PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Konsep ekonomi kerakyatan (demokrasi ekonomi) sudah
lama dipikirkan dan dikembangkan secara khusus oleh pakar ekonomi di dalam
maupun di luar negeri dengan berbagai varian pengertian dan ciri-cirinya
(Douglas (1920). Salah satu yang memikirkan konsep ekonomi kerakyatan adalah
M. Hatta yaitu sejak 1930 kemudian dirumuskan ke dalam konstitusi (Pasal
33 UUD 1945). Menurut Pasal 33 UUD 1945, ekonomi kerakyatan adalah sebuah
sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam
bidang ekonomi.
Tiga prinsip
dasar ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut:
1.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas azas kekeluargaan
2.
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara
3.
Bumi,
air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut
dapat disaksikan betapa sangat besarnya peran negara dalam sistem ekonomi
kerakyatan. Sebagaimana dilengkapi oleh Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, peran
negara dalam sistem ekonomi kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai
berikut: (1) mengembangkan koperasi (2) Mengembangkan BUMN; (3) memastikan
pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (4) memenuhi hak setiap warga negara untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak; (5) memelihara fakir miskin
dan anak terlantar.
Akan tetapi ekonomi kerakyatan tidak bisa hanya sekedar prinsip maupun
teori teori yang tidak diterapkan di masyarakat. Perlu adanya pemnberian perhatian
utama kepada rakyat kecil lewat program-program operasional yang nyata dan
mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus memupuk
jiwa kewirausahaan. Tidak dapat
disangkal bahwa membangun ekonomi kerakyatan membutuhkan adanya komitmen
politik (political will), tetapi menyamakan ekonomi kerakyatan dengan
praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil adalah sesuatu kekeliruan besar
dalam perspektif ekonomi kerakyatan yang benar. Tetapi yang
seharusnya dilakukan pemerinta adalah memberi pelatihan keterampilan dan modal
agar masyarakat dapat membuka lapangan pekerjaannya sendiri.
Selanjutnya, pemerintah harus
mempunyai ancangan yang pasti tentang kapan seharusnya pemerintah mengurangi
bentuk campur tangannya untuk mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat. Kali ini kami
akan membahas tentang pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang ada pada masyarakat
kita.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional
Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila,
dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
- berdaulat di bidang politik
- mandiri di bidang ekonomi
·
berkepribadian di bidang budaya
Yang
mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
- penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi
- pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural
- pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli
disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat,
1930: 31)”
Tujuan
yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan
- Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
- Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
- Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
·
Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
Ekonomi
kerakyatan adalah sistem ekonomi yang mengikutsertakan seluruh lapisan
masyarakat dalam proses pembangunan. Sistem ekonomi kerakyatan mencakup
administrasi pembangunan nasional mulai dari sistem perencanaan hingga pemantauan
dan pelaporan. Sesungguhnya ekonomi kerakyatan adalah demokrasi ekonomi yang
dikembangkan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 khususnya Pasal 33 beserta
penjelasannya yang menyatakan “Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi
ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau
penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan,
bukan kemakmuran orang per orang. Sebab itu perekonomian disusun sebagaiusaha
bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Bangun yang sesuai itu adalah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang.
Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara
Dainy
Tara (2001) membuat perbedaan yang tegas antara ‘ekonomi rakyat’ dengan
‘ekonomi kerakyatan’. Menurutnya, ekonomi rakyat adalah satuan (usaha) yang
mendominasi ragaan perekonomian rakyat. Sedangkan ekonomi kerakyatan lebih
merupakan kata sifat, yakni upaya memberdayakan (kelompok atau satuan) ekonomi
yang mendominasi struktur dunia usaha.
Ekonomi kerakyatan adalah watak atau
tatanan ekonomi dimana, pemilikan aset ekonomi harus didistribusikan kepada
sebanyak-banyaknya warga negara. Pendistribusian aset ekonomi kepada
sebanyak-banyaknya warga negara yang akan menjamin pendistribusian barang dan
jasa kepada sebanyak-banyaknya warga negara secara adil. Dalam pemilikan aset ekonomi
yang tidak adil dan merata, maka pasar akan selalu mengalami kegagalan, tidak
akan dapat dicapai efisiensi yang optimal (Pareto
efficiency) dalam perekonomian, dan
tidak ada invisible hand yang dapat
mengatur keadilan dan kesejahteraan.
