun-rukun dien ini. Mereka adalah orang-orang yang fasiq, kurang iman dan rendah derajat. Kaum Muslimin akan memandang mereka dengan pandangan hina. Mereka termasuk para pelaku maksiat yang besar dan kelak di hari Kiamat, siksaan Allah Yang Maha Perkasa Lagi Kuasa telah menunggu mereka.
Semoga Allah menjauhkan kita dari hal itu, nau'ûdzu billâhi min dzâlik. Wallahu a'lam.
(Diambil
dari buku ash-Syiyâm; Ahkâm Wa Adâb karya
Prof.Dr.Syaikh 'Abdullah ath-Thayyar, h.109-111)
Prof.Dr.Syaikh 'Abdullah ath-Thayyar, h.109-111)
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda...