Oleh: Nelva Rolina[*]
ABSTRACT
Mengembangkan semua aspek dan kecerdasan pada anak usia dini,
terutama pengembangan sains bisa dilakukan dengan berbagai cara yang salah
satunya adalah dengan menggunakan APE. Beberapa gelintir guru disinyalir sering
mengeluhkan minimnya APE di tempat mereka mengajar. Hal ini disebabkan harganya
yang relative tinggi. Namun apakah harus patah semangat? Tentu tidak!! Caranya
adalah dengan membuat sendiri APE yang dibutuhkan dan menggunakannya sesuai
kebutuhan (termasuk untuk pengembangan sains).
Membuat APE untuk pengembangan sains tidak harus mengeluarkan biaya
yang mahal. Pembuatan APE dapat dilakukan dengan menggunakan biaya yang murah
atau bahkan tanpa biaya sama sekali karena memanfaatkan bahan bekas. APE yang
dibuat sendiri oleh guru dapat dimanfaatkan sesegera mungkin. Penggunaan APE
dapat dikolaborasikan dengan metode atau model pembelajaran yang tepat hingga
semua aspek dan kecerdasan anak dapat berkembang, termasuk pengembangan sains.
Bila sudah mampu membuat dan menggunakan APE sesuai kebutuhan, tidak
ada alasan guru atau pamong untuk tidak maksimal dalam mengajar. Tidak ada lagi
keluhan membutuhkan biaya yang mahal. Ternyata peningkatan mutu pendidikan
tidak selamanya harus dibayar dengan harga mahal.
PENDAHULUAN
Untuk meningkatkan mutu pendidikan anak, sangat
diperlukan pemahaman yang mendasar mengenai perkembangan diri anak, terutama
yang terjadi dalam proses pembelajarannya. Hal itu dimaksudkan agar kita dapat
mengetahui ada atau tidaknya kesulitan yang dialami oleh si anak dalam proses
belajarnya. Dengan pemahaman yang cukup mendalam atas proses tersebut
diharapkan kita sebagai guru yang meliputi orang tua, pendidik di lembaga
pendidikan (terutama guru TK), dan sebagai pemerhati pendidikan, mampu
mengadakan eksplorasi, merencanakan, dan mengimplementasikan penggunaan sumber
belajar dan alat permainan edukatif.
Saat ini beberapa gelintir guru TK mengeluh karena
minimnya APE di TK tempat mereka mengajar. Menurut mereka, mengajar TK tanpa
APE tidak mendapatkan hasil yang maksimal, walaupun APE bukannya segalanya.
Kegiatan pembelajaran dapat terlaksana tanpa APE, dan aspek-aspek sarta
kecerdasan-kecerdasan yang ada pada diri anak pun dapat berkembang, misalnya
dengan permainan ataupun memanfaatkan alam.
Mencermati pendapat guru TK tersebut, alangkah lebih
baik jika guru TK mampu membuat sendiri APE yang mereka butuhkan untuk
mengajar. Kenyataannya, membuat APE terlihat sangat sulit dan disinyalir
membutuhkan kreativitas yang tinggi. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah. Perlu
latihan dan semangat yang tinggi untuk membuat APE yang dapat mengembangkan
aspek maupun kecerdasan anak.
Pembuatan APE harus disesuaikan dengan kebutuhan,
kurikulum yang ada, dan karakteristik anak TK (cocok untuk kelas A atau B).
Bahan yang digunakan pun tidak sulit didapat, bahkan dapat menggunakan barang
bekas atau limbah rumah tangga. Yang perlu diperhatikan adalah, bahan yang
digunakan harus aman bagi anak. APE harus dibuat semenarik mungkin hingga anak
fokus pada proses pembelajaran dan dapat mengembangkan segala aspek dan
kecerdasan anak.
Pada bahasan kali ini, akan dipaparkan bagaimana membuat
dan menggunakan APE untuk pengembangan sains pada anak. Mengapa hanya sebatas
sains? Hal ini dikarenakan sains sering menjadi momok yang menakutkan bagi
sebagian besar siswa sekolah dasar dan menengah. Untuk itu, perlu pengenalan
sejak dini bahwa sains itu menyenangkan. Selain itu, guru sering berpikir bahwa
membuat APE untuk sains sangat sulit dan membutuhkan pemikiran yang dalam. Sehingga,
bahasan kali ini focus pada APE untuk pengembangan sains anak usia dini.
APAKAH APE?
APE merupakan singkatan dari
Alat Permainan Edukatif. Mengapa
“permainan”? Karena pada dasarnya anak memang berada dalam masa bermain. Maka
yang dibutuhkan bukanlah alat pembelajaran atau alat peraga, melainkan alat
permainan untuk mendukung kegiatan bermainnya. Namun APE biasa disebut sebagai Media Pembelajaran
ataupun Alat Peraga. Apakah ada perbedaan diantara istilah tersebut? Dan apa
pula yang disebut sebagai Sumber Belajar?
è Media Pembelajaran
Pada hakikatnya kegiatan belajar-mengajar adalah suatu
proses komunikasi (penyampaian pesan). Proses komunikasi harus diciptakan atau
diwujudkan melalui kegiatan penyampaian tukar-menukar pesan atau informasi oleh
setiap guru dan peserta didik. Menurut Ahmad Rohani (1997: 1) yang dimaksud
pesan atau informasi dapat berupa pengetahuan, keahlian, ide, pengalaman, dan
sebagainya. Sedangkan menurut Mudhoffir (1986:1-2) ada tambahan mengenai hal
tersebut, yaitu bahwa pesan atau informasi tersebut disampaikan dalam bentuk
ide, fakta, arti dan data. Pesan atau informasi yang dimaksud termasuk dalam
salah satu sumber belajar yang membantu memecahkan masalah belajar. Jadi, dapat
dikatakan bahwa penyampaian pesan atau proses komunikasi yang dilaksanakan
sebagaimana mestinya dapat membantu memecahkan masalah belajar.
Guru yang mengharapkan proses dan hasil pembelajaran
supaya efektif, efisien, dan berkualitas, semestinya memperhatikan faktor media
instruksional yang keberadaannya memiliki peranan sangat penting. Media
instruksional merupakan integral-part (bagian menyeluruh) dari proses
komunikasi instruksional (belajar-mengajar) dan bertumpu pada tujuan pendidikan.
Agar media instruksional yang digunakan dapat dimanfaatkan hingga mencapai
tujuan yang ingin dicapai, maka perlu diketahui pengertian media instruksional.
Pengertian media instruksional adalah “sarana komunikasi
yang digunakan dalam proses belajar-mengajar untuk mencapai tujuan
instruksional yang efektif dan efisien melalui perangkat keras maupun lunak”
(Ahmad Rohani, 1997: 4). Pengertian tersebut merupakan kesimpulan beberapa
pengertian yang bila dijabarkan adalah sebagai berikut:
1.
Segala jenis sarana pendidikan
yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan instruksional.
Mencakup media grafis, media yang menggunakan alat penampil, peta, model,
globe, dan sebagainya.
2.
Peralatan fisik untuk
menyampaikan isi instruksional, termasuk buku, film, video, tipe, sajian slide,
guru dan perilaku non verbal. Dengan kata lain media instruksional mencakup
perangkat lunak (software) dan/atau perangkat keras (hardware)
yang berfungsi sebagai alat belajar/alat Bantu belajar.
3.
Media yang digunakan dan
diintegrasikan dengan tujuan dan isi instruksional yang biasanya sudah
dituangkan dalam Garis Besar Pedoman Pembelajaran (GBPP) dan dimaksudkan untuk
mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar.
4.
Sarana pendidikan yang
digunakan sebagai perantara, dengan menggunakan alat penampil dalam proses
belajar mengajar untuk mempertinggi efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
instruksional, meliputi kaset, audio, slide, film-strip, OHP, film, radio, televisi,
dan sebagainya.