Ekonomi
kerakyatan tidak bermaksud mempertentangkan ekonomi besar dengan ekonomi kecil.
Persoalan ekonomi kerakyatan bukan mempertentangkan antara wong cilik dengan wong gedhe.
Ekonomi kerakyatan bukan bagaimana usaha kecil, menengah, dan usaha mikro
dilindungi. Ekonomi kerakyatan bukan ekonomi belas kasihan, bukan
ekonomi penyantunan kepada kelompok masyarakat yang kalah dalam persaingan.
Tetapi ekonomi kerakyatan adalah tatanan
ekonomi dimana aset ekonomi dalam perekonomian nasional didistribusian kepada
sebanyak-banyaknya warga negara.
Secara
definisi ekonomi kerakyatan adalah:
1.
Tata ekonomi yang
dapat memberikan jaminan pertumbuhan out put perekonomian suatu negara secara
mantap dan berkesinambungan, dan dapat memberikan jaminan keadilan bagi rakyat.
2.
Tata ekonomi yang dapat
menjamin pertumbuhan out put secara
mantap atau tinggi adalah tata ekonomi yang sumber daya ekonominya digunakan
untuk memproduksi jasa dan barang pada tingkat pareto optimum. Tingkat pareto
optimum adalah tingkat penggunaan faktor-faktor produksi secara maksimal dan
tidak ada faktor produksi yang nganggur atau idle.
3.
Tata ekonomi yang dapat
menjamin pareto optimum adalah tata
ekonomi yang mampu menciptakan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full employment) dan mampu menggunakan kapital
atau modal secara penuh
4.
Tata ekonomi yang dapat
memberikan jaminan keadilan bagi rakyat adalah tata ekonomi yang pemilikan aset
ekonomi nasional terdistribusi secara baik kepada seluruh rakyat, sehingga
sumber penerimaan (income) rakyat
tidak hanya dari penerimaan upah tenaga kerja, tetapi juga dari sewa modal dan
deviden
Perlu
digarisbawahi bahwa ekonomi kerakyatan tidak bisa hanya sekedar komitmen
politik untuk merubah kecenderungan dalam sistem ekonomi orde baru yang amat
membela kaum pengusaha besar khususnya para konglomerat. Perubahan itu
hendaknya dilaksanakan dengan benar-benar memberi perhatian utama kepada rakyat
kecil lewat program-program operasional yang nyata dan mampu merangsang
kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus memupuk jiwa
kewirausahaan. Tidak dapat disangkal bahwa membangun ekonomi kerakyatan
membutuhkan adanya komitmen politik, tetapi menyamakan ekonomi kerakyatan
dengan praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil, adalah sesuatu kekeliruan
besar dalam perspektif ekonomi kerakyatan yang benar. Praktek membagi-bagi uang
kepada rakyat kecil sangat tidak menguntungkan pihak manapun, termasuk rakyat
kecil sendiri. Aksi membagi-bagi uang secara tidak sadar menyebabkan usaha
kecil-menengah dan koperasi yang selama ini tidak berdaya untuk bersaing dalam
suatu mekanisme pasar, menjadi sangat tergantung pada aksi dimaksud. Sebenarnya
yang harus ada adalah kesempatan untuk berkembang dalam suatu mekanisme pasar
yang sehat, bukan cash money/cash
material. Tidak terjadi proses pendewasaan (maturity) dalam ragaan bisnis usaha kecil-menengah dan koperasi. Asumsi
awal yang dianut adalah usaha kecil-menengah dan koperasi yang merupakan ciri
ekonomi kerakyatan Indonesia tumbuh secara natural karena adanya sejumlah
potensi ekonomi disekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif
artifisial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan
kelimpahan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Modal
dasar yang dimiliki inilah yang seharusnya ditumbuhkembangkan dalam suatu
mekanisme pasar yang sehat. Bukan sebaliknya ditiadakan dengan menciptakan
ketergantungan model baru pada kebijakan keberpihakan dimaksud.
