Thursday, 2 February 2012

MAKALAH PENDIDIKAN SEBELUM KEDATANGAN BELANDA


Disusun Oleh:
Adi Candra S.P.
Baskoro Yoga
Andika Buyung P.
Megantoro
Boy Adisakti
* Mahasiswa Universitas Yogyakarta *

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Pendidikan adalah sebuah hal yang penting dalam membangun sebuah negara, karena dengan pendidikan, sebuah negara bisa maju dan berkembang.Menurut pendapat George F. Kneller ( 1967:63 ), Pendidikan dibagi menjadi dua arti, yaitu arti luas dan arti proses. Dalam artinya yang luas, pendidikan menunjuk pada suatu tindakan yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan perkembangan jiwa, watak, individu. Pendidikan seperti ini disebut pendidikan seumur hidup.  Di Indonesia sendiri, Pendidikan dianggap penting karena merupakan salah satu komponen pembangun bangsa ini. Karena dengan pendidikan, Indonesia bisa keluar dari belenggu-belenggu kebodohan dan menjadi sebuah negara yang terus berkembang.
Setiap zaman atau periode, bentuk pendidikan mengalami perubahan seiring dengan . berkembangnya peradaban manusia. Dilihat dari sejarahnya, pendidikan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman kerajaan. Terdapat 2 zaman kerajaan yang memiliki pengaruh besar terhadap pendidikan di Indonesia, yaitu zaman kerajaan Hindu Budha dan kerajaan Islam.
Pendidikan Indonesia di masa sekarang sudah tergolong baik, tetapi kita sering melupakan akar dari pendidikan Indonesia yaitu pendidikan pada masa kerajaan. Kita juga sering melupakan hal-hal yang  sebenarnya dapat kita contoh dari pendidikan pada masa kerajaan. Untuk itu, kami akan membahas tentang Pendidikan pada masa kerajaan, agar kita dapat mengkaji hal-hal yang dapat membantu berkembangnya pendidikan di Indonesia pada masa sekarang.










B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sistem pendidikan pada masa kerajaan Hindu Budha?
2.      Bagaimana sistem pendidikan pada masa kerajaan Islam?
3.      Apa hubungan antara pendidikan pada masa kerajaan dengan pendidikan masa sekarang?



C.     Tujuan Penulisan
Dengan mempelajari sistem pendidikan pada masa kerajaan, diharapkan :
1.      Mengetahui sistem pendidikan pada masa kerajaan.
2.      Mampu membandingkan pendidikan pada masa kerajaan dengan masa sekarang.
3.      Mampu mengambil poin-poin yang dianggap penting pada pendidikan masa kerajaan dan menerapkannya.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah masuknya Hindu Budha di Indonesia
Pembahasan sejarah Hindu-Budha di Indonesia akrab diawali dari kemunculan beberapa kerajaan di abad ke-5 M, antara lain: Kerajaan Hindu di Kutei (Kalimantan) dengan rajanya Mulawarman, putra Aswawarman atau cucu Kundung(ga). Di Jawa Barat muncul Kerajaan Hindu Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman. Pada masa itu, eksistensi pulau Jawa telah disebut Ptolomeus (pengembara asal Alexandria – Yunani) dalam catatannya dengan sebutan Yabadiou dan demikian pula dalam epik Ramayana eksistensinya dinyatakan dengan sebutan Yawadwipa. Ptolomeus juga sempat menyebut tentang Barousai (merujuk pada pantai barat Sumatera Utara; Sriwijaya). Fa-Hien (pengembara asal China) dalam perjalanannya dari India singgah di Ye-po-ti (Jawa) yang menurutnya telah banyak para brahmana (Hindu) tinggal di sana. Maka tidak berlebihan jika Lee Kam Hing kemudian menyatakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan telah ada di Indonesia sejak periode permulaan. Pada masa itu, pendidikan lekat terkait dengan agama.
Pada masa Hindu-Budha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India. Adapun materi-materi pelajaran yang diberikan ketika itu antara lain: teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan lain-lain. Pola pendidikannya mengambil model asrama khusus, dengan fasilitas belajar seperti ruang diskusi dan seminar. Dalam perkembangannya, kebudayaan Hindu-Budha membaur dengan unsur-unsur asli Indonesia dan memberi ciri-ciri serta coraknya yang khas. Sekalipun nanti Majapahit sebagai kerajaan Hindu terakhir runtuh pada abad ke-15, tetapi ilmu pengetahuannya tetap berkembang khususnya di bidang bahasa dan sastra, ilmu pemerintahan, tata negara dan hukum.
Menjelang periode akhir tersebut, pola pendidikan tidak lagi dilakukan dalam kompleks yang bersifat kolosal, tetapi oleh para guru di padepokan-padepokan dengan jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius. Para murid disini sembari belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Jadi secara umum dapatlah disimpulkan bahwa: (1) Pengelola pendidikan adalah kaum brahmana dari tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi, (2) Bersifat tidak formal, dimana murid dapat berpindah dari satu guru ke guru yang lain, (3) Kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk mengajar anak-anaknya di istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi belajar ke guru-guru tertentu, (4) Pendidikan kejuruan atau keterampilan dilakukan secara turun-temurun melalui jalur kastanya masing-masing.