Sedangkan menurut Sudjana dan Rivai (1991: 1), media
instruksional merupakan alat bantu mengajar yang termasuk dalam komponen
metodologi penyampaian pesan untuk mencapai tujuan instruksional. Dengan
melihat kedua pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa media instruksional
merupakan media yang dipergunakan dalam proses instruksional
(belajar-mengajar), untuk mempermudah pencapaian tujuan instruksional yang
lebih efektif dan memiliki sifat yang mendidik. Hingga menurut Sudjana dan Rivai,
klasifikasi media instruksional meliputi media grafis, media fotografi, media
proyeksi, media audio dan media tiga dimensi (1991: 27-207).
Bila dihubungkan dengan anak usia dini, media
pembelajaran dikenal sebagai Alat Permainan Edukatif atau sering disingkat APE.
Menurut Sudono (2000), alat permainan adalah semua alat bermain yang digunakan
anak untuk memenuhi naluri bermainnya dan memiliki berbagai macam sifat seperti
bongkar pasang, mengelompokkan, memadukan, mencari padanannya, merangkai,
membentuk, mengetok, menyempurnakan suatu desain, atau menyusun sesuai bentuk
utuhnya. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa APE merupakan alat
permainan yang mempunyai nilai-nilai edukatif, yaitu dapat mengembangkan segala
aspek dan kecerdasan yang ada pada diri anak.
Alat permainan yang dapat mengembangkan segal aspek dan
kecerdasan yang ada pada anak dapat diintegrasikan dengan kegiatan pembelajaran
yang sesuai, di antaranya:
1.
Active learning, yaitu pembelajaran yang menuntut keaktivan anak
sehingga semua aspek yang ada pada diri anak dapat berkembang, baik aspek
pengembangan pembiasaan maupun kemampuan dasar.
2.
Attractive learning, yaitu pembelajaran yang menarik sehingga
semua aspek yang ada pada anak dapat berkembang, baik aspek pengembangan pembiasaan
maupun kemampuan dasar.
3.
Joyful learning, yaitu pembelajaran yang menyenangkan sehingga
semua aspek anak dapat berkembang, baik aspek pengembangan pembiasaan maupun
kemampuan dasar.
4. Multiple Intelligences
Approach, yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kecerdasan
jamak/majemuk sehingga semua kecerdasan yang dimiliki anak dapat berkembang.
Sejalan dengan istilah media pembelajaran, ada istilah alat peraga.
è Sumber Belajar
Dalam usaha meningkatkan kualitas proses pembelajaran
dan hasil pembelajaran, kita tidak boleh melupakan satu hal yang sudah pasti
kebenarannya yaitu bahwa peserta didik atau siswa harus banyak berinteraksi
dengan sumber belajar. Tanpa sumber belajar yang memadai sulit diwujudkan
proses pembelajaran yang mengarah kepada tercapainya hasil belajar yang
optimal. Namun, apa sebenarnya sumber belajar itu? Perlu diketahui definisi
sumber belajar yang jelas.
AECT (1977) mengartikan sumber belajar sebagai semua
sumber (data, manusia, dan barang) yang dapat dipakai oleh pelajar sebagai
suatu sumber tersendiri atau dalam kombinasi untuk memperlancar belajar dan
meliputi pesan, orang, material, alat, teknik, dan lingkungan. Sumber belajar
bahkan berubah menjadi komponen sistem instruksional apabila sumber belajar itu
diatur sebelumnya (prestructured), didesain dan dipilih lalu
dikombinasikan menjadi suatu sistem instruksional yang lengkap sehingga
mengakibatkan belajar yang bertujuan dan terkontrol.
Sumber belajar memiliki 6 bentuk atau terbagi menjadi 6
golongan. Menurut Wiryokusumo & Mustaji (1989), pengertian dan contoh
tiap-tiap bentuk sumber belajar tersebut dijabarkan dalam table berikut:
Sumber Belajar
|
Pengertian
|
Contoh
|
Pesan
|
Pelajaran/informasi
yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, arti, dan data.
|
Semua bidang
studi atau mata pelajaran (untuk pendidikan anak usia dini adalah semua
kegiatan yang dapat mengembangkan semua aspek dan kecerdasan anak).
|
Orang/Manusia
|
Manusia yang
bertindak sebagai penyimpan, pengolah dan penyaji pesan. Tidak termasuk
mereka yang menjalankan fungsi pengembangan dan pengelolaan sumber belajar.
|
Guru Pembina,
guru pembiming, tutor, pamong, murid, pemain, pembicara, tidak termasuk tim
kurikulum, peneliti, produser, teknisi dan lain-lain yang tidak langsung
berinteraksi dengan siswa.
|
Bahan/Material
|
Sesuatu (biasa
disebut media atau software) yang mengandung pesan untuk disajikan,
melalui penggunaan alat ataupun oleh dirinya.
|
Transparansi,
slide, film, film strip, audio tape, video, tape, modul, majalah, bahan
pengajaran terprogram, dan lain-lain.
|
Alat/Peralatan
|
Sesuatu (biasa
pula disebut hardware atau perangkat keras) yang digunakan untuk
menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan.
|
Proyektor, slide, film strip, film, OHP, LCD, video tape atau
kaset recorder, pesawat televise, dan lain-lain.
|
Teknik
|
Prosedur rutin
atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan bahan, alat, orang, dan
lingkungan untuk menyampaikan pesan.
|
Pengajaran terprogram belajar mandiri, mastery learning, discovery
learning, simulasi, BCCT, kuliah, ceramah, Tanya jawab, active learning,
joyful learning, attractive learning, multiple intelligences approach,
dan lain-lain.
|
Lingkungan
|
Situasi sekitar di mana pesan diterima.
|
Lingkungan pikir, gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, dan
lain-lain.
|
Tiap-tiap bentuk sumber belajar tersebut harus
berinteraksi dengan siswa bila menginginkan kualitas dan hasil belajar yang
optimal. Karena unsur sumber-sumber belajar itu merupakan komponen usaha yang
dapat mendukung proses belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang
optimal, maka perlu kiranya ada organisasi pengelolaannya. Dan mengingat
kenyatan yang ada bahwa keterbatasan dana dan tenaga yang mendukung
sumber-sumber belajar itu juga dipandang perlu adaya suatu strategi pengelolaan
yang efektif dan efisien. Mampukah kita sebagai praktisi pendidikan
mewujudkannya?
MEMBUAT APE
Untuk membekali diri dalam melaksanakan proses
pembelajaran pada pendidikan anak usia dini, guru dan orang tua diharapkan
mampu menciptakan hasil karya yang orisinal berupa APE. Yang harus diperhatikan
adalah setiap pembuatan APE haruslah mengikuti kriteria yang sesuai dengan
tingkat perkembangan anak (Misal: pada siswa TK, mana untuk kelas A dan mana
untuk kelas B).
1.
Usaha Guru adalah Faktor Utama
Kegiatan guru yang seharusnya diperhatikan menurut
Sudono (2000) adalah:
a.
Merencanakan, mempersiapkan,
melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan maupun pengaturan waktu.
b.
Mengatur penempatan semua
peralatan dan perabotan yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan (sesuai
kurikulum dan tingkatan kelas) dan keamanan.
c.
Segala kegiatan yang
dipersiapkan oleh guru harus memiliki tingkat kesulitan yang berbeda.
d.
Memantau setiap kegiatan
(membosankan atau menyenangkan).
e.
Melatih kemandirian anak.
2.
Bahan yang Digunakan untuk
Pembuatan APE
Bahan yang biasa digunakan untuk membuat APE harus
memperhatikan keamanan bagi anak atau siswa. Bahan-bahan tersebut adalah kayu, styrofoam
dan busa, tekstil, kardus, bambu, tali, pelepah (papaya, pisang, pinang),
biji-bijian, daun kering, raffia, karet, kulit, kapuk, karton, dan kertas bekas
(yang sudah tidak digunakan lagi).
3.
Kriteria Keamanan yang Harus
Selalu Dipertimbangkan
Menjaga keselamatan,
kesehatan, dan keamanan anak merupakan persyaratan utama. Berkaitan dengan
pembuatan APE, maka bahan-bahan yang digunakan haruslah:
a.
Kayu tidak berserat dan
diamplas
b. Bambu bebas dari bulu yang gatal
c.
Jangan tajam
d.
Cat non toxid (bebas racun)
e.
Menghindari benda yang
berpotensi masuk ke mulut (bagi anak yang masih cenderung memasukkan benda ke
mulut)
f.
Memotong styrofoam
memerlukan pisau tajam
g.
Pembuatan dengan ukuran yang
presisi (ketepatan)
h.
Paku jangan menonjol
4.
Cara Pembuatan APE
Cara membuat APE tidak terlepas dari macam-macam APE itu
sendiri. Petunjuk pembuatannya sesuai dengan jenisnya. Berikut merupakan contoh
pembuatan APE untuk pengembangan sains:
*
Pembuatan timbangan sederhana: alat atau bahan untuk ditimbang (seperti:
gabus, kayu, plastik, dll), gelas ukuran, tanaman bumbu dapur, soda kue, zat
pewarna, berbagai kotak bekas, dll.
Bahan:
è
tangan: kayu panjang 40 cm, lebar 2 cm, tebal 1,5 cm, beberapa mangkuk bekas
mentega.
è tiang: tinggi 25 cm, lebar 4 cm,
tebal 2 cm.
è dasar: panjang 10 cm, lebar 6 cm, tebal 3 cm.
Caranya:
è
tangan: ukur sama dari tengah dan beri lekukan kecil untuk tempat
menggantungkan tali pemegang mangkuk bekas mentega.
è
tiang: paada ujungnya dipotong lekukan untuk menaruh tangan timbangan.
è
dasar: beri lubang agar tiang dapat diberdirikan. Ukuran lubang 6x3 dengan
kedalaman 3 cm.
* Membuat gelas ukuran:
Bahan: gelas, botol plastik bekas minimum 250 cc.
PENUTUP
Paparan di atas merupakan sekelumit tentang APE dan
beberapa contoh cara pembuatannya. Dengan contoh-contoh tersebut diharapkan
guru mampu mengembangkan sendiri dan mampu membuat APE sesuai karakteristik
anak, sesuai pula dengan tingkatan kelasnya (untuk TK: A dan B). APE yang
dibuat seharusnya dapat mengembangkan semua aspek dan kecerdasan yang ada pada
diri anak, khususnya mengembangkan sains anak (karenadi sini focus pada
pengembangan sains).
Bila guru sudah mampu membuat APE sendiri, tidak ada
alasan bahwa “guru kurang berhasil dalam mengajar karena tidak tersedianya APE
di TK”. APE dapat dibuat sendiri dan tidak harus dari bahan yang mahal. APE
dapat dibuat dari barang bekas atau limbah rumah tangga, bahkan memanfaatkan
alam. Penggunaan APE dapat disesuaikan dengan kurikulum yang ada atau sesuai
kebutuhan.
APE dapat dikolaborasikan dengan metode atau model
pembelajaran yang tepat hingga semua aspek dan kecerdasan anak dapat
dikembangkan. Misalnya active learning,
attractive learning, joyful learning, dan multiple intelligences approach. Dengan demikian diharapkan akan
tercipta output yang lebih bermutu dan siap untuk “bersaing di pasar bebas”
(masyarakat).
DAFTAR PUSTAKA
AECT. 1977. Definisi
Teknologi Pendidikan: Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Ahmad Rohani. 1997. Media
Instruksional Edukatif. Rineka Cipta. Jakarta.
Anggani Sudono. 2000. Sumber
Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan Anak Usia Dini). PT. Grasindo.
Jakarta.
Iskandar Wiryokusumo &
Mustaji. 1989. Pengelolaan Sumber Belajar. University Press IKIP
Surabaya. Surabaya.
Mudhoffir. 1986.
Teknologi Instruksional. CV. Remadja Karya. Bandung.
Nana Sudjana dan Ahmad
Rivai. 1991. Media Pengajaran. Lemlit IKIP Bandung dan CV. Sinar Baru. Bandung.