Perberdayaan merupakan satu istilah
yang diterjemahkan dari istilah empowerment yang merupakan sebuah konsep yang
lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pemikiran dan kebudayaan
masyarakat.
Pemberdayaan memiliki dua
kecendrungan yaitu kecendrungan primer dan kecenderungan sekunder. Kecendrungan
primer merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar
individu menjadi lebih berdaya, Kecenderungan sekunder, merupakan pemberdayaan
yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi
pilihan mereka.
Sementara itu dalam terminoligi
manajemen, pemberdayaan berkaitan dengan wewenang (authority) dan kekuasaan (power).
Pemberdayaan bertujuan menghapuskan hambatan-hambatan guna membebaskan
organisasi dan orang-orang yang bekerja di dalamnya, melepaskan mereka
dari halangan-halangan yang hanya memperlamban reaksi dan merintangi aksi
mereka.
Sejauh ini terlihat bahwa
pemberdayaan yang dilakukan menekankan kecenderungan skunder yang menekankan
kepada proses menstimulasi, mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya.
Sementara itu pemeberdayaan yang berkecenderungan primer masih jarang/kurang dilakukan dengan berbagai macam alasan. Untuk ini ada 10 mitos pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh Karta sasmita (1996) :
Sementara itu pemeberdayaan yang berkecenderungan primer masih jarang/kurang dilakukan dengan berbagai macam alasan. Untuk ini ada 10 mitos pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh Karta sasmita (1996) :
1. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu
proses pengembangan material, rasional dan bertumpu pada pengembangan ekonomi
masyarakat.
2. Pemberdayaan masyarakat akan mudah
diwujudkan melalui pendekatan pembangunan dari atas dari pada pendekatan yang
mengintegrasikan aspirasi masyarakat.
3. Pemberdayaan masyarakat lebih
membutuhkan bantuan material.
4. Pengetahuan dan Teknologi
Internasional selalu lebih baik daripada pengetahuan dan teknologi masyarakat
lokal.
5. Kelembagaan lokal selalu tidak mampu
mewujudkan upaya pemberdayaan masyarakat.
6. Masyarakat, khususnya masyarakat
lapisan bawah tidak tahu apa yang mereka inginkan.
7. Kemiskinan lahir akibat kebodohan
dan kemalasan anggota masyarakat.
8. Efisiensi adalah tujuan utama
pembangunan dan tujuan alokasi sumberdaya masyarakat.
9. Sektor pertanian dan pedesaan adalah
sektor inferior yang tidak perlu diperioritaskan.
10. Ketidak seimbangan dalam akses
pemilikan/penguasaan sumberdaya pembangunan merupakan syarat perlu untuk
melakukan perubahan.
B. Strategi Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan
Pertama, demokrasi ekonomi diarahkan
untuk menciptakan struktur ekonomi atau konstruksi bangunan ekonomi agar terwujudnya pengusaha
menengah yang kuat dan besar jumlahnya. Di sisi lain
terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang paling menguntungkan antara pelaku
ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha besar swasta
dan badan usaha milik negara yang saling memperkuat untuk mewujudkan demokrasi
ekonomi dan efisiensi yang berdaya saing tinggi.
Kedua, kedaulatan ekonomi harus
tetap dihormati agar harkat, martabat dan citra ekonomi rakyat dapat
disejajarkan dengan ekonomi usaha besar swasta dan badan usaha milik negara,
tanpa dijadikan objek balas jasa atau belas kasihan. Dengan demikian kedaulatan
ekonomi rakyat harus benar-benar ditempatkan pada prioritas utama dalam
kehidupan ekonomi, sehingga peran dan partisipasi ekonomi rakyat selalu
mendapatkan perhatian dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam pengelolaan dan
pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lainnya. Tujuannya agar pelaku ekonomi
rakyat mampu profesional dan memenuhi standardisasi global.
Ketiga, pilar ekonomi diarahkan
untuk merancang komitmen yang kuat antar-stakeholder dalam mengoptimalkan
sumber daya lokal untuk mendorong sekaligus menampung partisipasi bagi
kepentingan rakyat banyak. Hal ini dimaksudkan agar ekonomi kerakyatan bisa menjadi
tulang punggung perekonomian bangsa yang berbasis sosial budaya. Dengan
demikian rakyat banyak menjadi pemilik, pengelola dan pengguna utama kekayaan
dan aset ekonomi bangsa ini. Sehingga mereka mampu menjadi penggerak ekonomi,
dengan kata lain sebagai tuan/panglima ekonomi bangsanya sendiri.
Keempat, benteng ekonomi harus
disusun melalui master plan ekonomi kerakyatan yang berbasis sosial budaya
dengan tetap memperhatikan keseimbangan pertumbuhan, pemerataan dan
keseimbangan stabilitas perekonomian rakyat dalam upaya mengatasi kesenjangan
ekonomi antara golongan kapitalis dan
nonkapitalis (golongan ekonomi lemah). Di samping itu sekaligus mampu
membentengi/memproteksi pergerakan ekonomi global yang mau tidak mau, suka
tidak suka sudah memasuki sistem dan tatanan perekonomian bangsa ini. Karena
itulah diperlukan nilai-nilai perjuangan/jiwa wirausaha sejati yang berbasiskan
kerakyatan.
Kelima, kemandirian ekonomi
diarahkan untuk bertumpu dan ditopang oleh kekuatan sumber daya internal yang
dikelola dalam suatu sistem ekonomi. Dengan kata lain kegiatan ekonomi
dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat, sehingga ekonomi bangsa ini tidak lagi tergantung pada
kekuatan-kekuatan ekonomi di luar ekonomi rakyat itu sendiri. Tentu diharapkan
peranan pemerintah (eksekutif), legislatif, dan yudikatif agar dapat memberikan
kemudahan, keringanan dan peluang seluas-luasnya baik dari akses modal, akses
pasar, teknologi, jaringan usaha dan keamanan dalam iklim usaha sebagai upaya mempercepat
kemandirian ekonomi rakyat.
Dalam upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihatdari 3
sisi, yaitu : Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling).
Disini titik tolaknya adalah pengenalan
bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya.
Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong,
memotivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta
berupaya unutk mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Dalam rangka ini
diperlukan langkah-langkah yang lebih positif, selain dari hanya menciptakan
iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut
penyediaan berbagai masukan (input),
serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Dalam
rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf
pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan
ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan
berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar
fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun social seperti sekolah dan
fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada
lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan,
dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya
amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakatyang kurang
berdaya, karena program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh
lapisan masyarakat ini.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota
masyarakat, tetapi juga pranata-pranatnya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern
seprti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian
pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan
institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan
serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan
partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan
masyarakatnya. Jadi esensi pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu
anggota masyarakat tetapi juga termasuk penguatan pranata-pranatanya.
Ketiga, memberdayakan berarti pula melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena
kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan
pemihakan terhadap yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan
masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi,
karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.
Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan
yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan
masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi tergantung pada berbagai program
pemberian (charity). Pendekatan utama
dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari
berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya
sendiri.
C. Langkah-Langkah Strategis Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan
Peranan
koperasi di masa depan menjadi kian strategis dengan makin pulihnya kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga yang memiliki motto dari anggota, oleh anggota dan
untuk anggota ini. Meski citra koperasi sempat turun, namun image negatif masa
lalu hendaknya jangan dijadikan alasan untuk melemahkan kehidupan berkoperasi.
Sebab, lembaga keuangan koperasi yang kokoh akan dapat menjangkau kebutuhan
anggotanya dalam membangun ekonomi yang kuat untuk mensejahterakan anggotanya.
Koperasi
sangat sesuai dengan semangat gerakan perekonomian rakyat. Sesuai amanat UUD,
koperasi merupakan salah satu unit usaha yang direkomendasikan. Koperasi
berlandaskan kekeluargaan dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Memang dalam kenyataan banyak koperasi kolaps, ditinggalkan anggotanya karena
berbagai sebab di antaranya perilaku pengurus koperasi banyak yang menyimpang
dalam mengelola koperasi.