B. Pendidikan di Kerajaan Hindu-Budha
1. Sriwijawa
Sriwijaya menjadi kerajaan besar adalah karena kehidupan social masyarakatnya meningkat dengan pesat terutama dalam bidang pendidikan dan hasilnya Sriwijaya terbukti menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Hal ini sesuai dengan berita I-Tshing pada abad ke 8 bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha di bawah bimbingan pendeta Budha terkenal yaitu Sakyakirti. Di samping itu juga pemuda-pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Budha dan ilmu lainnya di India, hal ini tertera dalam prasasti Nalanda. Kemajuan di bidang pendidikan yang berhasil dikembangkan Sriwijaya bukanlah suatu hasil perkembangan dalam waktu yang singkat tetapi sejak awal pendirian Sriwijaya, raja Sriwijaya selalu tampil sebagai pelindung agama dan penganut agama yang taat. Sebagai penganut agama yang taat maka raja Sriwijaya juga memperhatikan kelestarian lingkungannya (seperti yang tertera dalam Prasasti Talang Tuo) dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyatnya.
Dengan demikian kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Sriwijaya sangat baik dan makmur, dalam hal ini tentunya juga diikuti oleh kemajuan dalam bidang kebudayaan. Kemajuan dalam bidang budaya sampai sekarang dapat diketahui melalui peninggalan peninggalan suci seperti stupa, candi atau patung/arca Budha seperti ditemukan di Jambi, Muaratakus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit Siguntang (Palembang).
2. Holing ( Chopo )
Kerajaan ini ibukotanya bernama Chopo ( nama China ), menurut bukti- bukti China pada abad 5 M. Mengenai letak Kerajaan Holing secara pastinya belum dapat ditentukan. Ada beberapa argumen mengenai letak kerajaan ini, ada yang menyebutkan bahwa negara ini terletak di Semenanjung Malay, di Jawa barat, dan di Jawa Tengah. Tetapi letak yang paling mungkin ada di daerah antara pekalongan dan Plawanagn di Jawa tengah. Hal ini berdasarkan catatan perjalanan dari Cina
Kerajaan Holing adalah kerajaan yang terpengaruh oleh ajaran agama Budha. Sehingga Holing menjadi pusat pendidikan agama Budha. Holing sendiri memiliki seorang pendeta yang terkenal bernama Janabadra. Sebgai pusat pendidikan Budha, menyebabkan seorang pendeta Budha dari Cina, menuntut ilmu di Holing. Pendeta itu bernama Hou ei- Ning ke Holing, ia ke Holing untuk menerjemahkan kitab Hinayana dari bahasa sansekerta ke bahasa cina pada 664-665.

      C. Sejarah masuknya Islam di Indonesia
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.  Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar. Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah GujaratIndia melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M.. Melalui Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17, jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Kalau Ahli Sejarah Barat beranggapan bahwa Islam masuk di Indonesia mulai abad 13 adalah tidak benar, Hamka berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus). Pada saat nanti wilayah Barus ini akan masuk ke wilayah kerajaan Srivijaya. Pada tahun 674M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan, memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima ptra ratu Sima dari Kalingga masuk Islam .
Pada tahun 718M raja Srivijaya Sri Indravarman setelah kerusuhan Kanton juga masuk Islam pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Umayyah). Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui pedagang Gujarat adalah tidaklah benar, apabila benar maka tentunya Islam yang akan berkembang kebanyakan di Indonesia adalah aliran Syiah karena Gujarat pada masa itu beraliran Syiah, akan tetapi kenyataan Islam di Indonesia didominasi Mazhab Safi'i. Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya Islam di masa awal dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik.

D.    Pendidikan di Kerajaan Islam

1.      Kerajaaan Demak
Sistem pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak mempunyai kemiripan dengan pelaksaannya di Aceh, yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat sentral di suatu daerah. Disana diajarkan pendidikan agama dibawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi guru, yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam. Kitab keluaran Demak adalah Usul 6 Bis, yaitu kitab yang ditulis tangan berisi 6 Kitab dengan 6 Bismillahirrahmanirrohim, karangan ulama Sarkandi. Isinya tentang dasar-dasar ilmu agama Islam.
Kitab lainnya adalah tafsir Jalalain, karangan Syeh Jalaludin dan Jalaludin As Suyuti. Adapula kitab agama Islam yang hingga kini masih dikenal, yaitu primbon, berisi tentang catatan ilmu-ilmu agama, macam-macam doa, obat-obatan, ilmu ghoib, bahkan wejangan para wali. Selain itu, dikenal pula kitab-kitab yang dikenal dengan nama Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunan Geseng, dll. Dimana seluruh kitab tersebut berbentuk berbentuk diktat, dan ditulis tangan.
Terlepas dari kitab-kitab agama di zaman Demak yang terbilang sedikit, dalam kenyataannya agama Islam berkembang dan melebar keseluruh wilayah Indonesia dengna pesatnya. Hal ini dikarenakan peranan para Sunan dan Kyai didalam melaksanakan pendidikan dan penyiaran islam mengikuti system yang telah diajarkan nabi. Selain itu, dengan memberikan Sauri Tauladan yang baik dalam perangai dan perbuatan nyata. Ada hubungan khusus yang terjalin antara kerajaan demak dan walisongo, dimana peranan wali songo dibidang dakwah sangatlah besar. Penobatan raden Fatah juga didasarkan pada keputusan para wali yang bertindak sebagai penasehat dan pembantu raja. Peradaban jawa islam yang sekarang, seperti wayang orang, watyang topeng, gamelan, tembang macapat juga dipandang sebagai hasil penemuan para wali. Adanya kebijaksanaan para wali menyiarkan agama dan memasukan anasir – anasir pendidikan dan pengajaran islam dalam segala cabang kebudayaan nasional membuat agama islam dapat tersebar ke selurung kepulauan Indonesia.

2.      Kerajaan Mataran

Perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang ( sekitar tahun 1658 ), tidak menyebabkan perubahan yang berarti pada sistem pendidikan dan pengajaran Islam. Baru kemudian setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari Pajang ke Mataram ditahun 1586, tampak beberapa macam perubahan, terutama pada zaman Sultan Agung ( tahun 1613 ).
Beberapa tempat pengajian Quran diadakan di desa-desa. Disana diajarkan huruf Hijaiyah, membaca Al-Quran, Pokok-pokok dan dasar ilmu agama Islam. Cara mengajarkannya adalah dengan menghafal. Jumlah tempat pengajian Quran adalah menurut banyaknya Modin di desa itu. Hal itu disebabkan di tiap pengajian Quran, Modin bertindak sebagai pengajar. Meskipun tidak ada undang-undang wajib belajar, namun anak laki-laki dan perempuan yang berumur 7 tahun harus belajar dipengajian Quran didesa masing-masing atas kehendak orang tuanya sendiri. Hal tersebut menjadi semacam adat yang berlaku saat itu. Karena jika ada anak yang berumur 7 tahun atau lebih tidak belajar mengaji, dengan sendirinya menjadi olok-olokan teman seusianya.

E.     Hubungan antara Pendidikan Zaman Kerajaan dengan Pendidikan Sekarang
Jika kita membandingkan antara pendidikan zaman sekarang dan masa kerajaan jelaslah berbeda. Pendidikan zaman kerajaan lebih menekankan pada unsur religiusnya daripada pendidikan formalnya. Maksud dari religius disini adalah orang-orang yang hidup pada zaman itu lebih cenderung pada kehidupan yang agamis, karena pembawa agama Hindu-Budha dan Islam di ajarkan dan disebarkan oleh kaum Agamawan atau yang disebut Brahmana(dalam Hindu-Budha) dan Para Wali(dalam Islam). Sedangkan untuk pendidikan sekarang nampaknya telah meninggalkan kebudayaan tersebut karena perkembangan zaman sendiri dan tingkat intelektual yang berkembang. Pendidikan sekarang masih tetap mengajarkan tentang agama tetapi hanya sebagai mata pelajaran sampingan, bukan sebagai mata pelajaran yang inti seperti pada zaman kerajaan dahulu.




BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah pendidikan di indonesia di pelopori oleh beberapa kerajaan-kerajaan yang masing-masing kerajaan menganut keyakinan yang berbeda-beda.oleh sebab itu pendidikan terdapat beberapa perbedaan sejumlah pemahaman tentang berkembangnya pendidikan di indonesia dari zaman kerajaan (zaman sebelum kolonial Belanda ).









Daftar Pustaka


0 comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda...