Disusun Oleh:
Adi Candra S.P.
Baskoro Yoga
Andika Buyung P.
Megantoro
Boy Adisakti
*
Mahasiswa Universitas Yogyakarta *
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Pendidikan
adalah sebuah hal yang penting dalam membangun sebuah negara, karena dengan
pendidikan, sebuah negara bisa maju dan berkembang.Menurut pendapat George F.
Kneller ( 1967:63 ), Pendidikan dibagi menjadi dua arti, yaitu arti luas dan
arti proses. Dalam artinya yang luas, pendidikan menunjuk pada suatu tindakan
yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan perkembangan jiwa, watak,
individu. Pendidikan seperti ini disebut pendidikan seumur hidup. Di Indonesia sendiri, Pendidikan dianggap
penting karena merupakan salah satu komponen pembangun bangsa ini. Karena
dengan pendidikan, Indonesia bisa keluar dari belenggu-belenggu kebodohan dan
menjadi sebuah negara yang terus berkembang.
Setiap
zaman atau periode, bentuk pendidikan mengalami perubahan seiring dengan . berkembangnya
peradaban manusia. Dilihat dari sejarahnya, pendidikan di Indonesia sudah
dimulai sejak zaman kerajaan. Terdapat 2 zaman kerajaan yang memiliki pengaruh
besar terhadap pendidikan di Indonesia, yaitu zaman kerajaan Hindu Budha dan
kerajaan Islam.
Pendidikan
Indonesia di masa sekarang sudah tergolong baik, tetapi kita sering melupakan
akar dari pendidikan Indonesia yaitu pendidikan pada masa kerajaan. Kita juga
sering melupakan hal-hal yang sebenarnya
dapat kita contoh dari pendidikan pada masa kerajaan. Untuk itu, kami akan
membahas tentang Pendidikan pada masa kerajaan, agar kita dapat mengkaji
hal-hal yang dapat membantu berkembangnya pendidikan di Indonesia pada masa
sekarang.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sistem pendidikan pada masa kerajaan Hindu Budha?
2. Bagaimana
sistem pendidikan pada masa kerajaan Islam?
3. Apa
hubungan antara pendidikan pada masa kerajaan dengan pendidikan masa sekarang?
C. Tujuan
Penulisan
Dengan
mempelajari sistem pendidikan pada masa kerajaan, diharapkan :
1. Mengetahui
sistem pendidikan pada masa kerajaan.
2. Mampu
membandingkan pendidikan pada masa kerajaan dengan masa sekarang.
3. Mampu
mengambil poin-poin yang dianggap penting pada pendidikan masa kerajaan dan
menerapkannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
masuknya Hindu Budha di Indonesia
Pembahasan sejarah Hindu-Budha di
Indonesia akrab diawali dari kemunculan beberapa kerajaan di abad ke-5 M,
antara lain: Kerajaan Hindu di Kutei (Kalimantan) dengan rajanya Mulawarman,
putra Aswawarman atau cucu Kundung(ga). Di Jawa Barat muncul Kerajaan Hindu
Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman. Pada masa itu, eksistensi pulau Jawa
telah disebut Ptolomeus (pengembara asal Alexandria – Yunani) dalam catatannya
dengan sebutan Yabadiou dan demikian pula dalam epik Ramayana eksistensinya
dinyatakan dengan sebutan Yawadwipa. Ptolomeus juga sempat menyebut tentang
Barousai (merujuk pada pantai barat Sumatera Utara; Sriwijaya). Fa-Hien
(pengembara asal China) dalam perjalanannya dari India singgah di Ye-po-ti
(Jawa) yang menurutnya telah banyak para brahmana (Hindu) tinggal di sana. Maka
tidak berlebihan jika Lee Kam Hing kemudian menyatakan bahwa lembaga-lembaga
pendidikan telah ada di Indonesia sejak periode permulaan. Pada masa itu,
pendidikan lekat terkait dengan agama.
Pada masa Hindu-Budha ini, kaum Brahmana
merupakan golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu
dicatat bahwa sistem kasta tidaklah diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana
yang terjadi di India. Adapun materi-materi pelajaran yang diberikan ketika itu
antara lain: teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu
eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu, seni
bangunan, seni rupa dan lain-lain. Pola pendidikannya mengambil model asrama
khusus, dengan fasilitas belajar seperti ruang diskusi dan seminar. Dalam
perkembangannya, kebudayaan Hindu-Budha membaur dengan unsur-unsur asli
Indonesia dan memberi ciri-ciri serta coraknya yang khas. Sekalipun nanti
Majapahit sebagai kerajaan Hindu terakhir runtuh pada abad ke-15, tetapi ilmu
pengetahuannya tetap berkembang khususnya di bidang bahasa dan sastra, ilmu
pemerintahan, tata negara dan hukum.
Menjelang periode akhir tersebut, pola
pendidikan tidak lagi dilakukan dalam kompleks yang bersifat kolosal, tetapi
oleh para guru di padepokan-padepokan dengan jumlah murid relatif terbatas dan
bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius. Para murid disini sembari
belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Jadi secara umum dapatlah disimpulkan bahwa: (1) Pengelola pendidikan adalah
kaum brahmana dari tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi, (2) Bersifat
tidak formal, dimana murid dapat berpindah dari satu guru ke guru yang lain,
(3) Kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk mengajar anak-anaknya di
istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi belajar ke
guru-guru tertentu, (4) Pendidikan kejuruan atau keterampilan dilakukan secara
turun-temurun melalui jalur kastanya masing-masing.
http://peziarah.wordpress.com/2007/02/05/pendidikan-di-zaman-hindu-budha/
diakses pukul 14.00
B.
Pendidikan di Kerajaan Hindu-Budha
1. Sriwijawa
Sriwijaya
menjadi kerajaan besar adalah karena kehidupan social masyarakatnya meningkat
dengan pesat terutama dalam bidang pendidikan dan hasilnya Sriwijaya terbukti
menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Hal ini
sesuai dengan berita I-Tshing pada abad ke 8 bahwa di Sriwijaya terdapat 1000
orang pendeta yang belajar agama Budha di bawah bimbingan pendeta Budha
terkenal yaitu Sakyakirti. Di samping itu juga pemuda-pemuda Sriwijaya juga
mempelajari agama Budha dan ilmu lainnya di India, hal ini tertera dalam
prasasti Nalanda. Kemajuan di bidang pendidikan yang berhasil dikembangkan
Sriwijaya bukanlah suatu hasil perkembangan dalam waktu yang singkat tetapi
sejak awal pendirian Sriwijaya, raja Sriwijaya selalu tampil sebagai pelindung
agama dan penganut agama yang taat. Sebagai penganut agama yang taat maka raja
Sriwijaya juga memperhatikan kelestarian lingkungannya (seperti yang tertera
dalam Prasasti Talang Tuo) dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran
rakyatnya.
Dengan
demikian kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Sriwijaya sangat baik dan
makmur, dalam hal ini tentunya juga diikuti oleh kemajuan dalam bidang
kebudayaan. Kemajuan dalam bidang budaya sampai sekarang dapat diketahui
melalui peninggalan peninggalan suci seperti stupa, candi atau patung/arca
Budha seperti ditemukan di Jambi, Muaratakus, dan Gunung Tua (Padang Lawas)
serta di Bukit Siguntang (Palembang).