(Ign.Sukamdiyo
: 2002 : 135) Lembaga Koperasi memang harus dikembangkan dengan alasan-alasan
sebagai berikut :
1. Adanya
kepmapuan yang luwes dari dari koperasi dalam menampung peranan anggota yang
mempunyai kepentingan dan bentuk usaha yang beragam.
2. Koperasi
meruipakan sarana bersama guna memudahkan pembinaan dari instnasi-instansi
terkait.
3. Koperasi dapat
berfungsi sebagai lembaga pendidikan untuk berorganisasi ekonomi bagi kelompok
lemah dan miskin secara merata.
(Tiktik
Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedono : 2002:13) Beberapa keunggulan UKM
terhadap usha besar antara lain dalah sebagai berikut :
1. Inovasi dalam teknologi yang telah
dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk.
2. Hubungan kemanusiaan yang akrab di
dalam perusahaan kecil.
3. Kemampuan menciptakan kesempatan
kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap tenaga kerja
4. Fleksibelitas dan kemampuan
menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat disbanding
dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis.
5. Terdapatnya dinamisme manajerial dan
peranan kewiraushaan
Salah satu
kelemahan usaha kecil ialah tidak pernah memprediksi perkembangan harga
menyangkut produksi, alat-alat produksi dan sebagainya. Mereka masih berpatokan
pada pengalaman masa lalu. Akibatnya, aktivitas perekonomian menjadi tersendat.
Menanggapai
pola pengembangan yang telah diuraikan sebelumnya ternyata terjadi banyak
kelemahan terutama "kebiasaan buruk" dengan ganti pimpinan ganti
kebijakan, maka secara makro kiranya solusi yang direkomendasikan untuk menjadi
pertimbangan ialah :
1. Penegasan UUD 45' tentang ekonomi kerakyatan
Dalam
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai acuan ekonomi Indonesia, tentunya ekonomi kerakyatan
sebagai system perekonomian Indonesia memiliki ciri-ciri positif diantaranya :
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan (pasal 33 UUD 45)
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh Negara (pasal 33 UUd 45)
Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
diperhgunakan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat (pasal 33 UUD 1945)
Dalam
Pasal 33 UUD 45 tersebut terkandung cita-cita bangsa, tujuan membangun asas
perekonomian dan tata cara menyususn perekonomian bangsa. Pemerintah bersama
warga negaranya berkewajiban menjalankan usaha melaksanakan ketetapan danam UUD
45 agar cita-cita luhur dapat dicapai dengan baik dalam waktu yang tidak
terlalu lama
2. Penekanan secara Politis
Kurang
berperannya koperasi selama ini disebabkan lemahnya insan-insan politik
memosisikan koperasi sebagai saka guru perekonomian, Lemahnya lobi dan
negosiasi itu berimplikasi terhadap setiap kebijakan politik ekonomi.
Akibatnya, koperasi pada usianya yang ke-56 masih tetap sebagai objek
penderita, bukan aktor pembangunan ekonomi seperti yang diamanatkan UUD 1945,
3. Harus adanya kebijakan yang bersifat struktural
Kebijakan yang
bersifat struktural melalui peraturan perundangan sangat dibutuhkan untuk
pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UKMK) memungkinkan kalangan
pengusaha UMKM ini untuk berusaha atau berproduksi seluas-luasnya. ''Bahkan bisa memasarkan hasil-hasil
produksi dan jasanya itu secara mudah
Dengan
begitu, lanjutnya, hambatan-hambatan yang ada akan terus dapat dikurangi oleh
pemerintah, baik dalam kerangka tataran atau kerangka instrumental dengan
melakukan penyesauain terhadap peraturan yang ada maupun dalam kerangka
praktis. ''Melalui keppres-keppres atau peraturan-peraturan daerah. insan
koperasi harus mampu menekan para politisi untuk membuat kebijakan yang jelas
terhadap perkembangan koperasi. "Tanpa adanya tekanan-tekanan terhadap
politisi, maka politisi lebih banyak 'main-main' sendiri dengan berbagai muatan
yang dibawa.
4. Revitalisasi Koperasi
Revitalisasi
koperasi sebagai Solusi Mengatasi Pengangguran dan Kemiskinan sangat relevan,
mengingat Koperasi merupakan pelaku usaha yang potensial untuk menciptakan
pendapatan dan perluasan kesempatan kerja, yang pada gilirannya dapat
mengurangi angka kemiskinan.sehingga pemerintahan pun harus sejalan dengan apa
yang merupakan kehedank masayarkat dalam pengembangan koperasi yaitu bertujuan
mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Usaha Koperasi umumnya padat
dengan penggunaan bahan-bahan lokal namun dalam pengembangannya, prakarsa
masyarakat merupakan hal yang paling utama.
5. Pemberian bantuan langsung
kepada masyarakat berupa program pemeberdayaan Koperasi dan UKM.
Pada
umumnya permodalan Koperasi dan UMKM masih lemah, sehingga perlu adanya
strategi pembinaan dan pengembangan di bidang permodalan termasuk bagaimana
pemerintah dan masyarakat melaksanakan konsep permodalan untuk membantu
Koperasi dan UMKMK tersebut.
Ada banyak
alternative membantu permodalan dan pengembangan KUKM di Indonesia selain pada
masa sebelumnya sduah dikembangkan pemberian kredit lunak dari sebagian laba
BUMN untuk dilakukan program permodalam dan kemitraan Usaha kecil, kini
industri perbankan pun harus memiliki kelonggaran dalam menyalurkan kredit pada
Koperasi usaha kecil dan Memengah ini.
Sementara
secara mikro, dengan mengkaji kisah sukses dari berbagai koperasi dan UMKM,
terutama di Indonesia, kiranya dapat disarikan beberapa faktor kunci yang
urgent dalam pengembangan dan pemberdayaan koperasi dan UMKM. Diantara faktor
penting tersebut, antara lain:
1. Pemahaman pengurus dan anggota akan
jati diri koperasi (co-operative identity) yang merupakan entry point dan
sekaligus juga crucial point dalam mengimplementasikan jati diri tersebut pada
segala aktifitas koperasi dan usaha kecil menengah. Sebagai catatan tambahan,
aparatur pemerintah terutama departemen yang membidangi masalah koperasi dan
UMKM perlu pula untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai perkoperasian,
sehingga komentar yang dilontarkan oleh pejabat tidak terkesan kurang memahami
akar persoalan koperasi.
2. Dalam menjalankan usahanya, pengurus
koperasi dan pelaku UMKM harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif
anggotanya dan masayakarat konsumen (collective need of the member) dan
memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan kebutuhan kolektif anggota
sifatnya kondisional dan lokal spesifik. Dengan mempertimbangkan aspirasi
anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi
berbeda-beda. Misalnya di suatu kawasan sentra produksi komoditas pertanian
(buah-buahan) bisa saja didirikan koperasi. Kehadiran lembaga koperasi yang
didirikan oleh dan untuk anggota akan memperlancar proses produksinya, misalnya
dengan menyediakan input produksi, memberikan bimbingan teknis produksi,
pembukuan usaha, pengemasan dan pemasaran produk.
3. Kesungguhan kerja pengurus dan
karyawan dalam mengelola koperasi dan UMKM. Disamping kerja keras, figur
pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.
4. Kegiatan (usaha) koperasi dan UMKM
bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya.
5. Adanya efektifitas biaya transaksi
antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika
dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.
D. Permasalahan Dalam Ekonomi Kerakyatan
Persoalan pokok yang dihadapi dalam
perekonomian Indonesia saat ini adalah pemilikan aset ekonomi oleh sebagian
besar rakyat yang sangat sangat kecil,
sedang sebagian kecil rakyat menguasai aset ekonomi yang sangat besar. Inilah
yang menyebabkan pasar atau tangan Tuhan
tidak berjalan sebagaimana mestinya, yang menyebabkan perekonomian nasional
tidak efisien, yang menyebabkan trickle
down effect tidak berjalan, dan yang menyebabkan kemiskinan secara masip.
Problem kedua
adalah problem di ekonomi barang publik atau ekonomi publik yang dijalankan
pemerintah. Keputusan jenis barang publik dan jasa publik adalah keputusan
politik. Karena lemahnya sebagian besar rakyat di bidang ekonomi, maka posis
tawar dalam kebijakan politik juga lemah (ini fakta empirik). Akibatnya, barang
publik dan jasa publik yang diproduksi pemerintah tidak sesuai dengan aspirasi
sebagian besar rakyat. Barang publik dan jasa publik yang diproduksi pemerintah
adalah barang publik dan jasa publik yang tidak menguntungkan bagi sebagian
besar rakyat, tetapi menguntungkan sebagian kecil rakyat.
Problem
yang ketiga adalah problem di kebijakan publik. Seperti disebut dimuka, bahwa
pemerintah memiliki tiga kewenangan dalam perekonomian, yaitu kewenangan atau
fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Karena sebagian
besar rakyat tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dan tidak memiliki akses
dalam proses pengambilan keputusan publik, maka fungsi alokasi dan fungsi
distribusi ini tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Bertolak
dari tiga persoalan besar tersebut, maka ruh
dari ekonomi kerakyatan adalah: bagaimana
pemerintah dapat menjalankan fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi
stabilisasi (atau bagaimana kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan kebijakan
di sektor riil dijalankan), sehingga distribusi aset ekonomi kepada sebagian
besar rakyat dapat terjadi tanpa mendistorsi pasar.
PENUTUP
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional
Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila,
dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Sedangkan menurut Pasal 33 UUD 1945, ekonomi
kerakyatan adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi.
Tujuan
yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan
- Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
- Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
- Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
·
Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
Strategi Pemberdayaan Ekonomi
Kerakyatan
1.
demokrasi ekonomi diarahkan untuk menciptakan struktur
ekonomi atau konstruksi bangunan ekonomi
agar terwujudnya pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya.
2.
kedaulatan ekonomi harus tetap dihormati agar harkat,
martabat dan citra ekonomi rakyat dapat disejajarkan dengan ekonomi usaha besar
swasta dan badan usaha milik negara, tanpa dijadikan objek balas jasa atau
belas kasihan.
3.
pilar ekonomi diarahkan untuk merancang komitmen yang
kuat antar-stakeholder dalam mengoptimalkan sumber daya lokal untuk mendorong
sekaligus menampung partisipasi bagi kepentingan rakyat banyak.
4.
benteng ekonomi harus disusun melalui master plan ekonomi
kerakyatan yang berbasis sosial budaya dengan tetap memperhatikan keseimbangan
pertumbuhan, pemerataan dan keseimbangan stabilitas perekonomian rakyat dalam
upaya mengatasi kesenjangan ekonomi antara golongan kapitalis dan nonkapitalis (golongan ekonomi lemah).
5.
kemandirian ekonomi diarahkan untuk bertumpu dan ditopang
oleh kekuatan sumber daya internal yang dikelola dalam suatu sistem ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Baswir, Revrisond. Tanpa tahun. Ekonomi Kerakyatan vs. Neoliberalisme
Sumodiningrat, Gunawan, Tanpa
tahun. Makalah Strategi Pemberdayaan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Asefto, Trio, Tanpa Tahun.
Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan
Hutomo, Mardi Yatmo, 2009.
Konsep Ekonomi Kerakyatan
Bayu, 2011. Makalah sistem
ekonomi kerakyatan, http://cafe-ekonomi.blogspot.com/search/label/Sistem%20Ekonomi%20Kerakyatan%20Indonesia
Benu, Fredik, 2002. Ekonomi
Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat : Suatu Kajian Konseptual, www.ekonomirakyat.org/ artikel_3.htm
Mashuri, 2008. Ekonomi
Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, http://mashuri.student.umm.ac.id/2010/07/08/ekonomi-kerakyatan-dan-pemberdayaan-ekonomi-rakyat/