2. Holing ( Chopo )
Kerajaan
ini ibukotanya bernama Chopo ( nama China ), menurut bukti- bukti China pada
abad 5 M. Mengenai letak Kerajaan Holing secara pastinya belum dapat
ditentukan. Ada beberapa argumen mengenai letak kerajaan ini, ada yang
menyebutkan bahwa negara ini terletak di Semenanjung Malay, di Jawa barat, dan
di Jawa Tengah. Tetapi letak yang paling mungkin ada di daerah antara
pekalongan dan Plawanagn di Jawa tengah. Hal ini berdasarkan catatan perjalanan
dari Cina
Kerajaan
Holing adalah kerajaan yang terpengaruh oleh ajaran agama Budha. Sehingga
Holing menjadi pusat pendidikan agama Budha. Holing sendiri memiliki seorang
pendeta yang terkenal bernama Janabadra. Sebgai pusat pendidikan Budha,
menyebabkan seorang pendeta Budha dari Cina, menuntut ilmu di Holing. Pendeta
itu bernama Hou ei- Ning ke Holing, ia ke Holing untuk menerjemahkan kitab
Hinayana dari bahasa sansekerta ke bahasa cina pada 664-665.
C. Sejarah
masuknya Islam di Indonesia
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus
muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia
sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para
pembawanya, dan waktu kedatangannya. Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang
menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga
teori besar. Pertama, teori Gujarat,
India. Islam
dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang India
muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia
langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui
peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke
nusantara sekitar abad ke-13 M.. Melalui Kesultanan
Tidore yang juga
menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17, jangkauan
terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di Kabupaten
Fakfak, Papua
Barat.
Kalau Ahli Sejarah Barat beranggapan bahwa Islam masuk di
Indonesia mulai abad 13 adalah tidak benar, Hamka berpendapat bahwa pada tahun 625 M
sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang
telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus). Pada saat nanti wilayah Barus ini
akan masuk ke wilayah kerajaan Srivijaya. Pada
tahun 674M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman
bin Affan,
memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay
Sima ptra ratu Sima dari Kalingga masuk Islam .
Pada
tahun 718M raja Srivijaya Sri
Indravarman
setelah kerusuhan Kanton juga masuk Islam pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti
Umayyah). Teori Islam Masuk Indonesia abad 13
melalui pedagang Gujarat adalah tidaklah benar, apabila benar maka tentunya
Islam yang akan berkembang kebanyakan di Indonesia adalah aliran Syiah karena Gujarat pada masa itu
beraliran Syiah, akan tetapi kenyataan Islam di Indonesia didominasi Mazhab Safi'i. Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya Islam di masa
awal dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah
binti Maimun
(1082M) di Gresik.
D.
Pendidikan
di Kerajaan Islam
1.
Kerajaaan
Demak
Sistem
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak mempunyai kemiripan
dengan pelaksaannya di Aceh, yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat
sentral di suatu daerah. Disana diajarkan pendidikan agama dibawah pimpinan
seorang Badal untuk menjadi guru, yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran
serta sumber agama Islam. Kitab keluaran Demak adalah Usul 6 Bis, yaitu kitab
yang ditulis tangan berisi 6 Kitab dengan 6 Bismillahirrahmanirrohim, karangan
ulama Sarkandi. Isinya tentang dasar-dasar ilmu agama Islam.
Kitab lainnya
adalah tafsir Jalalain, karangan Syeh Jalaludin dan Jalaludin As Suyuti.
Adapula kitab agama Islam yang hingga kini masih dikenal, yaitu primbon, berisi
tentang catatan ilmu-ilmu agama, macam-macam doa, obat-obatan, ilmu ghoib,
bahkan wejangan para wali. Selain itu, dikenal pula kitab-kitab yang dikenal
dengan nama Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunan Geseng,
dll. Dimana seluruh kitab tersebut berbentuk berbentuk diktat, dan ditulis
tangan.
Terlepas dari kitab-kitab agama di
zaman Demak yang terbilang sedikit, dalam kenyataannya agama Islam berkembang
dan melebar keseluruh wilayah Indonesia dengna pesatnya. Hal ini dikarenakan
peranan para Sunan dan Kyai didalam melaksanakan pendidikan dan penyiaran islam
mengikuti system yang telah diajarkan nabi. Selain itu, dengan memberikan Sauri
Tauladan yang baik dalam perangai dan perbuatan nyata. Ada hubungan khusus yang
terjalin antara kerajaan demak dan walisongo, dimana peranan wali songo
dibidang dakwah sangatlah besar. Penobatan raden Fatah juga didasarkan pada
keputusan para wali yang bertindak sebagai penasehat dan pembantu raja.
Peradaban jawa islam yang sekarang, seperti wayang orang, watyang topeng,
gamelan, tembang macapat juga dipandang sebagai hasil penemuan para wali.
Adanya kebijaksanaan para wali menyiarkan agama dan memasukan anasir – anasir
pendidikan dan pengajaran islam dalam segala cabang kebudayaan nasional membuat
agama islam dapat tersebar ke selurung kepulauan Indonesia.
2.
Kerajaan
Mataran
Perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang ( sekitar
tahun 1658 ), tidak menyebabkan perubahan yang berarti pada sistem pendidikan
dan pengajaran Islam. Baru kemudian setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari
Pajang ke Mataram ditahun 1586, tampak beberapa macam perubahan, terutama pada
zaman Sultan Agung ( tahun 1613 ).
Beberapa tempat pengajian Quran diadakan di desa-desa.
Disana diajarkan huruf Hijaiyah, membaca Al-Quran, Pokok-pokok dan dasar ilmu
agama Islam. Cara mengajarkannya adalah dengan menghafal. Jumlah tempat
pengajian Quran adalah menurut banyaknya Modin di desa itu. Hal itu disebabkan
di tiap pengajian Quran, Modin bertindak sebagai pengajar. Meskipun tidak ada
undang-undang wajib belajar, namun anak laki-laki dan perempuan yang berumur 7
tahun harus belajar dipengajian Quran didesa masing-masing atas kehendak orang
tuanya sendiri. Hal tersebut menjadi semacam adat yang berlaku saat itu. Karena
jika ada anak yang berumur 7 tahun atau lebih tidak belajar mengaji, dengan sendirinya
menjadi olok-olokan teman seusianya.
E.
Hubungan
antara Pendidikan Zaman Kerajaan dengan Pendidikan Sekarang
Jika kita membandingkan
antara pendidikan zaman sekarang dan masa kerajaan jelaslah berbeda. Pendidikan
zaman kerajaan lebih menekankan pada unsur religiusnya daripada pendidikan
formalnya. Maksud dari religius disini adalah orang-orang yang hidup pada zaman
itu lebih cenderung pada kehidupan yang agamis, karena pembawa agama
Hindu-Budha dan Islam di ajarkan dan disebarkan oleh kaum Agamawan atau yang
disebut Brahmana(dalam Hindu-Budha) dan Para Wali(dalam Islam). Sedangkan untuk
pendidikan sekarang nampaknya telah meninggalkan kebudayaan tersebut karena
perkembangan zaman sendiri dan tingkat intelektual yang berkembang. Pendidikan
sekarang masih tetap mengajarkan tentang agama tetapi hanya sebagai mata
pelajaran sampingan, bukan sebagai mata pelajaran yang inti seperti pada zaman
kerajaan dahulu.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari beberapa kutipan
diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah pendidikan di indonesia di pelopori oleh
beberapa kerajaan-kerajaan yang masing-masing kerajaan menganut keyakinan yang
berbeda-beda.oleh sebab itu pendidikan terdapat beberapa perbedaan sejumlah
pemahaman tentang berkembangnya pendidikan di indonesia dari zaman kerajaan
(zaman sebelum kolonial Belanda ).
Daftar Pustaka
http://peziarah.wordpress.com/2007/02/05/pendidikan-di-zaman-hindu-budha/
diakses
tanggal 19 Maret 2011 pukul 14.00
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda...